Tuna Netra dan Situs Web

[Kompas](http://www.kompas.com) kemarin memuat sebuah artikel [“Siapa Bilang Tunanetra Tak Butuh Akses Internet…”](http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/01/humaniora/1656940.htm). Artikel tersebut membagas mengenai bagaimana seorang tunanetra dapat membaca situs web, yaitu dengan menggunakan indera pendengaran:

> Secara sederhana dapat digambarkan, penyandang tunanetra yang ingin mengakses internet menggunakan screen reader cukup menguasai kemampuan mengetik sistem sepuluh jari. Selebihnya, mengandalkan indera pendengaran. Di samping membaca teks, suara dari komputer akan memandu untuk menggunakan navigator pada keyboard (papan tombol).

Kesulitan seorang tunanetra di Indonesia adalah situs-situs web cenderung sulit untuk diakses dengan menggunakan alat bantu tuna netra. Menurut saya hal tersebut wajar mengingat hampir semua (atau semua) situs berita Indonesia tidak ‘aksesibel’.

> Selama ini tunanetra yang mengoperasikan komputer dibantu peranti lunak itu sering kali kesulitan untuk menavigasi situs-situs di internet. Itu karena struktur tampilannya sangat rumit. “Selain situs Mitra Netra, saya belum menemukan situs internet Indonesia yang dibuat untuk tunanetra,” ungkap Aris yang sedang menekuni pembuatan situs internet. Karena itu, ia lebih memilih situs-situs asing yang sudah web accessibility, seperti BBC (www.bbc.co.uk) atau CNN (www.cnn.com).

Mungkin rekan-rekan penyandang tuna netra dapat melirik blog sebagai tempat alternatif untuk mendapatkan informasi di Internet. Persentase situs blog yang aksesibel lebih besar daripada situs non blog. Hal ini disebabkan karena hampir semua perangkat lunak blog memiliki keluaran yang aksesibel setelah diinstall untuk pertama kalinya. Banyak penulis blog juga ‘secara religius’ mengusahakan tampilan yang aksesibel, misalnya dengan cara memasang tag *alt* pada gambar, tidak menggunakan Flash secara berlebihan, dan menggunakan tag *abbr* atau *acronym* untuk singkatan/akronim.

Yang saya belum ketahui adalah fasilitas pembaca RSS baik *offline* maupun *online* yang dapat digunakan dengan mudah oleh para penyandang tuna netra.

Salah seorang teman juga mengatakan bahwa salah satu kesulitan penderita tuna netra adalah tidak tersedianya fasilitas *text-to-speech* berbahasa Indonesia. Saya tahu paling tidak ada dua kelompok yang membuat *text-to-speech* di Indonesia, tapi saya tidak tahu apakah perangkat lunaknya tersedia untuk dipasang di komputer penyandang tuna netra.

25 comments

  1. Selama para petinggi situs berita Indonesia masih “egois”, kayaknya faktor aksesibilitas bisa kita lupakan dulu.

    Selama para desainer web masih “egois” soal “bell & whistles” kayaknya faktor aksesibilitas cuma mimpi saja.

    Selama para klien masih lebih mementingkan keinginan mereka ketimbang keinginan user/visitor, faktor aksesibilitas hanya manis dimulut saja.

    *Pengalaman mem’promosi’kan aksesibilitas web selama hampir 5 tahun…*

  2. Hmm, kalo mau baca detik mungkin bisa pake detik.usable? (Not that I recommend reading detik anyway. But that’s another story.)

    Tapi ini salah dan oxymoron sih memang, masa tiap site mesti ada org third-party yg bikinin softwarenya hanya supaya usable.

    Saya rasa sebagian besar org (terutama yg otak bisnis, yg ngalirin dana utk project2 web) itu masih buta soal accessibility, mereka belum aware aja, bukannya sengaja egois sih saya rasa. Tapi karena nggak kepepet jadi nggak mau repot, dianggap enteng aja.

    Awareness itu biasanya muncul kalo yang menyuarakan banyak. Dalam hal ini tentu saja lebih sulit kalo nunggu banyak yg bersuara. Maka di kebanyakan negara accessibility itu dibacking dg landasan hukum/undang2. Misalnya kayak di Canada kalo gak salah itu government sites harus accessible menurut guidelines yg udah ditetapkan, dan yg bikinnya bisa diaudit utk enforce ini.

    Jadi suara rakyat (sekecil apa pun suaranya) seharusnya bisa diteruskan ke perwakilannya untuk kemudian dijadikan legislasi. It won’t be a panacea but it’s a start.

  3. Ketika lagi maen ke jakarta, kakak temen saya yang seorang aktifis LSM tentang tuna netra pernah cerita, beliau sedang mencoba menghubungi Pak Arry Akhmad
    Arman, dosen elektro ITB yang sedang mengembangkan algoritma text to speech. Entah bagaimana kelanjutannya.

    Okay… kalo udah ada aplikasi, tetep aja harus ada penyedia informasi yang akan di-suara-kan. Bener bahwa di sini RSS sangat berperan. Bayangkan kalo semua situs berita se-belagu detik, wah.. seperti kata pakar media, semua ini hanya mimpi.

  4. #3: Pak AAA adalah salah satu dari dua orang developer TTS yang gua maksud di atas. Sedangkan satu lagi adalah sang CEO kita sendiri , yaitu om Adinoto :). Coba suruh kakak temennya kontak Adinoto, katanya orangnya sih *ehm* *ehm* programnya lebih bagus daripada yang punya AAA :P

  5. Oke.. Nanti aku coba menjembatani mereka berdua deh :D

    btw, AAA apanya AA yach ? AAA = Ah Anne Ahira ? :D

    Kenapa Pakar Media tidak menyumbangkan ipod-nya ato mengembangkan podcasting untuk tuna netra?

    Hi Pakar Media™

  6. Bukannya RSS yg skrg pun mestinya udah bisa digunakan?

    Yg membuat jadi belum bisa digunakan mungkin dr text-to-speech yg belum ada bahasa Indonesianya. Dan kalo RSS contentnya tidak accessible (misalnya contentnya html trus ada img yg tidak ada/kosong tag altnya), itu problemnya di contentnya sih. RSS nya sendiri mestinya bisa digunakan toh?

    Atau saya salah ngerti maksudnya nih?

  7. #6: saya juga sudah cek, tapi kesalahannya sangat minor (ada dobel id). jadi mungkin masih bisa ditolerir oleh screen reader. beda dengan detikcom misalnya :)

  8. buat pri dan bad-hanoman.
    Pengalaman saya waktu membantu teman-teman tuna netra di Yogyakarta, permasalahan screen reader itu *sepertinya* permasalahan penggunaan tag html.
    Penggunaan frame maupun iframe, menyulitkan screen reader. Itu mengapa detik tidak bisa dibaca, misalnya oleh program JAWS-nya om bil.
    Namun hampir semua situs website bisa dibaca oleh program ini. Nah, sebuah situs yang tableless akan lebih memudahkan program ini untuk mengurutkan pembacaan isi layar/monitor. Karena screen reader membaca sesuai urutan tampil.
    Oh ya, banyak website yang tidak valid xhtml, dikarenakan dia memakai php atau asp yang membuat munculnya url dengan ? atau =. Tapi tetap bisa dibaca oleh screen reader dengan mudah. (eh, tapi tetep kalau tuna netra sulit membayangkan alamat dengan banyak angka, ? atau = ya.. hehe)

    *sok teu mode on*:-“

  9. Oh ya, banyak website yang tidak valid xhtml, dikarenakan dia memakai php atau asp yang membuat munculnya url dengan ? atau =.

    Hm? Apa hubungannya pake PHP/ASP dan URL dengan ? atau = (HTTP GET method) dengan validitas XHTML? HTTP tidak harus selalu berisi HTML kok. Dan validitas XHTML tidak tergantung apakah documentnya dideliver lewat HTTP atau tidak.

  10. Web teman saya bentar lagi dah tobat, alias mematuhi standar W3C. Apakah Mas Lantip dan Mas Pri mau bantuin untuk cek tampilannya di berbagai browser yang dimiliki? Khusus Mas Lantip mungkin bisa memberikan masukan / saran untuk kompatibilitas dengan tuna netra ?

  11. iya maksudnya itu

    *main aman. hihihihihi*

    buat mas Bad Hanoman, wah saya tersanjung, saya bukan siapa-siapa kok mas (genit mode on)

  12. no 11:

    (misalnya contentnya html trus ada img yg tidak ada/kosong tag altnya)

    bukan alt tag, tetapi alt text. alt bukan tag, tapi atribut

Leave a Reply to Ronny Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *