Open Source, Kita Pantas Memilikinya

Sebuah artikel di harian [Sinar Harapan](http://www.sinarharapan.co.id/) dengan judul [Open Source, Pantaskah Kita Memilikinya](http://www.sinarharapan.co.id/berita/0506/30/ipt02.html) membahas perangkat lunak Open Source. Hanya saja artikel tersebut memuat pernyataan-pernyataan yang tidak akurat yang mengarah ke FUD.

> Namun semua itu sebenarnya masih bisa dibilang tak pasti. Karena tak adanya garansi mengenai kemampuan jenis software, mereduksi semua keinginan pemakai. Hingga para pemakai tak akan bisa mengklaim apa pun bila ternyata jenis perangkat lunak ini ngambek, dan tidak mau menjalankan fungsinya.

> …
> Dengan memakai perangkat open source, segala kemungkinan dapat saja terjadi. Bahkan kejadian yang paling buruk, seperti tak berfungsinya semua sistem bisa terjadi. Jelas ini akan menghambat laju perusahaan, yang berarti juga kerugian akibat berkurangnya faktor produksi. Dan inilah sulitnya, karena para pengacara kita tentu juga tak akan mudah untuk menentukan akan menuntut siapa, pada kasus ini. Sementara kerugian dan keluhan para konsumen terbayang di depan mata.

Lalu apakah perangkat lunak non Open Source menyediakan garansi seperti yang disebutkan di atas? Ini adalah petikan dari [EULA Microsoft Windows XP Professional](http://www.microsoft.com/windowsxp/pro/eula.mspx):

> Except for any refund elected by Microsoft, YOU ARE NOT ENTITLED TO ANY DAMAGES, INCLUDING BUT NOT LIMITED TO CONSEQUENTIAL DAMAGES, if the Productdoes not meet Microsoft’s Limited Warranty, and, to the maximum extent allowed by applicable law, even if any remedy fails of its essential purpose.
> …
> Except for the Limited Warranty and to the maximum extent permitted by applicable law, Microsoft and its suppliers provide the Productand support services (if any) AS IS AND WITH ALL FAULTS, and hereby disclaim all other warranties and conditions, either express, implied or statutory, including, but not limited to, any (if any) implied warranties, duties or conditions of merchantability, of fitness for a particular purpose, of reliability or availability, of accuracy or completeness of responses, of results, of workmanlike effort, of lack of viruses, and of lack of negligence, all with regard to the Product, and the provision of or failure to provide support or other services, information, software, and related content through the Product or otherwise arising out of the use of the Product. ALSO, THERE IS NO WARRANTY OR CONDITION OF TITLE, QUIET ENJOYMENT, QUIET POSSESSION, CORRESPONDENCE TO DESCRIPTION OR NON-INFRINGEMENT WITH REGARD TO THE PRODUCT.

Kesimpulannya? Dalam hal ini Windows XP Professional tak berbeda dengan perangkat lunak Open Source. Pemakai tidak dapat mengklaim apapun jika Windows XP Professional tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

> Pertama yang perlu diketahui dari perangkat lunak tersebut adalah keterangan mengenai siapa nama pengarang asli dari sistem operasi perangkat lunak tersebut. Sebab dengan mengetahui namanya, paling tidak kita telah memiliki jaminan apakah jenis perangkat lunak tersebut dapat kita pergunakan.

Ini adalah hal yang sangat tidak realistis. Sebuah distribusi Linux bisa jadi ‘dikarang’ oleh lebih dari sepuluh ribu orang. Tentunya tidak realistis untuk mencatat seluruh orang yang berkontribusi dalam membuat distribusi Linux tersebut. Selain itu nama pembuat tidaklah relevan dengan yang kita butuhkan. Apakah kita menggunakan sebuah perangkat lunak hanya karena nama pembuatnya? Tentu tidak.

>Adanya nama pengarang juga membuat kita memiliki daftar kemampuan per individu para programer tersebut. Dan nantinya, apabila kita tak suka pada jenis perangkat lunak tersebut, kita dapat membuangnya, dan mem-black list nama tersebut dalam daftar software berbasis open source yang bisa di-download.

Perangkat lunak Open Source bersifat terbuka, artinya kode sumbernya tersedia dengan bebas. Namun bukan hanya itu, proses pengembangan perangkat lunak Open Source juga bersifat terbuka. Artinya, walaupun perangkat lunak Open Source tertentu masih dalam tahap pengembangan dan masih jauh dari selesai, perangkat lunak tersebut dapat kita *download*. Akibatnya perangkat lunak yang berbeda dari pemrogram yang sama bisa jadi memiliki tingkat kualitas yang berbeda, tergantung dari berbagai macam faktor. Di antaranya adalah: jumlah kontributor selain pemrogram yang bersangkutan dan kematangan program. Program yang 80% jadi tentunya berkualitas lebih baik daripada program yang 20% jadi.

Artinya, nama pengarang sebuah perangkat lunak Open Source bukanlah jaminan kualitas perangkat lunak Open Source. Masih banyak faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kualitas sebuah perangkat lunak Open Source.

> Kemudian hal lain yang bisa dilakukan adalah melakukan penjajagan mengenai perangkat lunak yang akan dipergunakan. Biasanya para programer perangkat lunak tersebut, akan meninggalkan alamat untuk menghubungi mereka. Catat alamat tersebut dan simpan baik-baik. Sebab kemungkinan itu akan berguna bila kita menemui kesulitan dalam pemakaian perangkat lunak.

Sebagian besar pemrogram perangkat lunak Open Source menulis programnya pada waktu luangnya tanpa dibayar. Menanyakan hal-hal sederhana kepadanya hanyalah akan membuang-buang waktu pemrogram tersebut. Jika hal yang anda tanyakan tidak berkualitas menurut pemrogram tersebut, kemungkinan besar anda tidak akan mendapatkan jawabannya.

Seandainya pemrogram tersebut dibayar untuk menulis program Open Source pun, biasanya pemrogram tersebut tidaklah dibayar untuk memberikan dukungan teknis ke *end user* secara langsung.

Lalu bagaimana mendapatkan dukungan teknis untuk perangkat lunak Open Source? Carilah *mailing-list* (atau forum online, atau *newsgroup*) dari proyek tersebut dan tanyalah ke media tersebut. Jangan habiskan waktu pemrogram dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang dapat dengan mudah dijawab oleh pengguna lain.

> Jangan lupakan juga meminta izin kepada sang pencipta sistem perangkat lunak. Karena ini berhubungan juga dengan bentuk penghargaan kita terhadap karya cipta mereka. Pengalaman kita dari peristiwa terdahulu seharusnya kita jadikan pelajaran. Biar bagaimanapun, hak cipta merupakan hal yang patut diperhatikan.

> Dengan adanya sikap permisif yang direspons para pembuat program juga, paling tidak membuat lahirnya jaminan mengenai bonaviditas perangkat lunak tersebut. Adanya izin dari pencipta program, membuat kita lebih nyaman dalam memakai perangkat lunak tersebut. Selain juga menemukan tempat bertanya yang paling baik, bila kita memiliki masalah dalam pemakaian perangkat lunak tersebut.

Ini adalah hal yang tidak perlu. Sebuah perangkat lunak Open Source memiliki lisensi yang dapat dibaca pada distribusi perangkat lunak yang bersangkutan (biasanya pada berkas LICENSE). Meminta izin kepada pemrogram juga tidak realistis. Sebagaimana telah saya utarakan, sebuah distribusi Linux dapat saja dibuat oleh lebih dari sepuluh ribu kontributor.

> Namun perlu diingat juga. Keputusan kita untuk memakai program gratisan berbasis open source ini, sebenarnya juga memiliki ancaman yang tak kalah penting. Apalagi pada bisnis-bisnis penting, yang memerlukan keandalan perangkat untuk memuluskan perjalanan keprofesionalan perusahaan.

Keandalan perangkat lunak bukan Open Source pada bisnis-bisnis penting, yang memerlukan keandalan perangkat untuk memuluskan perjalanan keprofesionalan perusahaan™ dapat dilihat pada situs-situs berikut ini: [zem.squidly.org](http://zem.squidly.org/bsod/), [windowcrash.com](http://www.windowscrash.com/), [theinquirer.net](http://www.theinquirer.net/?article=13280), [dognoodle99.cjb.net](http://www.dognoodle99.cjb.net/bsod/), [cnn.com](http://edition.cnn.com/TECH/computing/9804/20/gates.comdex/), [daimyo.org](http://daimyo.org/bsod/). Benar-benar mengangkat *image* profesional perusahaan bukan? :)

28 comments

  1. relax, bung pri…
    mungkin saja pertanyaan tersebut timbul dari ketidaktahuan tentang apa sebenarnya open source tersebut :)

    pantas? Jelas Pantas!!
    Sudah miskin masa harus sombong sih? Kalo emang pantasnya Open Source dulu, ya open source lah… :D

  2. Penulisnya mungkin pernah kecewa dengan apa yang kemudian dia sebut sebagai “open source” disini. Itu aja. :-w

  3. sabar pri, sabar :)>-
    kan baru sembuh :)

    dari tulisannya kan dah ketahuan tuw :) mungkin waktu itu yang nginstallin ‘open source’ buat dia lupa ngaktifin modus GUI nya … :”>

    tapi emang artikel yg parah …
    mestinya sebagai penulis mbok ya dia itu kaya dan brown atau michael crichton atau John Grisham atau Jogiyanto HM :P (bukan novel/bukunya, tapi riset yg mendalam untuk mendukung tulisannya itu)

  4. Tolong dikasih tahu dong nama penulisnya biar bisa muncul lagi hi hi berikutnya biar yang awam nggak tersesat sama orang2 yang seperti ini

  5. Coba ya dijawap di media yang sama ya, jangan di blog ya [-x
    ya sudah cetak saja jawapan di atas dan kirim ke koran tsb

  6. #8: ya ya ya, udah dibenerin :)

    #7: udah dikirim ke salah satu wartawan SH, om IMW juga udah ngirim.

    #6: nama penulisnya gak ada, cuma ada inisial ‘sig’

  7. Pada early bird nih yah \:d/

    Gimana kalo kita kirim sama – sama ajah? Kan bagus tuch, bargaining power-nya lebih gede (or bikin Google Bomb lagi?).

    PS: ada yang tau ga yah distro yg bagus buat laptop selain linspire (dan bisa di download gratis)?

  8. #10 Ubuntu, tapi paling enggak RAM laptop 192MB dan processor PIII-500MHz. Alasannya karena sedang trendy (jadi banyak supporter buat nanya) dan cuman 1 CD, karena pilihan softwarenya pas hanya yang perlu perlu saja.

    Kalo mau sedikit bloated, pilih Fedora, tapi hati hati, update cycle-nya cepat sekali, palign gak 6 bulan sekali ganti baru.

    Kalo mesin laptop spec-nya lebih rendah dari di atas, cobain Vector Linux 5.0

  9. “Dengan memakai perangkat open source, segala kemungkinan dapat saja terjadi. Bahkan kejadian yang paling buruk, seperti tak berfungsinya semua sistem bisa terjadi. Jelas ini akan menghambat laju perusahaan, yang berarti juga kerugian akibat berkurangnya faktor produksi.”

    Dodol juga ini penulis, mestinya kalo sudah untuk dipakai di level corporate, development lifecycle perlu diikuti secara benar. Gak bisa dong main install saja, kudu ada development system – staging system – production system.

  10. Memang sepertinya komunitas ‘opensource’ agak kurang sepakat dengan konsep property right buat software ya ? Nggak semua sih, tapi bbrp person, saya liat banyak tidak setuju dengan paten software, ijin pada creator terdahulu, dsb. Saya liat tulisan rekan2 di sini juga mengarah ke sana.

    Saya juga orang opensource, dan bbrp rekan juga, tapi lebih concern ke konsep ‘open’-nya, ketimbang ‘public lisensing’nya.

  11. #14: wah, kata siapa? kalau gak ada intellectual property right, maka gak akan ada opensource, adanya public domain :)

    soal izin ke creator itu adalah redundant karena sudah ada di lisensinya, apa kita mau minta izin ke bill gates setiap mau pakai windows? kan ngga

    kalau soal paten, itu isu lain lagi, sebenernya gak ada hubungan langsung dengan opensource. yang jelas mematenkan software itu mirip dengan mematenkan rumus matematika.

  12. sebagian besar massa komputer indonesia menyebut “I hate M$” (terutama yg tahu ( dan berkecimpung di open source ) ) yg ironisnya masih menggunakan produk2 M$ . Jadi bisa dibilang itu hanyalah ucapan di mulut tidak juga di hati. Saya pribadi juga masih menggunakan M$ palagi kalo di warnet , masih banyak yg menggunakan M$ (walaupun dah di sweeping) . Jadi harus bagsimana ? pake M$ dan bisa internet atau gak usah pake internet karena gak mau pake M$ . Karena kita atau saya tenbtu gak berani maksa si pemilik warnet buat mengganti sistem mereka ke OS opensource atau gratis semisal LInux , FreeBSD ataupun Be OS.

    Mungkin saja ulasan di koran itu merupakan cara M$ berpromosi terkait kebijakan baru M$ untuk me rentalkan aplikasinya ke pihak pengelola warnet di Indonesia.

  13. hmm… kelihatannya cuma sesederhana penulis tidak memiliki pemahaman yang cukup soal open source itu apa… hmm m tapi dampaknya kok ya ga sederhana ya? disinformation age? ^:)^

  14. Setelah bertanya dengan temen di Sinar Harapan, ternyata hal tersebut terjadi karena penulis masih baru dalam dunia Open Source (atau dunia TI).

    Jadi mungkin penulis mencerna dari sumber yang kurang tepat. Bukan karena sodoran FUD dari sumber tertentu (mudah-mudahan).

    Jadi tenang-tenang, orang perlu waktu untuk belajar.

  15. #23. belajar? hehehe, bukankah kita sudah “teriak2” opensource lebih dari 5 tahun lalu? kalau belajar terus kapan pintarnya dong :D

  16. Guru aja dari jaman dulu sampai sekarang tetep bilang. Hayoo murid-murid, kalian harus belajar. Lha muridnya tiap tahun ganti terus.

  17. selmt sore indonesia ….

    8-|

    mo tanya, saya mau install bhs pemrograman di ubuntu bisa ga …? pake apa yang bagus n bisa saya dapat dimana ….?

    Terimkasih banyak sebelumnya…

Leave a Reply to IMW Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *