[Enda Nasution](http://enda.goblogmedia.com) membuat [Petisi Penghapusan Fiskal](http://enda.goblogmedia.com/petisi-online-menuntut-fiskal-dihapuskan.html). Petisi ini dapat ditandatangani di [Petitiononline.com](http://www.petitiononline.com/indo2005/petition.html). Saya sendiri memutuskan untuk menandatangani petisi itu, walaupun alasan saya cukup berbeda dari point-point yang ada pada petisi itu sendiri.
Alasan-alasan saya adalah sebagai berikut:
* Fiskal menghambat arus investasi ke dalam negeri. Usaha di dalam negeri terutama yang berhubungan dengan penanaman modal asing tentunya membutuhkan berpergian ke luar negeri. Jika untuk sekali pergi ke luar negeri saja harus membayar beberapa juta Rupiah, berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk itu? Dalam hal ini, posisi saya sama seperti saya mendukung penghapusan/pengurangan bea impor bahan baku.
* Fiskal menghambat arus investasi ke luar negeri. Bangsa Indonesia selain menerima investasi, juga diharapkan untuk bisa melakukan investasi di negara lain, baik untuk mengekspansi usaha yang sudah ada di dalam negeri, maupun untuk melakukan investasi terhadap usaha yang baru sama sekali.
* Saat ini fiskal jauh lebih mahal daripada ongkos *real* untuk bepergian ke luar negeri. Tiket pesawat ke Singapura kini bisa didapatkan dengan ongkos Rp 200-400 ribu. Sedangkan fiskal 2-3 kali lipatnya.
* Fiskal menghambat pelajar atau mahasiswa Indonesia yang ingin belajar ke luar negeri.
* Fiskal membuat bangsa Indonesia seperti katak di dalam tempurung. Seharusnya pemerintah tidak menghalang-halangi warganya yang ingin pergi ke luar negeri. Biarkan masyarakat melihat dan belajar dari negara-negara lain. Siapa tahu budaya asing yang positif bisa diserap oleh bangsa Indonesia.
* Penghapusan fiskal memiliki efek sama dengan perbaikan infrastruktur transportasi. Semakin murah biaya transportasi, maka semakin baik efeknya pada perkembangan perekonomian.
Mengenai industri pariwisata dalam negeri, saya kira Indonesia memiliki kemampuan dan potensi untuk itu. Tinggal bagaimana bangsa Indonesia bisa memaksimalkan potensi ini.
Tentunya dalam jangka pendek penghapusan fiskal akan berdampak negatif. Wisatawan akan berbondong-bondong pergi ke Singapura, Malaysia atau Thailand. Tetapi menurut saya untuk jangka panjang akan lebih baik ketimbang Indonesia tetap mempertahankan fiskal, apalagi dengan ongkos yang relatif cukup tinggi seperti saat ini.
Wah, aku koq ga’ ngerti fiskal yah.
Tapi kalo ngeliat alasan yang diberikan om Priyadi, aku juga setuju.
BTW, salam kenal semua.
Dari dulu2 juga setuju :-), cuma pemerintahnya aja yang keras kepala. Maunya malak rakyat terus.
yeah good reasons pri. terus terang karena ga ada data, apalagi research ttg dampak, baik ada atau tidaknya fiskal jadinya rada ribet untuk merumuskan alasan yg benar-benar kuat dan tidak bisa dibantah.
jalan tengah dan kompromi, atau minimal perbaikan dari sistem ini harusnya bisa dicari. tapi untuk tuntutan politis kayaknya lebih sederhana untuk minta cabut aja sekalian, dialog belakangan. :)
duit fiskalnya itu dikemanain ya?
duit fiskal ya masuk kantong yang nerima lah
Jadi susah lagi deh..
Ayo dong PEMERINTAH, yang creative dikit dong
Mas Priyadi,
Alasan2 anda semua diatas saya rasa cukup “valid”,
tapi…
mohon jangan lupa sebarluaskan juga informasi ke seluruh WNI bahwa fiskal yang sudah mereka bayar itu bisa dipakai untuk mengurangi jumlah nilai pajak yang wajib kita bayar apabila mendapat penghasilan di dalam negeri.
Fiskal adalah salah satu bentuk “tax witholding” yang sifatnya “refundable/deductible”.
Kalau ada komentar balasan, saya akan dengan senang hati menerima.
#7: hmm, saya baru tahu ini, saya kira baru ide dari mas indi saja. tapi, gimana caranya untuk mendapatkan deduction fiskal?
#8, Kelihatannya untuk bisa refund fiskal, kita perlu punya NPWP sendiri. Hal yang sama juga berlaku kalau kita membayar zakat di Lembaga Amil Zakat yang diakui pemerintah, maka jumlah zakat yang kita bayar, bisa di claim berupa pengurangan dari jumlah pajak pengahasilan yang harus kita bayar. Tapi ya itu, syaratnya kita harus punya NPWP personal. Bukan begitu mas Indi ?
Satu lagi pertanyaan saya, buat temen2 yang punya NPWP pribadi, susah nggak ngurusnya ?
#9: NPWP *katanya* gak susah ngurusnya, Cuma buat gua masih harus ngurus pindah domisili dulu :( itu yang repot banget buat gua. Lagian jaman sekarang kayanya wajib punya NPWP. Misalnya buat apply kredit di atas jumlah sekian pasti ditanya NPWP, mungkin untuk urusan lain juga.
Dulu, waktu masih bekerja aku selalu tulis nama dan nama perusahaan (tempat aku bekerja dan membayar pajak penghasilan) saat lagi bayar fiskal,… so aku dapet penggantian di akhir bulan dari perusahaan (deduction fiskal). Perusahaan dapat membantu kita untuk mengklaim kembali uang yang kita bayar (kepada dinas pajak), diperhitungkan dengan potongan pajak penghasilan.
Sekarang karena pengangguran berat dan tak punya NPWP aku jadi malas pergi2 ke luar, sayang euyy 1,000,000….. mending buat nraktir baso orang sekampung.
Medning kalo duitnya masuk kas negara, tahu sendiri lah… di kita jatuhnya paling ke kantong petugas. Apalagi atas nama pribadi.. so kalau bisa pake nama pribadi dan perusahaan, biar bisa di klaim balik. Biasanya tergantung besarnya gaji kita, kalau diatas rata2 UMR dikit, paling dapat jatah 1 kali penggantian fiskal dalam 1 tahun.
Yang jelas gw bt banget sama fiskal krn bikin frekuensi bertemu suami jadi berkurang :-P
Tapi dari dulu gw sll nganggep fiskal itu kaya pemerasan. Pertama karena gw ngga tau duit sebanyak itu dipake apa. Bandara? Masih gitu-gitu aja. Kedua..jumlahnya yang jauh lebih mahal dari tiket pesawat ke negara tetangga. At least dibedain dong besar fiskal ke negara yang cuma 1-3 jam perjalanan sama yang 8 jam perjalanan.
Dan bener..kalo alasannya meningkatkan pariwisata dalam negeri, yang kreatif dooong..masa solusinya pake fiskal???
Fiskal Luar Negeri Bertentangan Dengan UUD 45
WASPADA Online
Oleh Moenaf H. Regar
Para penumpang ke Kuala Lumpur sempat menjadi panik karena terpaksa membayar
fiskal luar negeri Rp1 juta tanpa ada pemberitahuan, padahal sejak awal April
2004 sudah bebas pembayaran fiskal, yang selama ini memang dikenakan terhadap
setiap penumpang menuju ke Kuala Lumpur.
Seperti diketahui bebas fiskal selama ini hanya berlaku untuk tujuan tertentu
di daerah Malaysia dan Thailand sebagai bagian dari konsep IMT-GT. Pajak atas
orang yang bertolak ke luar negeri tidak banyak dikenal di negara lain. Untuk
orang Indonesia pajak seperti ini tidak banyak dipersoalkan karena masih banyak
pajak lain yang lebih ngeri dari pajak ini. Sukar untuk diikuti cara berpikir
para penguasa di bidang fiskal seperti ini, yaitu Departemen Keuangan dan
jajarannya Direktorat Jenderal Pajak yang lebih mengutamakan peningkatan pajak
ketimbang keadilan termasuk wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak
menghayati masalah pajak secara mendalam.
Sebetulnya tidak begitu mengherankan, karena selama ini banyak kebijakan yang
seperti itu seperti perundang-undangan yang hanya berlaku untuk suatu periode
tertentu yang sangat singkat. Mungkin masyarakat harus lebih toleran terhadap
kebijakan yang seperti ini karena tidak dapat berbuat banyak. Reaksi melalui
berbagai cara pun seperti unjuk rasa secara legal maupun secara fisik tidak
banyak manfaatnya seperti kata pepatah “anjing menggonggong kafilah berlalu.
“Reaksi mengenai pemberlakuan fiskal ini di Sumatera Utara dan beberapa
provinsi tetangga lebih banyak mempersoalkan letak lapangan terbang Kuala
Lumpur ketimbang esensi dari pajak tersebut. Tulisan ini membahas aspek
legalitas pajak tersebut termasuk aspek keadilan yang tidak mudah untuk dinilai
tetapi menjadi dasar dari pengenaan pajak.
Kekuasaan menetapkan pajak
Siapakah yang berwenang untuk menetapkan pajak? Pajak adalah suatu kewajiban
warga masyarakat untuk turut bertanggung-jawab untuk menjalankan pemerintahan
dan turut mengambil bagian dalam pembangunan. Pemerintah bertanggungjawab
kepada warganya bahwa pajak yang dibayar itu dimanfaatkan untuk kepentingan
masyarakat banyak. Ditinjau dari masyarakat yang membayar pajak pembayaran
pajak adalah beban karena akan mengurangi penghasilannya. Oleh karena itu maka
setiap peraturan yang mengenakan pajak harus mendapat persetujuan dari
masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945. Ketentuan ini
dengan tegas disebutkan dalam Pasal 23A yang mengatakan “Pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.”
Tafsiran dari pasal ini lebih tegas disebut pada Penjelasan Undang-undang PPh
1983 yang mengatakan bahwa (1) subjek pajak yaitu siapa yang dikenakan, (2)
objek pajak, penyebab pengenaan pajak dan (3) tarif pajak atau cara menghitung
pajak diatur dalam undang-undang pajak penghasilan. Ketentuan ini adalah suatu
dasar pengenaan pajak yang berlaku universal di negara demokrasi. Dengan lain
perkataan dasar yang tiga disebut harus diatur melalui undang-undang dan bukan
dengan peraturan yang lebih rendah seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan
Menteri Keuangan apalagi dengan Surat Keputusan Dirjen Pajak.
Pembayaran fiskal luar negeri ditetapkan berdasarkan Undang-undang Pajak
Penghasilan pada Pasal 25 (8) yang bunyinya seperti berikut : “Bagi wajib pajak
orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang
ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.” Ini berarti pajak ini diatur
oleh pemerintah tanpa persetujuan dari wakil rakyat, khusus mengenai subjek dan
tarifnya. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa pajak yang dibayar
merupakan angsuran pajak yang dapat dikreditkan dengan hutang pajak pada akhir
tahun.
Ketentuan undang-undang yang disebut dalam pasal ini tidak sesuai dengan
prinsip yang disebutkan dasar pengenaan pajak yang mengatakan bahwa subjek
pajak, objek pajak, tarif pajak atau jumlah pajak harus ditetapkan dengan
undang-undang dan bukan dengan peraturan yang lebih rendah. Ternyata peraturan
pemerintah atau Keputusan Menteri Keuangan menetapkan ‘subjek pajak’ yaitu
siapa yang dikenakan pajak; demikian juga ada berbagai tarif pajak yang
berbeda. Semua ini ditentukan oleh kekuasaan pemerintah melalui berbagai
peraturan dan bukan undang-undang yang merupakan suara dari rakyat.
Pajak fiskal dikenakan terhadap semua orang tanpa membedakan penghasilannya,
baik yang tidak memperoleh penghasilan maupun orang kaya dengan beberapa
pengecualian. Orang yang berpergian ke luar negeri ‘dianggap’ (deemed) orang
yang berada dan kaya oleh sebab itu dikenakan pajak, walaupun pajak ini
diperlakukan sebagai angsuran pajak, walaupun pembayar pajak tersebut belum
tentu ‘wajib pajak’. Anggapan bahwa orang yang berpergian ke luar negeri adalah
“orang yang mampu” dan mempunyai penghasilan yang patut dikenakan pajak tidak
selalu benar. Banyak orang berpergian ke luar negeri berpergian baik sebagai
pedagang kecil, mengunjungi keluarga atas undangan atau berobat bukan karena
memperoleh penghasilan tetap mereka harus membayar ‘angsuran pajak’ yang belum
tentu dapat dimintai pengembaliannya.
Teorinya apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kewajiban untuk membayar
fiskal tersebut dapat mengajukan pengembalian. Dalam kenyataannya sebagian
masyarakat tidak mengetahui dan sebagian rela untuk tidak memintanya karena
prosedur untnuk meminta pengembalian tidak mudah dan sering harus mengeluarkan
uang. Dengan demikian masyarakat yang tidak mengetahui peraturan akhirnya
menjadi korban karena tidak mengetahui haknya untuk meminta kembali. Sebaliknya
bagi wajib pajak yang memiliki NPWP dan pengusaha, pembayaran pajak tersebut
merupakan kredit yang dapat diperhitungkan hutan pajaknya, sehingga tidak
merasa dirugikan.
Berpihak kepada pengusaha besar
Tetapi bagi sebagian masyarakat pembayaran fiskal adalah satu pajak yang tidak
ada dasar hukumnya, karena harus membayar pajak tanpa ada penghasilan. Bukankah
mengenakan pajak, walaupuun sebagai angsuran pajak, terhadap orang yang tidak
mempunyai penghasilan bertentangan dengan undang-undang pajak penghasilan?
Memang dalam praktek banyak wajib pajak yang seharusnya memiliki NPWP dan harus
mengisi SPT memperoleh penghasilan yang cukup tetapi tidak membayar pajak, dan
terhadap mereka seharusnya dikenakan pajak yang jauh besar dengan denda; mereka
termasuk penyelundup pajak. Ternyata fiskus tidak mampu mengenakannya karena
mereka tidak terdaftar walaupun seharusnya dikenakan pajak. Kenapa karena
ketidak-mampuan aparat pajak mengenakan pajak terhadap “penyelundup pajak” ini,
pajak fiskal dikenakan terhadap semua orang yang berpergian tanpa memperhatikan
penghasilannya? Mereka yang mempunyai penghasilan kecil dikorbankan demi
peningkatan penerimaan pajak.
Salah satu cara yang paling mudah untuk meningkatkan penerimaan pajak yang
ditempuh pemerintah adalah mengenakan fiskal luar negeri terhadap semua orang
yang berpergian ke luar negeri. Dengan lain perkataan pajak fiskal mengabaikan
prinsip keadilan dan merugiakan kepada sebagian masyarakat yang tidak
seharusnya membayar pajak dan sebaliknya tidak merugikan wajib pajak yang
“kaya” dan pengusaha karena pembayaran tersebut adalah angsuran. Sedangkan
penyelundup pajak, pembayaran fiskal luar negeri dianggap sebagai pembayaran
pajak yang tidak ada artinya dan tidak merugikan mereka. Bagi pembayaran pajak
yang tergolong “tidak mampu” pembayaran pajak fiskal yang tidak dapat
dimintakan kembali adalah suatu pemerasan karena tidak sesuai dengan prinsip
perpajakan yang universal dan Undang-undang Dasar 1945.
Mungkin akan lebih adil bila pajak seperti ini dikenakan terhadap pembelian
barang dan jasa yang mewah seperti mobil mewah, menginap di hotel berbintang,
termasuk pajak tambahan (surtax) untuk penghasilan yang melebihi jumlah
tertentu misalnya gaji di atas Rp50 juta sebulan. Dan barangkali dapat
dipikirkan untuk mengenakan “pajak pejabat, pengusaha dan anggota legislatif,”
di luar pajak penghasilan yang biasa yang sering tidak membayar pajak yang
sesuai dengan penghasilannya. Dalam kenyataannya mereka ini juga membayar
“pajak” yang disetorkan kepada atasan atau kepada partainya.
Diskriminatif
Seperti dijelaskan sebelumnya fiskal luar negeri didasarkan atas suatu anggapan
(deemed) bahwa yang berpergian ke luar negeri adalah orang yang kaya atau
berada. Anggapan ini tidak selalu benar dan dasar pengenakan pajak seperti ini
tidak sehat. Undang-undang jelas mengatakan bahwa pajak dikenakan terhadap ojak
yang disebut “penghasilan.” Tetapi pajak fiskal melanggar ketentuan ini,
walaupun dijelaskan bahwa pajak fiskal ini adalah angsuran. Angsuran pajak
seharusnya didasarkan atas saat dimana wajib pajak mempunyai likuiditas atau
kemampuan membayar pajak yang tepat, seperti pada saat menerima uang dan bukan
pada saat orang harus mengeluarkan uang. Angsuran pajak pada dasarnya dikenakan
terhadap wajib pajak yang pada akhir tahun terutang pajak, oleh sebab itu sudah
diduga memperoleh penghasilan yang kena pajak, dan bukan kepada setiap orang
yang berpergian ke luar negeri.
Jauh sebelumnya fiskal luar negeri dikenakan terhadap orang berpergian ke luar
negeri kemana saja tujuannya dengan beberapa pengecualian. Tetapi sekarang ini
ada penduduk yang tinggal di daerah tertentu bebas dari pajak fiskal apabila
berpergian dengan tujuan tempat tertentu. Misalnya orang yang bertempat tinggal
di Sumatera Utara bila berpergian ke Penang tidak perlu membayar fiskal. Tetapi
bila paspor orang tersebut dikeluarkan di Jakarta misalnya, maka tidak
diberikan pembebasan pajak. Semua ketentuan ini ditetapkan bukan dengan
undang-undang sehingga patut dipertanyakan legalitas dari peraturan, karena
tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 yang disebut di atas.
Yang lebih tidak sesuai dengan prinsip negara kesatuan yang tidak dapat
menerima perbedaan perlakuan warga negara dalam wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia seperti perlakuan pajak fiskal yang diskriminatif dimana ada
yang bebas dan ada yang harus membayar pajak fiskal. Sama-sama warga negara,
tetapi bila tinggal di suatu wilayah perlakuan pajaknya tidak sama. Alasan
pembebasan karena ada kerja sama antar negara seperti IMT-GT tidak seharusnya
membedakan kewajiban pajak antara sesama warga negara. Perlakuan pengenaan
pajak yang berbeda memacu kepada disintegrasi bangsa karena melahirkan
diskrimasi berdasarkan wilayah. Fiskal luar negeri adalah bertentangan dengan
Undang-undang Dasar 1945 yang menetapkan prinsip perpajakan yang demokratis
berdasarkan persetujuan warga yang diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
tidak sesuai dengan Undang-undang pajak Penghasilan karena mengenakan pajak
terhadap penduduk yang belum tentu memperoleh penghasilan yang berarti suatu
pemera
san. Oleh sebab itu, pajak fiskal seharusnya dihapuskan. Taxation without
representation is robbery, pengenaan pajak tanpa persetujuan rakyat adalah
perampokan. Sayangnya, wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR atau DPRD tidak
mempunyai kemampuan untuk menilai kelemahan perundang-undangan mereka sendiri
menyetujuinya.
Meningkatkan pendapatan negara
Sejak lama pemerintah berusaha bagaimana pendapatan pajak dapat ditingkatkan.
Beberapa upaya telah dilaksanakan seperti merevisi perundang-undangan. Alasan
yang sering dikemukakan adalah keadilan, kesederhanaan dan kepastian pajak yang
menjadi prinsip umum pengenaan pajak. Dalam kenyataan ketiga prinsip ini lebih
sering tidak sejalan. Contoh yang paling jelas adalah pajak atas bunga deposito
yang dikenakan secara final adalah mudah tetapi tidak memperlihatkan keadilan.
Orang kaya dan orang yang mempunyai penghasilan kecil diperlakukan sama dengan
tarif pajak yang sama yaitu 20%. Walaupun diakui oleh beberapa aparat pajak
sendiri tentang ketidakadilan pajak ini, tetapi karena pengenaannya sangat
mudah, cara pengenaan pajak ini tetap dipertahankan.
Upaya yang sejak dulu telah dilaksanakan untuk menaikkan pendapat dari pajak
adalah dengan cara “intensifikasi” dan “ekstensifikasi.” Cara ini adalah yang
paling tepat untuk meningkatkan pendapat pajak penghasilan tanpa perlu
melakukan revisi undang-undang, kecuali mengenai pendapatan tidak kena pajak
yang perlu dinaikkan. Undang-undang yang berlaku sekarang masih banyak
kekurangannya ditinjau dari sudut perundang-undangan, keadilan, saling
bertentangan atau tidak konsisten. Namun, dengan beberapa kekurangannya
seharusnya masih memadai bila aparat pajak mampu melakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi. Sayangnya usaha ini belum memberikan pengaruh yang berarti. Hal
ini dapat dibuktikan dengan jumlah wajib pajak yang dapat dijaring sangat
rendah. Betapa banyaknya orang kaya yang tidak mau membayar pajak yang dapat
dijaring sangat rendah. Betapa banyaknya orang kaya tidak mau membayar pajak
yang dapat diketahui dari kasat mata seperti orang yang memiliki rumah dan
mobil mewah,
pengusaha pemilik toko di plaza, orang yang berpergian ke luar negeri tamasya.
Bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia dimana jumlah pembayar pajak
penghasilan telah mencapai 4,2 juta atau kira-kira 18% dari seluruh penduduk,
bila dibandingkan dengan Indonesia angka ini tidak lebih dari 3% dari seluruh
penduduk Indonesia.
Fiskal luar negeri agar dicabut
Meningkatkan pendapatan pajak tidak terlalu sukar, tetapi meningkatkan pajak
dengan cara yang adil tidak mudah. Mengenakan fiskal luar negeri sangat mudah,
tetapi tidak adil, tidak ada kepastian hukum, diskriminatif, bertentangan
dengan Undang-undang Dasar 1945, oleh sebab itu peraturan tentang pengenaan
pajak kepada orang yagn bertolak ke luar negeri harus dicabut. Yang pasti
fiskal luar negeri tidak adil karena mengenakan pajak atas orang yang tidak
mempunyai penghasilan atau mempunyai penghasilan yang kecil dan tidak merugikan
orang kaya dan pengusaha karena pajak tersebut adalah angsuran pajak.
Masih banyak penyelundup pajak yang tidak dapat dijaring oleh aparat pajak
karena berbagai alasan seperti kelihayan mengelabui aparat pajak melali
manipulasi pembukuan, tidak pernah melapor, aparat pajak yang bekerjasama
dengan penyelundup pajak, wajib pajak yang merasa memiliki kekebalan karena
kekuasaan. Dan yang paling menentukan adalah ketidakmampuan aparat pajak untuk
melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi, dll.
Khususnya kebijakan yang tidak matang seperti membebaskan fiskal dan kemudian
memberlakukannya kembali membuktikan bagaimana mudahnya aparat pajak mengambil
kesimpulan yang menyangkut beban masyarakat banyak tanpa didasarkan atas
undang-undang atau persetujuan dari wakil rakyat. Kita masih jauh dari suatu
pemerintahan yang sekarang dikenal dengan good public governance. Konsep ini
baru merupakan penghias yang menutupi kekurangan dari sistem pengaturan.
Pemilihan umum yang baru berlangsung tidak banyak dapat diharapkan membawa
perubahan, karena pemilihan hanya pergantian dan kekuasaan dan pergantian
kesempatan. Dan peringkat Indonesia menurut versi International Transparancy
masih tidak akan berubah termasuk lima negara yang paling korup di antara 120
negara di dunia ini.
mampus… panjang aja.. hehehe
males bacanya euyy…
ho oh …
Aduhhh… aku pusing bgt bacanya…. itu cuma masalah fiskal aja belum yang lainnya.
terasa banget deh buat orang seperti aku ini. yang kebetulan pengangguran. trus kebetulan ada keluarga yang sakit di negara tetangga. sedangkan uang pas pas an. belum bikin paspor yang cukup menyesakan dada. bayangkan paspor yang yang harganya 200 rebu bisa menjadiu 4 kali lipat…. coba bayangkan
emangnya aku ini orang kaya yang selalu bisa bepergian keluar negeri. pusing…. pusing….
Sudah selayaknya fiskal luar negeri dihapuskan. Malu dong dengan luar negeri.
Kalau saja Megawati yang jadi presiden, mungkin tahun 2005 ini kita sudah bebas fiskal luar negeri.
INDO negara KKN duit fiskal ga jelas kemana (bukan hanya fiskal loh)… “semoga” orang2 munafik yg KKN itu diterima Allah !!!
Ya Gimana donk pemerintah,…cepat donk di hapus fiskal nya, ini aku alami yang kebetulan trainning di LN (Malaysia) setiap mau balik ke Indonesia trus pusing mikir FISKAL pas mau baliknya,…Tolong uiiiiii
yg bener tuh harusnya pemerintah tidak memakai penerimaan pajak sebagai sumber pendanaan negara yang utama, berdayakan donk BUMN & BUMD dan investasi pemerintah lainnya supaya bisa menghasilkan profit untuk kemakmuran bangsa :)
& seperti yg disebutkan Mr. Munaf, masih banyak kekurangan pada sistem perpajakan Indonesia :-? Kekurangan=kelemahan!! manfaatkanlah kelemahan tersebut sodara2 :d misalnya tentang fiskal, lihat saja PP 42 Thn 2000, ada celahkan untuk tidak kena fiskal? ;)
for Mr.Munaf, curhatnya di kelas donk, jangan di sini, capeee uey bacanya :d
kalo gitu kantor pajak = saya..hehe tukang palak..hidup pemalakan..kalo saya malaknya 1000..tapi kalo pajak 1000 x 1000..berapa tuh? 1juta untuk orang yang pergi keluarnegeri..duit kemana aja tuh? kalosaya buat bini saya melahirkan..wehehe..kalo kantor pajak buat gendutin perut juga kali yah…cacingan tuh duit tuh kalo sampe perut..piss:d
Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia
http://groups.yahoo.com/group/appindo
Updating News :
“2010, Pembayaran Fiskal Luar Negeri Akan Dihapus”
Source : Tempo Interaktif, 21 Nov 2005
Comment :
2010 ??? Lama nian… !! Diancuk tenan !
wah.. pak anwar boleh tu berjanji 2010 bakal di hapus fiskal nya.. nah kalo pak anwar uda lengser gimana? apa menteri pengganti bapak bakal melanjutkan misi bapak yang “mulia” itu..??
kalo saya ingat2 lagi.. fiskal digunakan semenjak krisis ekonomi.. apa iya? sebelum krisis jg pake fiskal fiskal an kok..
dan fiskal akan digunakan sampai sumber2 pengganti fiskal yang besarnya 1,3 T pertahun itu “ditemukan” ??? kalo saya boleh kasi masukan.. sekarang juga bisa kok pak.. emas di tembagapura (tahu ngga kalo emas disana dalam 1 minggu bisa di keruk ampe 500 kilo lebih).. gali aja dalem2 terus masukin ke lemari besi bank indonesia (indo bakal kaya.. so.. ga perlu fiskal fiskal an) daripada di kongkalikong ama pt. freeport (yg MoU nya aja ga jelas).. masa negeri sendiri dimiskinin.. dan negeri orang (usa) dikaya in..
God Bless this country.. :x:x:x
Sangat mendukung upaya penghapusan biaya fiskal. Memang pemerintah sekarang kurang kreatif dan responsif setra apresiatif terhadap warga negaranya. hal itu dibuktikan dengan pernyataan Menteri Pariwisata Bapak Jero Wacik KCM 1 Maret 2005 yang terkesan takut kehilangan pendapatan dari perjalanan turis domestik. Pemikiran Pak Menteri menurut saya sangat pintar untuk dirinya dan sangat bodoh untuk rakyat, beliau telah melakukan pembodohan terhadap rakyat Indonesia. Jika Pak Menteri membaca ini saya berharap anda dapat dengan bijak mengeluarkan pendapat. Menteri Pariwisata seharusnya membenahi sektor kepariwisataan dalam negeri sehingga rakyat tidak mau berwisata ke luar negeri karena dalam negeri sama indahnya dengan luar negeri. begitu caranya pak… (maaf bukan maksudnya mengajari, tapi memang anda patut untuk diajari). sekarang ini cuma orang kaya saja yang bisa ke luar negeri (kecian deh lu orang miskin) tidak tahu apa indahnya petronas twin tower, bersihnya orchard road, rapihnya MRT subway di Singapore.
Ayo mari kita dukung penghapusan Fiskal, karena itu merupakan kebijakan
kalo cuman usaha dari pemerintah doang, kayaknya juga percuma. Semuanya musti saling ngedukung!! dari yang”bawah” mpe yang “atas”. Kombinasi yang baik akan menghasilkan aktivitas dan hasil yang baik pula kan???:)\:d/
Mau protes atw teriak sekenceng apapun kayanya pemerintah jg gak bakalan memenuhi tuntutan ini ini deh..hiks..
:((
Untungnya gwe dah bermukim di luar…kagak kebayang harus bayar 1 juta tiap keluar negri..kasian kita yach..Emas ludes..minyak amblas..mo keluar dipalakin…bener bener mo kiamat nich….kalo indonesia kayak begini terus…bakalan bubar indonesia…jelas2 terbukti banyak sekali orang pinter indonesia keluar negri..ngeri hidup di negri sendiri…sabar yach…sabar….
Sekedar tambahan perspektif, di Inggris pemerintahnya juga memberlakukan pajak untuk perjalanan ke luar negeri terutama untuk pesawat terbang. Alasannya selain untuk pemasukan negara, juga untuk enviromental tax, karena pesawat terbang merusak lingkungan. Besarnya sekitar 5 pounds untuk short flights, 10-20 untuk long flights.
Alasan bahwa tiket murah tidak berlaku, karena tiket pesawat ke Eropa dari Inggris juga sangat murah, bisa sekitar 2 poundsterling untuk return ticket. Lalu ditambah tax/fiskal dan airport charge yang sekitar 30 pounds!
klo gw ga setuju fiskal dihapus, kan manfaatnya banyak….pastinya orang yang bisa pergi ke luar negeri kan orang-orang berduit…..salah sendiri pergi ke luar negeri…masak negara sering ketimpa bencana,kok malah ke luar sih :((
Soal fiscal saya setuju dihapus, masa’ kalau kita ke malaysia untuk melanjutkan studi harus bayar fiscal. Saya sangat keberaratan
Irfan
Seharusnya Fiskal dihapusin aja. Aku setuju tuh dengan pendapat kalo Fiskal membuat bangsa Indonesia seperti katak di dalam tempurung. Apapun alasan mereka yang ke luar negeri, mo itu buat shopping, belajar, ngunjungin kerabat or temen, busnis, atau cuma mo jalan-jalan.. Yakin deh pasti bisa ngebuka wawasan dengan “berkaca” dari negara lain. Contoh kecil aja.. Ngeliat bangsa lain bersih banget.. pasti dong pengen Indonesia juga bersih and gak bakalan ngebuang sampah sembarangan :) And pastilah masih banyak lagi….:)>-
Mengenai rencana pemerintah utk menghapuskan fiskal sy, fikir hanya bullshit sj, rencana jangka panjang, program flesibilitas alias program ngaret, dan secara pribadi sy mendukung penuh fiskal dihapuskan, alias td ada, so tdk ada lagi lahan korup, malahan sy sering liat fiskal bandara udara bisa dibayar 1/2 dari ketentuan, alias tawar – tawaran dibawah meja (emang pasar sayuran) :((, om Pri, sy mo nanya klu anak kecil or 12 tahun masih kena fiskal ga???, thanks ya
gua sebeeeeeeeeeeeeel banget ama fiskal, pemerintah indonesia kayak preman aja org mau keluar di mintain duit, ya namanya juga pemerintahan tukang palak
Adapun alasan diberlakukannya pemungutan fiskal katanya sebagai pajak di bayar dimuka dimana dapat di kreditkan waktu kita menghitung PPh tahunan untuk pajak penghasilan orang pribadi, mungkin pihak pajak takut kalo orang yang keluar negeri tidak kembali lagi atau lama baliknya jadi susah di tagihnya, juga mereka bilang bepergian ke luar negeri termasuk mewah? aneh ya? hari gini masih ada yang mempunyai pendapat seperti itu.
menurut saya itu cuma alasan yang di cari cari atau mungkin logika dan cara berfikir dari orang yang membuat dan menyetujui serta masih mendukung untuk memberlakukannya pungutan fiskal ini adalah manusia primitif, ketinggalan jaman, cara berfikir yang pendek, mementingkan kepentingan pribadi, mencari cara yang mudah, pemalas dan suka korupsi tentunya serta jarang di pakai otaknya, yang pasti tidak cerdas deh). Apalagi Fiskal saat ini cuma ada di Indonesia saja. Saya sampai bertekad tidak akan ke luar negeri selama adanya pemungutan fiskal mungkin sampai ajal tiba saya tidak akan ke pernah ke luar negeri (kasihan deh gue!!!). Menurut saya kita sebagai manusia hidup bebas di dunia ini (tanpa batas) mau ke ujung langit, ke dasar laut, ke ujung dunia, ke kutub utara, kutub selatan, bebas bebas saja selama itu tidak merugikan orang lain dan merusak dunia beserta isinya, itu hak asasi semua umat manusia sebagai ciptaan Tuhan dan kita berhak melihat keindahan dan keagungan ciptaanNya. Bikin Passport? lha buat apa wong tidak terpakai, cukup punya KTP dan Akte kelahiran saja, doggy juga punya akta kelahiran tuh, sama dong kita.
#34, anak-anak kurang dari 12 tahun belum kena fiskal tuh (Info dari http://www.mail-archive.com/milis@opisboy.or.id/msg05631.html)
#34, Anak kecil dibawah umur 12 tahun belum bayar fiskal pak! (http://www.mail-archive.com/milis@opisboy.or.id/msg05631.html)
dari anak bangsa (SMK ANGKATAN LAUT-2) : “to realize one’s mistake in life is truly a wisdom” :-w : mau bagimana lagi “kami tak mau kalah dan u juga tak mau kalah” dalam masalah wilayah ini yah kami sebagai anak indonesia mengaku malaysia lebih tinggi di banding negara kami:( .selalu ada problem2 yg menghebohkan di negara kami kami sadar…!! negara kami masih dalam PROSES . namun kami sebagai masa depan bangsa indonesia menjadikan bangsa ini yang terbaik semboyan kami : semua pasti mati tidak ada perbedaan antara kita ” I MAY KNOW ANY ABSOLITE TRULH.BUT THEN I REALIZE MY FOOLISHNESS,AND THERE LIES MY HONOUR AND REWARD”
wah..saya sih tidak setuju fiskal dihapuskan..
kalo fiskal dihapuskan, rakyat indonesia akan banyak yg keluar negri. akan menambah wawasan masyarakat indonesia. membuat bangsa ini maju. itu tidak bisa diterima. bangsa ini harus hidup seperti katak dalam tempurung. kalo bangsa ini sampai maju, nanti bagaimana singapura dan malaysia bisa hidup…hahaha..indonesia tidak boleh maju.
kalo mau sekolah, silahkan kuliah di dalam negri saja. biar ga usa belajar hal2 baru di luar negri yah..hehe..
lalu…semoga dengan adanya fiskal ini, akan mengurangi semangat orang2 indonesia untuk mencoba2 mencari rejeki di luar negri. sehingga rakyat2 dari negara lain tidak terganggu oleh arus manusia dari indonesia. indonesia ini besar loh…220 juta jiwa…coba bayangkan kalo sampai SDM indonesia keluar negri…wah..bisa penuh tuh singapura dan malaysia…hehe..
oleh sebab itu..demi menjaga keseimbangan sosial di dunia internasional…saya mendukung fiskal tetap ada..
kepada pemerintah indonesia, saya menghimbau..JANGAN MENGHAPUS FISKAL…karena akan membuat bangsa ini maju.
sekian dan terima kasih
Sepertinya banyak rakyat yang keberatan dengan kebijakan fiskal perjalanan LN ini. Termasuk saya.. Saya tetap tidak rela membayar 1jt, biarpun ‘katanya’ itu pajak di muka… gak ikhlas…
Kalo sekedar petisi kurang begitu yakin akan didengar… Gimana kalo uji materil ke Mahkamah Konstitusi? adakah peluang untuk membuat kebijakan ini dihapus?
salam kenal. mau tanya kalao kita udah pernah bayar fiskal sebelum kita ada NPWP pribadi, bisa di-reimburse ga yah? maksudnya dapat pengurangan tax (tax deductible) ??? sebel banget nih fiskal2 tengil…
waduh fiskal yah..
saya kerja di Direktorat Jenderal Pajak, secara pribadi saya sangat setuju kalo fiskal luar negeri itu dihapuskan, secara proses klo mo minta kredit pajak akibat bayar fiskal itu susah, amat birokratis..
tapi emang tahun 2010 itu akan dihapuskan, secara sah, tak peduli siapapun menteri keuangannya hal ini tetap akan dilaksanakan, karena ini udah jadi amanat Undang-Undang Perpajakan yang baru.
tapi klo dikantor saya, sebenernya banyak yang gak setuju, karena memang penerimaan kita dari fiskal ini cukup besar. tapi klo secara keilmuan hal itu sebenernya gak sepenuhnya benar, karena fiskal itu adalah pajak dibayar dimuka(prepaid tax) jadinya diakhir tahun mestinya dapat dikreditkan.
terhadap alasan saudara Priyadi, sebagian bener emang tapi sebagian lagi kurang tepat. karena sebenernya di Republik ini, gak semua orang yang keluar negeri harus bayar fiskal, ambil contoh pelajar, TKI, misi kebudayaan, dan lainnya, tapi sekali lagi ngurus surat keterangan bebas fiskal itu gak mudah, cukup birokratis. klo saya sebagai pegawai Direktorat Jenderal Pajak, berpendapat yang kayak gitu hapusin aja lah.bikin susah aja.
tapi ternyata, selain hal tersebut ada hal lain yang bisa dijadikan justifikasi dalam mempertahankan Fiskal Luar Negeri sampai dengan 2010, ini bisa dijadikan instrumen dalam melakukan ekstensifikasi bagi Wajib Pajak baru, yang ini saya setuju, karena Indonesia itu sifat perpajakannya itu sangat aneh.
kalo dalam teori pendapatan nasional, mestinya kalo penerimaan pajak itu meningkat maka mestinya ada hubungan positif dengan pendapatan nasional dimana mestinya pendapatan tiap orang juga berarti meningkat, nah ini gak kejadian di Indonesia, dimana penerimaan pajak dari tahun ketahun meningkat tapi ternyata pendapatan masyarakat gak meningkat juga, tidak adanya perbaikan sektor ekonomi lain, serta terlihat dari berbagai data ekonomi bahwa masyarakat miskin kita dan angka pengangguran itu bergerak naik atau bergerak turun dengan sangat pelannya..
jadi yah gimana?itu tadi, kalo menurut saya untuk menambah Wajib Pajak kita agar memberikan kontribusi langsung terhadap penerimaan negara, masih perlu lah fiskal luar negeri dipertahankan sampai 2010.
tapi sekali lagi, kalo emang bisa 2008, yah hapuskan aja..
Sangat setuju, banyak orang yang terutama yang tidak mengerti selalu merasa tertipu,bagaimana dengan pekerja asing sosial apakah juga harus bayar fiskal?
Bagaimana dengan orang sakit yang harus mencari pengobatan diluar negeri haruskah bayar fiskal?
saya sangat setuju dengan penghapusan fiskal ,masih banyak cara lain untuk menambah penghasilan negara
THE REPUBLIC OF INDONESIAN TAXPAYERS ASSOCIATION (RITA)
http://www.appri.uni.cc