Tanggapan Saya Atas Pernyataan Menkominfo Sofyan Djalil

Hari ini, Menkominfo Sofyan Djalil merespon editorial Koran Tempo tentang [foto rekayasa presiden](http://korantempo.com/korantempo/2005/12/16/Editorial/krn,20051216,94.id.html). Tanggapan beliau dimuat dalam kolom opini yang berjudul [Tanggapan Atas Editorial Koran Tempo](http://www.korantempo.com/korantempo/2005/12/19/Opini/krn,20051219,72.id.html).

> Dalam alur logika inilah kemudian menjadi sangat jelas maksud dari aparat penegak hukum menginterogasi Herman. Penegak hukum yang paham tentang watak Internet menjadi aktif bergerak mengamankan kepentingan publik (bukan sekadar kepentingan Presiden atau yang dituduhkan oleh Koran Tempo sebagai mereka yang berada di “Ring 1”).

> Artinya, kasus ini juga dapat meluas kepada kepentingan publik selain Presiden. Siapa pun warga negara Indonesia yang mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan di dunia cyber dapat menyampaikan pengaduan kepada polisi dengan alasan yang sama, merasa diperlakukan dengan tidak menyenangkan, dihina, atau dengan beragam alasan yang didasarkan pada hukum perdata dan pidana.

Saya pribadi setuju dengan argumen Sofyan Djalil bahwa perbuatan di Internet harus dapat dipertanggungjawabkan di dunia nyata. Walaupun demikian, saya merasa Pak Sofyan Djalil perlu memperhatikan kasus ini secara lebih seksama.

**Pertama**, Herman diciduk atas dasar [Pasal 134, 136 dan 137 dari KUHP](https://priyadi.net/archives/2005/12/14/pasal-pasal-kejahatan-terhadap-martabat-presiden-dan-wapres/). Ini adalah pasal-pasal yang sudah berlaku sejak Indonesia merdeka. Walaupun demikian realisasi dari pasal ini tidaklah konsisten. Pada masa orde baru, jika seseorang mengkritisi Presiden, maka dia bisa dituntut dengan menggunakan pasal ini. Sedangkan saat ini, pasal tersebut sangat jarang digunakan untuk keperluan tersebut. Hal ini bisa mengesankan bahwa pasal-pasal seperti ini sudah tidak lagi berlaku.

Selain itu, bagaimana media massa bisa dengan bebas menampilkan karikatur dari tokoh-tokoh pemerintahan. Apakah hak dan kewajiban mereka berbeda dengan hak dan kewajiban Herman?

Sebagai informasi, ini adalah kutipan dari Pasal 137 ayat 1.

> Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau **lukisan** yang berisi **penghinaan** terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Saya beri penekanan kepada kata ‘lukisan’ dan ‘penghinaan’. Jika Herman melakukan hal ini hanya untuk iseng, mengapa media massa boleh melakukannya dengan alasan yang lebih daripada itu? Saya yakin anda yang pernah membaca tulisan dari Herman pun paham bahwa Herman melakukannya bukan untuk menghina Presiden.

**Kedua**, Presiden sama sekali tidak mengetahui adanya kasus ini pada saat Herman diperiksa oleh kepolisian. Sehingga ini jelas-jelas bukan tuntutan atas pencemaran nama baik atau perbuatan yang tidak menyenangkan dari Presiden sendiri.

Apakah dapat dibenarkan jika polisi langsung bertindak menggunakan pasal-pasal delik aduan tanpa adanya tuntutan dari yang merasa dirugikan? Sedangkan yang bersangkutan pun tidak merasa dirugikan.

\*\*\*

Saya mengerti kalau Pak Sofyan Djalil mungkin sudah menerima banyak SMS dari pihak-pihak tertentu yang merasa terancam atas publikasi dari kasus ini. Tetapi saya tetap berharap Pak Sofyan Djalil bisa menanggapi kasus ini dengan lebih arif dan bijaksana seperti yang ditunjukkan oleh Bapak Presiden kita sendiri.

66 comments

  1. Jika ingin menggunakan sebuah pasal yang berkaitan dengan sebuah kasus, maka setiap kata dalam pasal tersebut harus dibuktikan benar.

    Kalau disambungkan dengan Pasal 137 ayat 1 itu dan disambungkan juga dengan “Herman tidak bermaksud menghina”, berarti kata “penghinaan” dalam pasal sudah tidak sesuai. Dengan kata lain, pasal tersebut tidak dapat dipakai untuk kasus ini.

    Tapi yg beginian memang harus dibuktikan..

    Trus, kesan bahwa pasal tidak berlaku, IMO, mestinya gak bisa dipake. Pasal ya tetap berlaku sampai dinyatakan tidak berlaku.

    cmiiw..

  2. ga ada salahnya kita menghormati orang lain palagi presiden, karena kita kadang juga butuh dihormati oleh orang lain. so ya udahlah kasus herman bisa dijadikan pelajaran. biar mengendap kasian herman tuh dah mulai tenang kok jadi kita yg uring2an

  3. #1: lho, saya gak pernah menyangkal hal tersebut kok :)

    #4: gini lho, dulu mengkritik presiden bisa dikenakan pasal2 ini, tapi sekarang gak bisa, padahal pasalnya masih berlaku. ini yang gua pertanyakan.

    #6: lho, siapa yang bilang saya gak menghormati pak presiden? justru saya menaruh hormat yang mendalam kepada beliau :)

  4. btw. Pri, tulisanmu agak rancu.
    Selama pasal tersebut masih tercantum di KUHP, itu masih tetap BERLAKU. Tidak ada yang namanya kesan tidak berlaku. Pasti masih berlaku, meskipun pasal jaman belanda sekalipun. Titik.

    Mengenai lukisan/tulisan yang menghina Presiden, sebaiknya ditulis juga URL/sumber-nya supaya jelas lukisan/tulisan mana di media massa yang menghina Presiden. Karikatur bergambar Presiden BELUM TENTU menghina.

    Meskipun Presiden secara pribadi tidak tahu, polisi wajib memeriksa dugaan seperti apa yang tertulis di KUHP itu. Bedakan Presiden sebagai pribadi dan lembaga. Pasal penghinaan itu adalah terhadap lembaganya sebagai Kepala Negara.

  5. #8:

    Selama pasal tersebut masih tercantum di KUHP, itu masih tetap BERLAKU. Tidak ada yang namanya kesan tidak berlaku. Pasti masih berlaku, meskipun pasal jaman belanda sekalipun. Titik.

    pasalnya memang 100% masih berlaku, tapi *realisasi*nya yang jauh berbeda dari masa ke masa. itu point saya. contohnya lihat #7.

    Karikatur bergambar Presiden BELUM TENTU menghina.

    begitu pula dengan gambar buatan si herman.

    Meskipun Presiden secara pribadi tidak tahu, polisi wajib memeriksa dugaan seperti apa yang tertulis di KUHP itu. Bedakan Presiden sebagai pribadi dan lembaga. Pasal penghinaan itu adalah terhadap lembaganya sebagai Kepala Negara.

    yang nomer 2 itu tanggapan terhadap sofyan djalil yang bilang “Siapa pun warga negara Indonesia yang mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan di dunia cyber dapat menyampaikan pengaduan kepada polisi dengan alasan yang sama”

    masalahnya SBY tidak pernah menyampaikan pengaduan, tahu masalahnya pun tidak kalau si enda gak bilang waktu itu.

  6. Ingat om pri penghinaan kepada Presiden bukan delik aduan !. Tanpa Presiden tahu pun, polisi sudah bisa menciduk tersangka.

    Delik aduan hanya berlaku untuk kasus penghinaan bagi warga negara biasa, baik dalam kapasitanya pribadi maupun jabatan.

  7. :d:x:)>-Yang jelas saya bangga liat anda2 sekalian “orang2 pinter” lagi ngebahas masalah ini. Kalo saya sih gini aja ngeliatnya Mas pri berhak dong belain mas herman yang sama2 hobby internet, dan pak polisi pun berhak dong belain pak presiden yang jelas2 atasannya langsung. Jadi berbeda pendapat itu berkah kata rasulullah so, just wait n see

  8. Kisah Herman layak diangkat dalam film dokumenter,mungkin inilah cara yang bisa lebih mendidik masyarakat:) Film dokumenter kategori inovatif

  9. #2 mungkin dia belum jadi “pakar”
    #13 kayaknya lucu deh kalo jadi film.. :D

    Bapak Priyadi ini semakin hari semakin berat tulisannya :))
    apa effect karena bentar lagi mau punya anak ? :-“

  10. #9 kalo masalah realisasi ya beda urusan dong. Bukan pasal yang dipermasalahkan, tapi para penegak hukumnya.

    #8 ..

    Meskipun Presiden secara pribadi tidak tahu, polisi wajib memeriksa dugaan seperti apa yang tertulis di KUHP itu. Bedakan Presiden sebagai pribadi dan lembaga. Pasal penghinaan itu adalah terhadap lembaganya sebagai Kepala Negara.

    sama seperti komentar dosen gw, walau SBY ngga bermasalah, tapi itu kan SBY (sebagai pribadi). Sedangkan yg dimaksud dalam pasal (mungkin, cmiiw) presiden sbg lembaga negara.

  11. Pak Priyadi harus melihat ke kata terakhir di pasal 136, yaitu kata “tersinggung”. Di jaman Soeharto, beliau begitu sensitif dan mudah tersinggung dengan yang namanya kritik, sehingga pasal “penghinaan” menjadi sering berlaku dimanapun dan kapanpun.

    Karena kemudahtersinggungannya itu, jajaran di Ring-1 sepertinya punya subuah standar prosedur untuk bertindak aktif men-cekal (cegah tangkal) semua yang menjurus ke arah itu.

    Dugaan saya, standar prosedur di era Soeharto itu masih digunakan oleh beberapa jajaran di Ring-1 atau di lingkungan sekitar Ring-1. Jadi “wajar” jika mereka bertindak aktif daripada nanti dijadikan sasaran kesalahkan jika memang ternyata Presiden tersinggung. :d

  12. Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan di muka umum tulisan

    Tulisan bisa termasuk sms gak? kalo bisa kan loe bisa mengadukan kembali si kunyuk itu…

  13. #16:

    #9 kalo masalah realisasi ya beda urusan dong. Bukan pasal yang dipermasalahkan, tapi para penegak hukumnya.

    yup itu masalahnya, kenapa dulu protes gak boleh, tapi sekarang boleh, padahal pasalnya masih ada dan berlaku. lalu kalau begitu kenapa

    sama seperti komentar dosen gw, walau SBY ngga bermasalah, tapi itu kan SBY (sebagai pribadi). Sedangkan yg dimaksud dalam pasal (mungkin, cmiiw) presiden sbg lembaga negara.

    itu menurut pasal 13x, tapi kalau ‘pencemaran nama baik’ atau ‘perbuatan tidak menyenangkan’ apa bisa polisi melakukan tindakan preemptive tanpa sepengetahuan presiden? coba baca lagi 2 paragraf terakhir dari tulisan sofyan djalil.

  14. sebenarnya permasalahan si herman ini bener2 gag penting… tapi para blogger lah yg bikin serasa huebat… ah dasar blogger…

  15. di Indonesia memang serba membingungkan.
    Demokrasi yg di anut pun masih membingungkan. :D
    Ingat gak sama film “Fahrenheit 9/11”???
    Prasaan gak pernah terdengar kabar sutradara/aktor atau kru yg terlibat pembuatannya diciduk oleh polisi sana karena dituduh penghinaan. :)

  16. kalo kita pengen dihargai & dihormati dlm hal kebebasan berekspresi, tentunya kita juga hrs menghargai & menghormati hak orang lain utk bebas berekspresi.

    tentunya, jika kita menghargai pendapat (ekspresi) org lain, bukan kunyuk, kermit, dll yg akan kita ucapkan. melainkan sebuah koreksi atas kesalahan pendapat (ekspresi) yg dilakukan oleh org lain.

    nah, yg membuat saya jadi muak atas masalah ini adalah adanya sentimen pribadi (lebih tepatnya malah sentimen komunal krn sdh melibatkan banyak pribadi) atas seseorg, bukan saja kpd apa yg diucapkan/dilakukan org tsb tetapi sdh kelewat batas kpd individu itu sendiri.

    sama halnya dg kasus ini, kalo masing2 melihat dr sudut pandangnya masing2 (bisa dibaca sbg kebebasan berekspresinya masing2), ya jelas tidak ada titik temunya. pak polisi merasa benar, yg melaporkan merasa benar, yg dilaporkan pun merasa benar, demikian juga dg pendukungnya. lha wong yg menjadi korban (baca: bapak presiden yg terhormat) saja dg sangat bijaksana tidak mempermasalahkan kasus ini, tp tidak pula membenarkan kasus ini, knp masih saja kita beradu pendapat?

    saya masih terkesan dg tulisan direktur tempat saya bekerja: “…Menurut saya, janganlah terjebak pada pro dan kontra kebebasan berekspresi. Janganlah mempertentangkan apakah menulis di blog itu bisa dianggap menghina orang lain atau tidak. Akan lebih baik apabila kita memikirkan kemanfaatan dari ekspresi kita. Mungkin saja ekspresi kita cuma main-main. Mungkin saja kita menang di depan pengadilan. Mungkin kita akan jadi terkenal krn semua orang membicarakan kita. Mungkin kita juga mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. So what ?? Manfaat apa yang akan kita peroleh ? … Kesimpulannya, jadikanlah peristiwa ini sebagai pelajaran. Bahwa bertindak bijaksana akan lebih memberi manfaat daripada pemuasan ego pribadi. Berhati-hatilah dengan apa yang kita kerjakan…”

    batas antara kebebasan berekspresi & ego pribadi sangatlah tipis. jadi, mari kita berhati2.

    peace :)

  17. pak pri (kayanya udah waktunya saya berhenti panggil kang), terus terang saya sependapat dgn iang (hi fasilkom!). 1) suatu peraturan tetap berlaku selama belum dicabut dgn peraturan yg sederajat, atau belum ada peraturan yg sederajat yg mengatur lain/sebaliknya mengenai substansi yg sama. 2) penghinaan thd kepala negara adalah delik laporan, bukan delik aduan (berbeda dgn pencemaran nama baik yg merupakan delik aduan) sehingga proses penyidikan bisa dimulai tanpa menunggu pengaduan korban. ini mungkin karena kepala negara adalah pejabat publik, yg mewakili kepentingan publik, dlm hal ini negara yg dipimpinnya. jadi ya, tindakan “pre-emptive” itu memang dimungkinkan oleh pasal tsb. (jd inget precog unit di filmnya cruise. gak pre-emptive ah, kan udah ada dugaan terjadinya delik? gambarnya udah ada dan udah disiarkan bukan? makanya diperiksa ama penyidik).

    mengenai “realisasi”/penegakan dari suatu peraturan, ini juga bergantung pada diskresi penyidik sebagai penegak hukum, apakah suatu perkara perlu diteruskan atau tidak (misalnya bertentangan dgn kepentingan umum).

    #20 pasalnya kan ttg penghinaan, bukan protes. protes beda dong dgn penghinaan. kalo protes pd prinsipnya adalah boleh, sepanjang dilakukan tidak melanggar UU (soal perijinan, juga pd pelaksanaannya). kalo penghinaan jelas ga boleh lah. trus soal 2 paragraf terakhir itu, itu berlaku dgn asumsi jika memang diperlukan pengaduan bagi proses pemeriksaan suatu delik, dalam hal penghinaan thd kepala negara tidak.

    CMIIW.

    *eh, UU penyampaian pendapat di muka umum masih berlaku ga sih?*

  18. :) Doa gw, semoga Bpk. Sofyan Djalil membaca juga blog sebagai wahana pengayaan informasi dan penyaluran komunikasi, terutama (argumen) Priyadi, mengingat bahwa KOMINFO terutama mengenai blog Herman Saksono itu bukan hanya milik Badut Digital yang bisa menyesatkan, tetapi juga semua warga negara Indonesia yang peduli akan keshahihan sebuah wacana dan ide.

    In(ternet)donesia tidak hanya Roy Suryo, Pak Menteri!â„¢ :)

  19. Orang kreatif di tahan arusnya. pantesan negara ini majunya pelan – pelan. Kayak kasus anak bayi di suruh ngomong, pas udah gede di suruh diem (alias dibilang ngelawan) :D. Sepatutnya kasus ini bisa menjadi suatu tolok ukur dan instropeksi bagi banyak pihak. Kita memang bangsa yang panasan. Belajar berfikir analitis. Saya pun senang dengan topik berat semacam ini, karena pastinya orang2 yang jarang ngomong pun atau nggak pernah bertetangga di rumah pun bisa nulis.

    dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum

    Saya rada rancu dalam kasus ini dengan tulisan seperti di atas.

  20. Pri, aku sependapat sama mereka yang bilang kalau undang-undang belum dirubah tapi masih berketetapan berarti masih berlaku (walau kurang laku). Kita cuman berterima kasih aja sekali ini diberikan President yang macam SBY. Mudah-mudahan tetap begitu.

    #1, tidak hanya ‘kejahatan’ yang harus dipertanggung-jawabkan. Omong kosong pun perlu dipertanggung jawabkan, seperti… -you-know-who-. Nah itu perlu banyak belajar bertanggung jawab, bukan tanggung menjawab loh.

  21. hm, sepertinya banyak yang menangkap bahwa pak Pri hanya ‘menggugat’ pasal 13x yang dipakai untuk kasus mas Herman.. Padahal mengenai ‘perbuatan tidak menyenangkan’ itu saya lihat pak Pri jelas-jelas sedang mengomentari tanggapan Pak Sofyan.

    Ini (2 paragraf di atas) pernyataan yang bisa jadi sedikit
    misleading dari pak Sofyan, seakan-akan Presiden melaporkan mas Herman dengan tuduhan pencemaran nama baik. Celah ini yang saya lihat dipakai pak Pri untuk memberi komentar balik.

    Disclaimer: Maaf kalau saya salah, soalnya saya ‘gak bisa baca secara lengkap komentar pak Sofyan. Sepertinya kalau mau baca harus bayar.. soalnya saya sukanya yang gratisan sih :)>- heheheh :d

  22. #8: Penghinaan terhadap lembaga kepresidenan atau terhadap pribadi presiden menurut saya tetap harus dijabarkan dengan sejelas2-jelasnya. Seperti poin Mas Priyadi di atas, kenapa karikatur yang dengan tegas misalnya memuat gambar SBY tidak di tuntut!

    #11: Tanpa Presiden tahu pun, polisi sudah bisa menciduk tersangka. Ini betul, tapi yang saya ndak paham, atas dasar apa hal itu bisa dilakukan? Lha saya takut jangan-jangan paspampres yang konon pertama menemukan gambar ini tidak paham yang mana yang disebut menghina atau bertujuan politis dan yang mana yang disebut bercanda. Saya takut dia tak baca tulisan herman karena lebih dulu terpana pada gambarnya..

    #22: sebenarnya permasalahan si herman ini bener2 gag penting… tapi para blogger lah yg bikin serasa huebat… ah dasar blogger…

    Ah dasar bukan blogger… hehehe.. Masalah ini jadi penting banget karena menyangkut kepentingan para blogger. Dan kawan #22 ini rasanya harus juga menghormati kekhawatiran para blogger itu.

    Buat saya, sebagai seorang blogger, yang paling mengkhawatirkan adalah ketika pada akhirnya pemahaman para pengelola dan penjaga keamanan negara kita ini tidak paham soal hal-hal yang semakin lama semakin berkembang jauh di luar pemahaman mereka. Kutipan Pak Menteri Urusan Perdamaian dengan GAM di bawah ini adalah contohnya:

    “Artinya, kasus ini juga dapat meluas kepada kepentingan publik selain Presiden. Siapa pun warga negara Indonesia yang mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan di dunia cyber dapat menyampaikan pengaduan kepada polisi dengan alasan yang sama, merasa diperlakukan dengan tidak menyenangkan, dihina, atau dengan beragam alasan yang didasarkan pada hukum perdata dan pidana.”

    Benner banget pak. Tapi siapkah para polisi, jaksa, hakim dllsb untuk juga menerima dan mengolah pengaduan itu secara adil?? Katanya ini negara hukum? Tahu nggak bagaimana membedakan antara becanda sama ndak? Ada dong pasti aturannya. Lha konon waktu Herman ditangkap, menjelskan apa itu blog kepada polisi aja susah bener.. Konon..

    MEnyuruh menghapus postingan Herman itu menurut saya salah besar, karena itu menghilangkan bukti. Akibatnya Herman langsung dianggap salah tanpa diberikan hak untuk menjelaskan keadaan sebenarnya…

    wallahh pegel mbales’e hehehe…

  23. Ketika kepentingan seorang Herman terganggu, media memilih untuk diam atau bahkan memojokkan blogger (meskipun tidak semua blogger sependapat dengan apa yang dilakukan Herman). Akan tetapi, tunggu tanggal mainnya, kalau Herman == wartawan, saya jamin pasti akan lain ceritanya. hik hik hik. :(( [ingat kasus Tommy Winata?]

    Oh ya, saya dapat forward-an SMS seru lagi … yang pada prinsipnya seolah-olah blogger itu mau seenak-udelnya dan tidak menghargai hukum. Salah besar. Wah, dia tidak mengerti tentang blog (dan blogger). Baru seminggu memperhatikan para blogger, lantas sudah merasa mengerti tentang blog. Wong saya udah tahunan main blog, masih saja terkesima dengan the power of blog.

    Back to work!

  24. Saya setuju dengan tanggapan yang menyatakan bahwa “semua keributan ini” bukan hanya disebabkan karena “ulah” seorang blogger bernama Herman, tapi lebih jauh lagi: karena (masalah) ini menyangkut kepentingan para blogger untuk berekspresi secara merdeka.

    Jadi, intinya, semoga yang pada mampir ke sini mau meluangkan waktu untuk membaca postingan2 Priyadi sebelumnya (beserta komentar2nya), biar faham duduk persoalannya. Getoh.

  25. Woi para blogger INDONESIA, beda pendapat boleh tapi jangan sampai meruntuhkan persatuan. Masalah ini sebenarnya bukan masalah sepele, tapi jangan pula terlalu dibesar-besarkan. Masih banyak persoalan lain yang harus diselesaikan, hati-hati jangan sampai terprovokasi, mengingat solidnya perjuangan rekan-rekan blogger.

  26. sudah mulai ngumungin pulitik terus :( .
    ayo pak pri back to basic aja :D
    di tunggu plugin2 wpnya + ulasan gadgetnya + info2 IT lainnya..
    bosen tiap hari melototin berita om ganteng™ terus %-(

  27. Mungkin masih dalam konteks, bolehkah saya balas menghina anonymous jika mereka menghina saya? ;;) Nanti saya malah dijadikan tersangka karena melakukan penghinaan atas anonymous?

    Ini perlu diatur dengan undang-undang juga lho.

  28. Kalau dipikir-pikir lagi … sebenarnya saya … tidak terlalu peduli dengan pasal mana yang dipakai, yang jelas kalau tiba-tiba foto saya ada yang edit dibuat menjadi seperti itu, kemudian dipampang dimedia umum seperti internet, JELAS SAYA MARAH. Dan kalau saya punya kuasa, mungkin saya juga akan berusaha mencari pelakukanya.

  29. Saya sih cuman penasaran aja. komentar bambang suharto sendiri sebagai bintang utama,gimana yah. anybody know??? :-?

  30. Ada yang tau ngga, tanggapan keluarga bambang suharto terhadap kasus ini gimana yah? itukan foto pribadi. :-?

  31. #40 Aktivitas blogging jangan sampai dipolitisir. Ntar kalo blogger jadi politisi jangan-jangan nanti kayak you-know-who&trade :-*

    #42 Bukankah ada cara yang lebih baik, lebih aman, dan lebih mudah, yaitu hubungi aja orang yang bersangkutan. Kan ada whois lookup&trade dan trace&trade <:-P

  32. Duh, bicara soal hukum :P

    Selama pasal2 itu belum dihapus (dinyatakan tidak berlaku), maka pasal2 itu jelas masih bisa dipakai. Dalam hukum, tidak bisa kita berbicara dengan hanya berdasarkan kesan … sepertinya “Hal ini bisa mengesankan bahwa pasal-pasal seperti ini sudah tidak lagi berlaku.

    Apabila seseorang ditangkap dan dituduh melanggar pasal A, B, C, D, dan E, belum tentu kalau semua pasal2 itu memang benar dilanggar. Tinggal dibuktikan di pengadilan.

    Saran saya, sebaiknya konsultasi dengan ahli hukum deh. Daripada membuat tulisan tapi isinya … :)

    Atau ikuti saran #39, back to your domain :D

    Tapi benar kok kata #25, memang yang terjadi adalah sentimen dan kebencian komunal, pemuasan ego.

  33. Sejujurnya saya muak dengan Internet yang selalu dipenuhi dengan karakter-karakter, sikap-sikap, kelakuan-kelakuan, dan budaya-budaya kebebasan, yang tata kraman dan cara pikirnya sangat tidak cocok dengan kita orang Indonesia.

    Maunya sih presiden, menteri-menteri kita, dan orang-orang pemerintahan orang asing semua, dengan karakter-karakter, sikap-sikap, kelakuan-kelakuan, dan budaya-budaya kebebasan, yang tata kraman dan cara pikirnya cocok dengan kaum Internet Indonesia yang maunya bebas. Biar hal-hal begini dianggap suatu hal yang biasa-biasa saja.

  34. hhmm…. jangan-jangan kalo cowok anak-nya Om Pri bakal di namain Roy Suryo…. kalo perempuan Judith gimana ?…. :)

  35. #44

    Selama pasal2 itu belum dihapus (dinyatakan tidak berlaku), maka pasal2 itu jelas masih bisa dipakai. Dalam hukum, tidak bisa kita berbicara dengan hanya berdasarkan kesan … sepertinya “Hal ini bisa mengesankan bahwa pasal-pasal seperti ini sudah tidak lagi berlaku.

    Sejujurnya saya gak suka dengan pasal2 tersebut. Tapi, well.. I’m a law student, I gotta agree with you :)
    Law nggak mengenal pengandaian, it’s true. Meskipun dalam kenyataannya pasal2 (baca: hukum) kebanyakan masih melihat pada “who” dan bukan “what”, tapi selama belum dihapus, memang hukum (kolonial sekalipun) tetap dianggap hukum positif.

    Tapi benar kok kata #25, memang yang terjadi adalah sentimen dan kebencian komunal, pemuasan ego.

    Apa ini benar?? Wahh… Tunggu dulu, kang. Komunal yang mana di sini? Komunitas bloggernya? Jadi ini semacam solidaritas? :D
    Saya pribadi nggak peduli siapa itu priyadi, atau yang lainnya. Siapa juga itu yang disebut you-know-who, tapi lebih pada APA-nya seseorang itu. What, not who…

    Dan jujur saja, gag semua tindakan yang ada pun dibenarkan. Misalkan saja menyeret kebencian (yang bagi saya beralasan) pada orang lain yang bahkan tidak kenal siapa seteru kita tersebut. Itu jelas tidak benar…

    Tapi utk sesama yang sudah kenal sepak-terjang, why not? Kita hanya berharap dengan semua ini, masalahnya jadi clear.

    Meski demikian… you’re not all wrong. I’m sure you try to be objective

    :)>-

  36. Mas Pri, belajar kasus blogger di Singapore yang dijerat pasal Sedition Act -produk colonial yang terakhir dipakai 1965. Kasus ini hasil pengaduan seorang wanita yang dirahasiakan namanya oleh polisi (bukan wanita yang sama yang memicu persoalan ini). Karena kasus ini bersifat delik aduan maka polisi hanya bisa bertindak jika ada aduan resmi dari orang/pihak yang merasa dirugikan.

    Pertanyaan : apakah pasal2 karet Indonesia ini bersifat delik aduan ?

    Reference :
    Third Singapore Blogger pleads guilty
    Two Blogger Charged Under Sedition Act Over Racist Remarks
    Singapore Cracks Down On Blogger

  37. #25, #46, #50: sebenarnya gak usah jauh2. reaksi teman2 terhadap tokoh ini mungkin sama dengan reaksi kalau teman2 ini melihat seseorang langsung di depan mata korupsi 10 milyar tapi ketika masuk pengadilan selalu lolos :)

    sedangkan teman2 lain yang mengetahui koruptor ini dari sisi lainnya (mungkin karena koruptor ini taat beragama, sering charity, dll dsb) akan tidak percaya dan menuduh sentimen, pemuasan komunal dll dsb :)

  38. emang susah sih menilai kalo nggak ada batasannya.
    menghina itu yang seperti apa sih?
    setiap orang berbeda-beda tingkat kesensitifannya,dengan kata lain, ada orang yang perasaaa banget,diomongin dikit aja udah tersinggungnya bukan main!.ada juga yang mau di omongin apa aja tetep cuek bebek alias EGP(emang gue pikirin!).Jadi sepertinya susah banget menerapkan hukum yang pas kalo udah menyangkut hal yang beginian,hal inilah yang menjadikan tidak adanya standard yang pas untuk menilai.Orang jadi selalu bertanya-tanya kalo ingin berkreasi,apakah ini akan menyinggung perasaan orang lain?.
    Di negara maju seperti Amerika, patokan yang dipake adalah fisik.jadi mau ngejek sampe berbusa juga monggo,teman saya pernah ditilang sama polisi sini karena kecepatan mobilnya melewati batas,adu mulut sama itu petugas,tapi tetep di kasi tiket and spontan aja dia bilang F… YOU !..itu polisi senyum sambil bilang thank you!!!! kesimpulannya silahkan ngomong asal jangan njotos!!!kalo sampe nyakitin fisik itu baru salah..jadi siapa yang jotos duluan itu yang salah,kalo gini kan jelas!!orang jadi punya patokan..yang harus diingat..pokoknya jangan jotos duluan…\:d/

  39. heran, kok masih ada yg percaya ama lelucon2 pemerintah tentang hukum. itu kan cuma iseng2 aja. hukum itu buat khairiansyah, endin, rahardi ramelan, ato nazarudin sjamsuddin. hukum itu bukan untuk akbar tandjung, nurdin halid, ato perwira2 polisi dgn tabungan ratusan miliar.

    SBY-JK aja tahu itu, kok kalian nggak tahu ya?

    makanya, jangan asyik baca gosip aja, lihat kenyataan or ‘beat yourself blind’

  40. Om pri, saya juga sependapat dengan Menkominfo…walau bagaimanapun di dunia manapun, kebebasan haruslah bertanggung jawab…..

    selamat mo jadi bapak ;)

  41. naah… gini neh kalo ente2 semua main2 dgn yg namanya `aparat’ apalagi `pejabat’ kalo menurut gue, si herman itu cuma pengen main2 tapi si `aparat’ malah serius. nah kalo gini kan bisa gawat…
    mending bicara baek2 sama tuh herman kyk yg dibilang sama Pak SBY… menurut gue neh, orang kyk herman tuh sebenernya bisa jadi aset… dia bisa bikin produk kyk itu tanpa banyak bicara… daripade si Oy Uyo yg bicaranya banyak g ada produktnye… gimana…

    — ingat!! kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat dari pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan… WASPADALAH!!! WASPADALAH!!!

  42. Mas Pri !! Coba simak lagi, stuffen theory atau Teori Tangga dari Hans Kelsen, sehingga jelas beda antara norms and custom, ataupun general or abstract norms dan individual or concrete norms. Teori ini menjadi pola umum Hukum Positif di banyak negara,termasuk Indonesia. OK!! Apakah “keisengan Momo” ini bisa ditoleransi ? Media massa konvensional ada “structure dan content” yang legalistik, sehingga ada kode etik-nya, tapi gimana dengan semua itu pada”media blog”? Kasus ini, sangat boleh jadi untuk melakukan evolusi menyusun “Kode Etik Dunia Blog” …. WAB.

Leave a Reply to nurasto Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *