Bagaimana Akal Manusia Bekerja

Dua ahli filsafat abad ke-17 memiliki dua pendapat berbeda tentang bagaimana akal manusia bekerja.

* [René Descartes](http://en.wikipedia.org/wiki/Descartes) berpendapat bahwa akal manusia melakukan dua langkah yang berbeda sebelum mempercayai sebuah ide: pertama-tama akal akan mencoba untuk mengenali sebuah ide; dan kedua, akal akan menilai validitas dan kebenaran dari ide tersebut.
* [Baruch Spinoza](http://en.wikipedia.org/wiki/Spinoza) berpendapat bahwa kedua hal tersebut dilakukan dalam satu langkah: semua ide yang diterima akal manusia akan dinilai sebagai kebenaran, dan selanjutnya hanya kadang-kadang saja akal manusia akan merevisi pemercayaan terhadap ide tersebut.

Teori manakah yang benar? [Daniel Gilbert](http://www.wjh.harvard.edu/~dtg/gilbert.htm) –profesor pada Departemen Psikologi Universitas Harvard– melakukan beberapa penelitian selama beberapa tahun untuk mengetahui model mana yang lebih baik dalam menggambarkan bagaimana akal kita bekerja.

**Analogi Perpustakaan**

Gilbert menggunakan analogi perpustakaan untuk menggambarkan bagaimana kedua teori ini bekerja. Bayangkan sebuah perpustakaan dengan koleksi beberapa juta buku, dan di antara buku-buku tersebut hanya ada sedikit buku fiksi. Ada dua cara untuk membedakan mana buku yang fiksi dan mana yang non-fiksi. Perpustakaan Kartesian (Descartes) akan menempelkan tanda berwarna merah pada buku-buku fiksi dan tanda berwarna biru pada buku-buku non-fiksi. Sedangkan perpustakaan Spinozan akan menempelkan tanda pada buku-buku fiksi dan membiarkan buku-buku non-fiksi tidak bertanda.

Pada kondisi ideal, kedua perpustakaan tersebut akan memberikan jawaban yang sama untuk pertanyaan “Apakah buku *’Civilization and Its Discontent’* fiksi atau non-fiksi?” Perpustakaan Kartesian akan mencari jawabannya berdasarkan warna tanda yang ditempel pada buku tersebut, jika berwarna biru, maka jawabannya adalah non-fiksi, dan jika merah maka jawabannya adalah fiksi. Sedangkan perpustakaan Spinozan akan melihat apakah buku tersebut diberi tanda, jika diberi tanda maka buku tersebut adalah fiksi, dan jika tidak maka jawabannya adalah non-fiksi.

Tetapi jika ada yang berhasil menyelundupkan sebuah buku (misalnya *’War of the Worlds’*) ke dalam perpustakaan tanpa melakukan prosedur pemberian tanda, hasilnya akan berbeda. Perpustakaan Kartesian akan melihat bahwa buku tersebut tidak diberi tanda dan akan menjawab “Saya tidak tahu buku ini fiksi atau non-fiksi.” Sedangkan perpustakaan Spinozan akan menyimpulkan “Buku ini non-fiksi!”, sebuah kesimpulan yang salah.

**Melakukan Percobaan**

Katakanlah jika sebuah ide disampaikan ke otak, dan orang yang menerima ide tersebut dialihkan perhatiannya. Dengan cara Kartesian, orang tersebut akan mengerti ide tersebut tanpa mempercayainya. Tetapi pada sistem Spinozan, orang tersebut akan mempercayai sebuah ide yang salah. Jadi, memberikan orang-orang sebuah ide dan mengalihkan perhatiannya akan memberikan kesimpulan apakah akal manusia bekerja dengan cara Kartesian atau Spinozan.

**Eksperimen Bahasa Hopi**

Pada percobaan ini, perserta percobaan diberikan sebuah pernyataan tentang arti sebuah kata dalam Bahasa Hopi (yang sebenarnya adalah kata-kata tak bermakna) pada satu saat, misalnya “Monishna is a bat”. Setelah itu instruktur akan memberi tahu apakah pernyataan tersebut benar atau salah. Beberapa saat kemudian subjek diminta untuk mengemukakan pendapatnya apakah pernyataan tersebut benar atau salah. Untuk mengalihkan perhatian pada beberapa subjek, sesaat setelah instruktur memberi tahu kebenaran pernyataan itu, akan dibunyikan sebuah nada, dan jika nada tersebut dibunyikan, subjek harus dengan cepat menekan sebuah tombol.

Hasilnya? Pengalihan perhatian menurunkan jumlah pernyataan salah yang dijawab salah oleh peserta. Dan sebaliknya, lebih banyak peserta yang menganggap pernyataan salah sebagai benar jika dialihkan perhatiannya.

**Eksperimen Lama Hukuman**

Pada percobaan lain, peserta membaca sepasang laporan kejahatan yang menandung pernyataan benar dan salah. Warna teks menunjukkan apakah pernyataan tersebut benar atau salah. Laporan pertama mengandung pernyataan salah yang memberatkan terdakwa dan laporan lainnya mengandung pernyataan salah yang meringankan terdakwa. Sebagai pengalihan perhatian, sebagian peserta melakukan tugas pencarian digit selama mereka membaca pernyataan-pernyataan tersebut.

Pada akhir percobaan, peserta akan memberikan lama hukuman yang pantas untuk masing-masing terdakwa. Seperti percobaan sebelumnya, pengalihan perhatian menurunkan jumlah pernyataan salah yang dikenali sebagai pernyataan salah, dan meningkatkan jumlah pernyataan salah yang dikenali sebagai pernyataan benar.

Selain itu, jika pernyataan yang salah memberatkan terdakwa, maka pada kasus peserta yang dialihkan perhatiannya, rata-rata lama hukuman yang diberikan meningkat 60% dibandingkan pada kasus peserta yang tidak dialihkan perhatiannya.

**Eksperimen Lainnya**

Gilbert dan rekan-rekan melakukan lebih banyak eksperimen selain dua yang saya sebut di atas. Jika tertarik, silakan baca langsung hasil penelitian dari Gilbert.

**Kesimpulan**

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian, akal manusia bekerja secara Spinozan ketimbang Kartesian. Sistem Kartesian menjelaskan bagaimana manusia menginginkan akalnya bekerja, tetapi pada kenyataannya yang berlaku pada akal manusia adalah cara Spinozan.

Manusia akan mempercayai sebagian besar informasi yang diterimanya, dan baru setelahnya akan mengevaluasi apakah informasi tersebut benar atau salah. Pengalihan perhatian dapat membuat tahapan evaluasi ini tidak bekerja secara semestinya, menyebabkan manusia mempercayai begitu saja informasi yang salah.

Montier menyampaikan kesimpulan dari Petty: mengalihkan perhatian adalah cara yang berguna jika seseorang memiliki argumen yang lemah, karena walaupun orang-orang dapat menerima argumen yang disampaikan, mereka tidak sadar bahwa argumen-argumen tersebut sebenarnya tidak begitu meyakinkan.

Dalam kehidupan sehari-hari, pengalihan perhatian dapat kita saksikan dan kita sadari: model-model cantik pada iklan televisi; paragraf-paragraf pada bacaan yang mengirim pikiran pembaca ke awang-awang ketika membaca paragraf-paragraf berikutnya; iming-iming kekayaan pada presentasi sebuah peluang bisnis; panggung hiburan pada kampanye partai politik; dan sebagainya.

**Strategi Untuk Melawan Sistem Spinozan**

Gilbert mengatakan bahwa cara Spinozan dalam akal manusia tidak membuat manusia memiliki sikap skeptis, tetapi tidak juga menjadikan manusia sebagai makhluk yang mudah tertipu. Manusia akan terprogram dalam seketika jika mendapatkan sebuah informasi, tetapi manusia juga dapat mengusahakan sesuatu untuk membalikkan keadaan. Ada tiga hal yang diperlukan oleh seseorang untuk mengusahakan hal tersebut:

* Kemampuan menganalisis logika dengan baik.
* Informasi yang berlawanan atau berseberangan untuk dibandingkan dengan informasi yang sudah ada.
* Motivasi dan kemampuan untuk menggunakan aturan-aturan analisis logika untuk membandingkan informasi lama dengan yang baru.

Montier memberi beberapa tips untuk melawan sistem Spinozan dalam diri kita:

* *Secara berkala mempertanyakan informasi yang anda percayai anda dengan realita yang ada*. Ini adalah cara-cara yang disebut Gilbert di atas. Walaupun demikian cara ini beresiko karena kemampuan kognitif kita dituntut untuk selalu waspada. Gilbert menunjukkan bahwa beban kognitif, tekanan dan kurangnya waktu akan mengurangi kemampuan kita untuk menolak informasi yang salah.
* *Hindari sumber-sumber informasi yang menjerumuskan kita dengan informasi-informasi yang salah*. Cara ini akan menghindari kita dari sebagian besar informasi yang salah, tetapi juga akan menghilangkan beberapa informasi yang benar. Walaupun demikian, strategi ini tidak menuntut ‘beban kognitif’ seperti strategi pertama.
* Jika sedang berusaha untuk menilai kebenaran sebuah informasi, *lakukan sebisanya untuk menghindari pengalihan perhatian*. Matikan layar monitor, ponsel dan matikan seluruh sumber derau.

Walaupun kali ini teori Descartes salah, tetapi mungkin strategi yang terbaik berasal dari Descartes sendiri: ragukan kebenaran hal-hal yang bisa diragukan.

**Referensi**

* Montier (2005). [Why Skepticism Is Rare, Psychological Experiments Offer Insights Into Investor Foibles](http://www.trendfollowing.com/whitepaper/James-Montier-1.pdf). Weeling@weeden.
* Gilbert, D. T., Krull, D. S. & Malone, P. S. (1990). [Unbelieving the unbelievable: Some problems in the rejection of false information](http://www.wjh.harvard.edu/~dtg/Gilbert et al (UNBELIEVING\).pdf). Journal of Personality and Social Psychology, 59, 601-613
* Gilbert, D. T. (1991). [How mental systems believe](http://www.wjh.harvard.edu/~dtg/Gillbert (How Mental Systems Believe\).PDF). American Psychologist, 46, 107-119
* Gilbert, D. T. (1992). [Assent of man: Mental representation and the control of belief](http://www.wjh.harvard.edu/~dtg/Gilbert (Assent of Man\).PDF). In D. M. Wegner & J. Pennebaker (Eds.), The handbook of mental control. New York: Prentice-Hall.
* Gilbert, D. T., Tafarodi, R. W., & Malone, P. S. (1993). [You can’t believe everything you read](http://www.wjh.harvard.edu/~dtg/Gilbert et al (EVERYTHING YOU READ\).pdf). Journal of Personality and Social Psychology, 65, 221-233.

**Tambahan**

Istilah ‘kepercayaan’ dihilangkan untuk menghindari konotasi dengan ‘keyakinan’ :). Tadinya ‘kepercayaan’ merupakan terjemahan langsung dari ‘belief’ yang pada tulisan aslinya sama sekali tidak mengacu pada masalah ‘keyakinan’.

76 comments

  1. bukannya prosesnya adalah setelah kita menerima informasi, lalu kita mengevaluasi, baru kita memutuskan mempercayai atau tidak.

    jadi sistem pengalihan perhatian seperti kulit putih dalam iklan, mempengaruhi cara kita mengevaluasi sebelum akhirnya kita memutuskan untuk percaya atau tidak

  2. apa mas pri sedang mengkritisi sebuah “KEBENARAN” orang kebanyakan? masalah keyakinan? agama misalnya?

    karena memang keyakinan pada agama dan segala simbol yang diusungnya adalah keyakinan yang diterima begitu saja, lalu barulah dalam perjalanan mengalami screening untuk mendapatkan “kebenaran” (atau “ketidakbenaran”).

    Ato ada hubungannya dengan heboh da vinci code? yang mengoyak-ngoyak sistem kebenaran agama kristen?

  3. bukankah kita memang sebaiknya menghilangkan prasangka/praduga apapun saat menerima sesuatu, tanpa menghilangkan kewaspadaan? …wah jadi kaya detasemen 88 nih :d

  4. #10: wah bukan soal agama. tapi lebih kepada misalnya berita di media massa yang biasanya ditelan mentah2 tanpa ada pengecekan lebih lanjut, atau pemercayaan terhadap klaim medis yang sebenarnya belum ada buktinya, atau orang2 yg terjebak ikut ‘peluang bisnis’ terbaru, etc :)

  5. Gw cenderung menilai akal kita melakukan dua hal tersebut (menerima informasi dan menilainya) dalam langkah yg simultan dan berkesinambungan (halah, apa seh maksudnya…?). Tampung dulu semua (yg kira-kira logis/filtering kasar) baru kemudian evaluasi (bisa yg sudah disaring saja ataupun malah semua…kalau merasa ada “sesuatu” dengan yg sudah disaring)…”jangan2 yg gw kira bener malah salah atau yg gw kira salah malah ternyata bener…”
    :-?

  6. betul kata mas Pri,kalo kita ngeliat berita di TV soal Gunung Merapi,heboh banget.Realitanya,sepanjang perjalanan ke Babadan tempat pemantauan G Merapi, normal-normal aja tuh,tidak seheboh beritanya.

  7. Wah….artikelnya berat, euy mas :). But, setuju ma Descartes “saya berfikir maka saya ada”

    salam kenal :)

  8. berat amat sih bacaanya. Tp tetep, klo saya pribadi, gak sudi masalah akal ini diulik2 oleh slain saya. Bagi saya, akal itu milik pribadi setiap orang, bagaimana akal bekerja, berasal, n sejauh apa kinerjanya,,dsb dst itu tergantung orangnya masing2.

    Saya merasa kalau saya meyetujui apa yg ditulis di atas, itu berarti saya menyerahkan milik pribadi saya kpd org tersebut. lah, wong akalnya akal saya, kok dia yg lebih tahu?! Saya lebih tahu tentang akal saya daripada Descartes, Spinoza, atau siapa pun. Muaap, jgn salah sangka, bukannya saya sombong, tp sebego2nya saya juga, saya masih punya harga diri.

    Kita jauh lebih tahu dan lebih paham ttg diri kita drpd orang lain, apalagi kalau yg disinggung hal2 spiritual bgini.

    Akhir kata, hehe,,jgn sampai komentar dr saya ini mempengaruhi anda2 smua. Akal anda milik anda sndiri, jgn mau dipengaruhi org. Hanya penguasaan kita akan akal yg diberikan oleh Yang Kuasa-lah yg membedakan kita dr makhluk slain manusia.

  9. kalau ikuti cara Spinoza, saya sebaiknya menganggap tulisan anda itu mengandung informasi yang benar. apakah itu juga berarti anda menganjurkan agar saya melakukan evaluasi/konfirmasi kebenaran informasi yang sudah baca diatas?

  10. #32: sebenernya bukan menganjurkan ‘mengikuti cara spinoza’. dua orang ini (spinoza dan descartes) punya dua hipotesis tentang bagaimana pikiran orang bekerja. percobaan gilbert membuktikan bahwa hipotesis spinoza yang benar.

    yup, idealnya memang sebaiknya semua informasi yang diterima dievaluasi. tapi gilbert bilang hal ini kadang2 tidak bisa dilakukan, jadi bukan hal yang aneh kalau ada orang menganggap benar sesuatu yang salah. kalau tertarik coba baca2 paper dari gilbert.

  11. #30: hehe, namanya juga ilmu psikologi :). tapi rasanya ini gak ada hubungannya dengan harga diri :), ini cuma penelitian ilmiah biasa. namanya juga manusia, selalu ingin tahu hal-hal yang ada di sekitarnya, termasuk diri mereka sendiri.

  12. sory, kepanjangan bacaannya. langsung maen komen aja :) nanti kalo dah lapang waktunya baru baca. kayaknya bagus. Om pri bahas yang aneh-aneh donk. yang kek gini terlalu tinggi,terutama buat saya.

  13. yg menjadi masalah sebenarnya adalah 1. bagaimana akal baruch spinoza dan rene descartes bekerja sehingga bisa mengemukakan hal yg semacam itu. 2. bagaimana mereka bisa yakin bahwa bekerjanya akal tiap orang itu sama saja ? apa buktinya? apakah mereka sudah meneliti isi kepala setiap orang ? tidakkah ini suatu penyederhanaan yg luar biasa yg justru menunjukkan betapa akal mereka ini cuman segitu2 nya ..? -=adnan=-

  14. hmm.. ada dua pendapat? apa tidak mungkin kedua pendapat itu bisa saja berlaku pada orang yang berbeda, dengan latar belakang yang berbeda, cara berpikir yang berbeda..

    intinya bahwa kembali ke orangnya masing2..?

    *baca lagi ah, masih bingung*

  15. psikologi, ilmu yang kurang lebih sama dengan feng-shui. atas nama generalisasi kebetulan. :D
    maaf jika ini terlalu kejam. haha. intinya saya lebih memilih mengatakan “kesadaran” ketimbang sibuk debat tentang pikiran atau akal atau otak bekerja.
    dan kesadaran seseorang memang berbeda-beda. bukan masalah tingkat kiranya, tapi memang ada yang namanya kesadaran naif (terima apa adanya), kesadaran magis (menerima omongan orang yang selalu jadi nara sumber baginya) dan kesadaran kritis (menelaah ulang setiap informasi).
    ah, tapi dari kemarin kayaknya kok peta-memeta sih pri. yang peringkat lah, yang kartesian spinozan, gimana kalo kita ngecek persebaran blogger saja? *halah* hihihi

  16. Emang Descartes dllnya udah pernah ngeliat cara berfikir semua bangsa ?

    Dicemplungin di suatu negara dimana akal, dan akal-akalan tipis sekali bedanya dan dimana 1 + 1 tidak selalu 2. Mungkin akan membuat mereka berfikir lain

  17. #36: mungkin manusia gak akan tahu persis. yang tahu mungkin cuma yang membuat manusia. tapi kita bisa mengira2 berdasarkan outputnya (ini kata gilbert lho). sejauh ini teori mereka yang bisa diterima. mungkin aja nanti ada teori lain yang bisa mematahkan teori mereka, siapa tahu. kalau kita semua tahu persis bagaimana pikiran kita bekerja mungkin gak akan ada ilmu psikologi :)

  18. Salut buat blog pak Priyadi yg menyajikan topik yg berbeda beda
    tapi ngapain yah mbahas hal yg abstrak gene?
    Whateper lah yg penting buat nambah ilmu

  19. Kalau Gilbert mengatakan bahwa teori Spinoza yang benar, berapa besar kemungkinan teori Kartesian adalah salah? mmm… jadi bingung sendiri…. :-?

  20. #39: nah lo, ini bukan membeda2kan orang mana yang berpikir kartesian dan mana yang spinozan. ini sayanya yang salah nulis atau pada ‘lightspeed reading’ nih? :)

  21. Pembahasannya berat, tapi saya jadi lumayan tercerahkan. Lain kali kalo debat dan argumen saya lemah, saya coba alihkan perhatiannya :D \:d/

  22. mm, bagus, tapi kayaknya masih banyak hal2 yang mesti dipertanyakan keabsahannya alias masih meragukan buat saya…

    huahahahah, sok gaya euy…mmm. cuma ngikutin strategi Descartes yang di last paragraph

    \:d/

  23. #-o~X( dah ta baca berkali-kali…but still dont understand….ck.ck.ck.[-o< help me to get through it....

  24. Mas Mas, gimana ya caranya membuat negara jadi lain di tampilan blog ini.

    Soalnya pengin buat negara brazil. yang orang Indonesianya belum pernah ngeposin komentar ke sini :))

  25. Manusia memang tidak bisa sepenuhnya rasional, karena memang otak kita didesign untuk bertindak optimal, bukan maksimal. Kita juga harus tunduk pada bias-bias kognitif yang kita miliki (seperti: menyaring fakta2 yg hanya sesuai dengan kepercayaan kita; atau menghargai lebih barang yg kita miliki daripada yg belum kita miliki meski harganya sama, dlsb.) Bias2 seperti itu, walau emang kadang membuat kita tiba pada kesimpulan yg sama, sebenarnya juga membantu kita lebih cepat dan efisien dalam mengambil keputusan. Bila tidak, bayangkan betapa repotnya bila kita harus menguji semua asumsi2 kita setiap kali harus melakukan sesuatu.

    Bagi yang emang tertarik lebih jauh mengenai bias-bias kognitif, mungkin bisa membaca tulisan di sini:

    http://itpin.com/blog/2006/05/17/bias-kognitif/

    Pin.

  26. Nah itu juga yg mungkin menyebabkan kenapa iklan bisa begitu sukses, karena pada dasarnya banyak orang yg dialihkan perhatiannya dari spesifikasi produk yg sebenarnya… Yg ditonjolkan nilai2 kebaikan, contoh jawaragaktakutjerawat lah…. berani kotor itu baik lah… boleh2 aja sih kreatif, tapi spec produk untuk membedakan dari yg lain tidak pernah kita ketahui…

    Trus jadi agak terang juga ni misteri kenapa kerja entertainment duitnya lebih banyak dari kerja serius, sperti dokter, insinyur atau akuntan….
    Karena entertainer kerja di tv yg disaksikan secara gratis sementara tv disupport oleh iklan… Sementara pembuat produk percaya bahwa iklannya akan efektif karena pemirsa akan terperdaya, hehehe… Jadi panjang ni analisanya… Jadi pada dasarnya orang emang gampang dibohongin kayaknya…

  27. nggak mudeng juga nih, bisa lebih simple lagi nggak? kayak teori gini lo. “kalo lapar pasti pengen makan”, kalo ngantuk pasti pingin tidur” gitu simple “abis makan pasti kenyang” . “Bangun tidur badan sakit semua”, abis anakku nggak bisa tidur kalo kipasnya nggak banter. [-(

  28. hmmm baru rada ngerti nih. :d tapi kayaknya akal kita bekerja tergantung IQ juga deh, dan IQ kita juga ternilai dari bagaimana akal kita bekerja. :) tapi kok IQ nggak disinggung ya? apa aku yang masih belum mengerti?. Pada sebagian orang, ketika menerima informasi ada yang langsung meletakkannya pada sisi “tidak dipercaya” sebelum dia menganalisanya walaupun hanya sepersekian detik analisa itu bekerja di neuron otaknya. dan ada juga yang langsung meletakkannya di sisi “dipercaya” baru kemudian menganalisanya untuk menetapkan dipercaya atau tidak. tapi ada juga yang langsung menelan mentah-mentah informasi tersebut jika diawali dengan sumber informasi yang menurutnya dari sumber yang sangat dipercaya. begitu. tapi ada juga yang cuek bebek. kalau memang informasinya nggak dibutuhkan ya buat apa capek capek bikin otak ini bekerja. gitu lo. jadi kayaknya soal bagaimana akal kita bekerja nggak bisa dibuatkan teory deh, atau kalau mau bisa bermilyar teory harus dikeluarkan, soalnya tidak ada akal manusia yang berbeda tiap individunya mengolah informasi sama peris. tidak ada itu. buktinya waktu cerdas cermat, walau mencet tombolnya barengan jawabannya bisa berbeda. :). sangat banyak faktor yang mempengaruhi akal manusia bekerja. misal, walau dia pinter dan berotak encer dan akalnya kayak mc GIVER tapi pendengarannya terganggu ya lambat juga donk. banyak sekali lah faktor yang mempengaruhi, bisa jadi dari sumbernya misal dari radio yang spekernya udah nggak beres, volume naik turun sendiri. atau ya misal informasi visual, mungkin matanya, bisa juga tivinya kali dll. ah masih panjang lagi pun komennya kalo diterusin untuk menjawab bagaimana akal manusia bekerja. nggak cukup ma teori. bener nggak? kalau komenku nggak nyambung berarti ada faktor yang mengganggu akalku bekerja. :) abis belum mandi nih, mana cewek cakep di sebelah lagi.

  29. Salam !
    Wah keren sekali diskusinya. BTW, Mas Pri yth., boleh ngga diskas ini saya tulis (atau kutip) buat di media cetak ? – saya editor di tabloid abadi.:-“

  30. salah satu sifat teori adalah ia hanya mencerminkan apa yang dapat di analisisnya. sebagai orang awam aq hanya bisa menyatakan beberapa kesimpulan dari bacaan aq dgn tulisan diatas:
    a. bagi aq teori diatas apakah cartesianisme maupun spinozaisme hanya berbicara ilmu representasionis (I.hUshuli) dimana obyek pengetahuan dan subyek pengetahuan terpisah. Keseluruhan penjelasan diatas tidak sama sekali menjelaskan ilmu non-representasi (I.Hudhuri). Pada ilmu ini tidak ada pengujian validitas kebenaran lagi karena secara niscaya dia pasti benar. Misalnya : aq adalah aq (pengetahuan swa bukti).
    b. Kedua perbedaan antara cartesian dan spinoza bisa jadi kedua-duanya benar terterapkan pada aktivitas inteleksi manusia.kenapa harus terjebak pada dualisme “manakah yang benar”. pikiran manusia dapat mengenali 2 ilmu : Tashawwur (konsepsi) dan tashdiq (asersi). dalam prosesnya pikiran manusia pertama hanya menerima gambaran (obyek imanen) dari obyek ilmu (obyek transitif. pada tahap ini manusia menerima segala gambar karena aktivitas sensasinya tanpa menilainya (Penilaian benar salah) misalnya; gambar gunung, api dsb.. Pada tahap kedua manusia akan mengembangkan inteleksinya dengan ilmu tashdiq (asersi. pada tahap ini manusia harus memberikan penilaian. mengapa?karena ilmu ini mewujudkan dirinya dalam bentuk proposisional misalnya : ali adalah lelaki, alam semesta pasti punya pencipta dsb. Kita harus menilainya apakah itu benar atau salah. Dalam hal ini mungkin cartesian benar. tapi pada sisi tashawwur mungkin spinoza benar. tapi bagi aq orang awam mungkin juga kedua-duanya salah. artinya baik cartesian dan spinoza keduanya tidak memberikan gambaran rinci aktivitas manusia.

    mohon tanggapannya.

  31. mas priyadi, mau minta ijin dulu, tulisannya sedikit banyak mau saya kutip juga untuk media.

    saya janji, nama mas pri lengkap tak masukin juga hehehe ;)

  32. halo mas pri

    saya kebetulan baca blognya mas pri

    saya mau tanya:klo persepsi dasar bernar dan salah dari manusia itu apa ya?-penanda warna merah dan biru

    sewaktu dia lahir,kanak2,sebelum pinter

    apakah itu alam,tubuhnya,alam bawah sadarnya dia sendiri,buku/web/sms yang ddibaca budaya,ortu,lingkungan,pendidikan,pengalaman

    gimana kita bisa membuat tanda merah dan biru jika otak kita maasih putih dan belum ada data/warnanya.

    saya punya contoh yang mungkin dapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan otak kita:

    menyentuh ular

    klo kita pertama kali melihat ular yang memiliki ciri2:gak ada kakinya,lidahnya belah,bersisik,warnanya belang merah-kuning(lucu khan warnanya???!!),beracun,membunuh mangsanya dengan racunnya,bermata jernih

    dari beberapa data ular diatas bisa disimpulkan kalo kita biasanya mengangap ular itu beracun dan jangan sampai disentuh-dan kita yakin meskipun ular itu lucu keliatannya maka jangan disentuh!!!!!
    -avoid all cost to touch snake!!!! :o
    -menyentuh ular =mati :((
    -klo liat ular ati2!!!:-W

    trus kita nemuin ular yang memiliki ciri ciri:
    matanya merah,warnanya item-(gak lucu khan ularnya),bertaring panjang, gak beracun.

    pertanyaannya apakah kita berani meyentuh ular ke-2 ??????:-w:-w:-w:o

Leave a Reply to Bob Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *