Tahun 2003-2004, Presiden Megawati Sukarnoputri menghadapi masalah klasik, yaitu membengkaknya subsidi BBM. Harga bensin Premium saat itu adalah Rp 1810/liter dan cukup menggerogoti APBN kita. Harga tersebut ditetapkan pada 1 Januari 2003 dan bertahan sampai akhir kepemimpinan Megawati Sukarnoputri. Padahal, selama tahun 2001-2002, pemerintah selalu merevisi harga BBM pada hampir setiap bulannya.
Mengapa dilakukan perubahan kebijaksanaan yang tiba-tiba? Tentunya, tak lain dan tak bukan, adalah karena Pemilihan Umum yang akan dilaksanakan pada tahun 2004. Rasanya pemerintah tahu persis bahwa subsidi BBM pada umumnya merupakan ide yang buruk. Tapi pemerintah juga tahu menaikkan harga BBM adalah cara pasti untuk menurunkan modal politik. Dan modal politik sangat dibutuhkan untuk menjaring suara pemilih. Selain itu, manfaat yang didapatkan dari menurunkan atau menghapuskan subsidi BBM, yaitu pertumbuhan populasi menurun, inflasi yang rendah, dan sebagainya, baru dapat dirasakan pada periode kepemimpinan berikutnya, atau bahkan berikutnya lagi.
“Apa gunanya membelanjakan modal politik untuk mengurangi subsidi BBM, tapi yang mendapatkan keuntungannya bukan saya, melainkan presiden berikutnya?” mungkin itu yang ada di benak presiden wanita pertama Indonesia tersebut.
Read the rest of this entry »