Penggunaan Istilah ‘Difable’ atau ‘Difabel’

Membaca tulisan Rendy tentang [disahkannya perda pernyandang cacat](http://www.rendymaulana.com/archives/2006/10/04/perda-penyandang-cacat-disahkan/) mengingatkan kembali saya tentang istilah *difable*. Seperti banyak orang, saya pertama kali menemukan istilah ini [ketika menggunakan *busway*](http://yulian.firdaus.or.id/2004/06/07/saalh-keitk/) dan mengira itu adalah kesalahan ejaan (saalh keitkâ„¢). Tapi ternyata makin lama makin banyak yang menggunakan istilah *difable* secara konsisten, termasuk di antaranya media-media massa. Jelas ini bukanlah semata-mata kesalahan pengetikan.

Menurut [Cak Fu](http://cakfu.info), istilah ‘difable’ ini pertama kali [dipopulerkan oleh beberapa aktivis gerakan penyandang cacat](http://cakfu.info/?p=37) pada tahun 1998. ‘Difable’ sendiri adalah singkatan dari frasa dalam Bahasa Inggris “Different Ability People”.

> Sekitar tahun 1998, beberapa aktivis gerakan penyandang cacat memperkenalkan istilah baru untuk mengganti sebutan penyandang cacat. Istilah baru tersebut adalah Difable yang merupakan singkatan dari kata bahasa Inggris Different Ability People (sic, mungkin maksudnya ‘differently abled people’ -penulis’) yang artinya Orang yang Berbeda Kemampuan . Istilah Diffable didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan kecacatan. Kami para penyandang cacat pada dasarnya dan dalam kenyataannya dapat melakukan apa saja sebagaimana orang lain melakukan namun hanya caranya saja yang berbeda.

Dalam ilmu bahasa, ini disebut sebagai [eufemisme](http://en.wikipedia.org/wiki/Euphemism), yaitu penggunaan kata yang memperhalus kata yang digunakan sebelumnya.

Yang menjadi masalah adalah istilah ‘difable’ tidak mengikuti kaidah ejaan Bahasa Indonesia dengan benar. Jika memang ‘difable’ adalah singkatan yang berasal dari frasa dalam Bahasa Inggris, maka setelah melalui proses penyerapan seharusnya paling tidak akan menjadi ‘difabel’. Sisi positifnya, penggunaan kata ‘difabel’ ternyata memang sudah lebih banyak daripada kata ‘difable’. Pencarian di Google mencatat ada 600 penggunaan kata ‘difabel’ dan 388 kata ‘difable’.

Masalah lainnya yang lebih serius adalah bahwa banyak orang Indonesia yang tidak menyadari bahwa ‘difable’ bukanlah sebuah kata dalam Bahasa Inggris. Istilah ‘difable’ ini dibuat oleh orang Indonesia, digunakan hanya oleh orang Indonesia, tidak ada dalam kamus Bahasa Inggris apapun dan tidak pernah digunakan oleh orang berbahasa Inggris. Ini cukup serius karena saya lihat cukup banyak literatur berbahasa Inggris buatan orang Indonesia yang menggunakan istilah ‘difable’ ini.

Tapi apa istilah yang tepat? Seperti halnya dalam Bahasa Indonesia, istilah ini dalam Bahasa Inggris juga mengalami proses eufemisme. Istilah yang pertama kali digunakan adalah *lame*, kemudian diperhalus berturut-turut menjadi *crippled*, *handicapped*, *disabled*, dan terakhir *differently-abled*.

Jadi, ingat-ingat: dalam Bahasa Indonesia adalah ‘difabel’, dan terjemahannya dalam Bahasa Inggris adalah ‘differently-abled’, bukan ‘difable’.

77 comments

  1. Kepanjangannya dalam bahasa Inggris, kependekannya dianggap Bahasa Indonesia. Terlalu saliwang/nyeleneh.

    Mendingan disebut “Orang Tuna” tanpa perlu spesifikasi.

  2. Inilah hebatnya orang Indonesia, begitu banyak istilah baru yang dibuat, dengan demikian banyak persoalan. Pantaslah kalau banyak pelajar yang menganggap bahwa bahasa Indonesia lebih sulit daripada bahasa Inggris..Anyway, another good topic from Mr. Priyadi..

  3. Ralat hehe..:Inilah hebatnya orang Indonesia, begitu banyak istilah baru yang dibuat, dengan demikian banyak perkecualian. Pantaslah kalau banyak pelajar yang menganggap bahwa bahasa Indonesia lebih sulit daripada bahasa Inggris..Anyway, another good topic from Mr. Priyadi..

  4. pemberian makna baru atau kata baru sekalian sebenarnya ga asing. GAY dengan untuk menyebut seorang homoseksual baru dikenal luas 1960an (kalo ga salah), sedang sebelumnya gay memiliki arti dalam bahasa Inggris yg artinya happy atau carefree

    begitu juga skrg “bright” hendak diberi arti baru.

  5. Kata dari bahasa asing yang sudah sering kita dengar atau pake mending langsung diserap ae, nggak usah diterjemahkan lagi….
    Ampe sekarang masih kaku kalo mau ngetik tautan ato tembolok .. Perasaan … malah jadi kayak bahasa mana gitu ;)

  6. hmm.. jadi gitu ya :D.. biar keren or gmn? soalnya.. tetep aja kalo belum masuk dalam pelajaran bhs indonesia di sekolah2.. yg lebih dikenal adalah tuna+ :) ponakan saya belum kenal istilah difabel tuwhh :D

  7. bicara soal cacat, liat berita di SCTV tadi sore gak?
    ada orang cacat yang ditolak masuk PNS gara2 cacat. Padahal academisnya sangat bagus.
    Trus, kalo bicara soal penulisan yang benar, menurutku gak masalah, yang penting orang tau maksudnya :d
    Meskipun salah ketik gimanapun tetep aja gak masalah. Tetep bisa kebaca. ada penelitiannya lho.
    klik disini kalo pengen baca hasilnya

  8. yap, indonesia byk menyerap kata2 asing berdasarkan pengucapannya!!hm.. ku rasa bila digunakan sbg bhs indonesia sah2 aja, paling gak itu nunjukin klo bhs itu slalu berkembang..
    blog priyadi rame bgt.. gud.. gud.. (udh ku indonesiakan) :d

  9. iyah, liat berita ttg orang cacat yang lulus dgn predikat cumlaude tapi nggak diterima jadi PNS gara2 pake kursi roda…
    hmm… diskriminatif amat yak…

  10. Jadi inget Felemnya Si Dul pas Dialog Mandra ma Munaroh :D. gara2 sok istilah asing di putusin dech;))

    trus hubunganne opo kie..

    ****cabutttttttttt******

  11. Lidah memang tak bertulang…
    Anak kita sendiri nih (yg udah punya…’_’) suka menamakan dirinya sendiri, misal nih; Arif…bisa jadi aib/aip/ai…dan itu terkadang di gunakan sampai dewasa. Nah…lo…bukankah itu pupuk subur ? sehingga banyak penyelewengan tata bahasa ?

  12. Di Singapore, untuk penyandang cacat di gunakan istilah ‘disable people’ yang di perhalus menjadi ‘this able’ atau ‘these able’ “people” pada iklan-iklannya.(perhatikan kata ‘able’ yang tetap menghargai ability mereka)
    Mereka disediakan pekerjaan yang sesuai dengan ability mereka. Misalnya penyandang cacat kaki/pincang, mereka masih bisa menjadi front-desk di kantor-kantor. Atau yang tunanetra diijinkan ‘ngamen’ di daerah Orchard, tapi mereka ngamen bukan dengan gitar box senar karet, tapi dengan gitar listrik atau ‘electric keyboard’.

    Saya perhatikan, di Indonesia, para tunanetra di arahkan menjadi tukang pijat yang akan bekerja di panti pijat tunanetra.
    Kasihan juga, tapi apa mau di kata. Mau di bekali skill apa mereka supaya bertahan di Indonesia.

    Dulu,saya 2 minggu sekali pijat di panti pijat tunanetra ini. Sejam 20 rb. Selalu saya kasih lebih karena kasihan. Tapi pijatnya ok juga tuh, karena memang di training sebelum terjun ke panti pijat.

    Entah dengan penyandang cacat lain…

    :-?

  13. Biasa orang Indonesia gitu loh…suka buat aturan sendiri.Maunya sih biar agak keren dikit!! tapi ternyata bahasanya gak standar :)

    @47 :
    setahu saya Center : English American style, Centre English British Style.

    Beda dengan pembahasan dalam tema ini : Difable atau Difabel

  14. Bahasa Endonesia berkembang dengan cepat tetapi memusingkan kepalaku. Banyak istilah tidak tepat digunakan dan banyak abreviasi. Aku yang melihat dari jauh, semakin tidak kumengerti lagi Bahasa Endonesia ini, sudah jauh berbeda dengan bahasa bundaku…:-?

  15. kayaknya, ini eufimisme-existensial :d maksudnya, difabel ini memang juga bentuk penghalusan, tapi ia dipublikkan oleh kalangan “cacat” untuk menepis eufimisme sodoran pemerintah yang serba “tuna” itu…

  16. Thanks infonya. Info yg menarik…Baru tau ttg singkatan itu.

    IMHO, kalo memang bukan standard bhs inggris, alangkah baiknya utk tdk ditulis di tempat umum tanpa tanda *.
    Mungkin bisa ditulis
    DIFABLE*
    dg keterangan *=DIF(ferent)-AB(ility) (peop)LE.

    Tapi kalo jadi serapan dalam bhs Indonesia, memang yg benar adalah difabel.

  17. Kalo DIFABLE=Different Ability People
    Maka sebenarnya banyak pejabat di pemerintah termasuk golongan ini.

    Mereka memiliki ‘different ability’ yang orang lain nggak punya.

    Misalnya, korupsi.
    Nggak semua orang memiliki ‘ability’ (kemampuan) ini.
    Ini yang membuat mereka ‘different’ (berbeda).

    Mungkin mereka ‘betabe'(berani tampil beda).

    Nah, ‘stayt’ (semoga tidak ada yang tersinggung).

    He he he.
    Banyak ‘orang cacat’ di negeri Indonesia ini.
    Kaburrrrrrrrrrrr.

    :d

  18. ASELI! gw ampe perang dingin semalem tanpa jatah dari bini tentang istilah ini. Me tahunya emang difabel, dan bini make isilah difable. Dan ekstrimnya, para difabel yang jadi relawan di tempat kerja bini NGO Islamic-relief malah ikut-ikutan make difable.

    Bagi gw salah adlah salah, alanhkah menyenangkan menjadi benar di saat semua orang salah.

    Btw mas pri, di jakarta paling enak naek TransJakarta, kalo naik busway, bisa ketabrak .. :d

  19. Mas Priyadi, di Amerika Serikat istilah yang sering dipakai untuk penyandang cacat adalah disabled persons atau persons with disability. Yang sering dipakai justru menggunakan penulisan yang berbeda yaitu disABLEd, jadi untuk menghighlight bahwa mereka sebetulnya ABLE bila diberi kesempatan. Seperti juga saya tulis dalam Jurnal saya di http://maylaffayza.multiply.com/journal/item/20 tentang performance untuk Biro Tunanetra Laetitia.

  20. Yang menjadi masalah adalah istilah ‘difable’ tidak mengikuti kaidah ejaan Bahasa Indonesia dengan benar. Jika memang ‘difable’ adalah singkatan yang berasal dari frasa dalam Bahasa Inggris, maka setelah melalui proses penyerapan seharusnya paling tidak akan menjadi ‘difabel’.

    Apakah sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari kata/singkatan dalam bahasa Inggris yang tidak pernah ada dalam kosakata bahasa Inggris sendiri masih perlu mengikuti kaidah ejaan Bahasa Indonesia mengenai kata serapan? :-?

  21. #65: good question. tapi kalau ada kata dalam bahasa indonesia yang tidak mengikuti cara pengucapan bahasa indonesia, rasanya kaya keseleo.

    btw, bahasa indonesia awalnya memiliki kebanggaan sebagai bahasa yang fonetik. hanya ada 2 kerancuan pengucapan: e pada ‘menteng’ vs e pada ‘tebet’, dan k pada ‘bapak’ vs k pada ‘badak’.

    seandainya difable diadopsi sebagai kata bahasa indonesia, maka itu akan menjadi kerancuan lainnya karena ‘difable’ tidak akan dieja menjadi ‘di-fab-le’, melainkan ‘di-fa-bel’. pengucapan menjadi beda dengan penulisan.

  22. Karena ‘difable’ sebenarnya merupakan sebuah singkatan [yang dibuat oleh orang Indonesia :D], menurut saya seharusnya tidak perlu diserap menjadi ‘difabel’.
    Apakah ada contoh singkatan dalam bahasa asing yang kita serap?

    Mungkin kita bisa mengajukan kata ini u/ dimasukkan ke dalam pembendaharaan kosakata bahasa Inggris, seperti ‘bootylicious’ yang ditambahkan ke dalam kamus Oxford :D

    Maaf kalau terdengar sok tahu, saya mendapat nilai B u/ mata kuliah Bahasa Indonesia :D

  23. #67:

    Karena ‘difable’ sebenarnya merupakan sebuah singkatan [yang dibuat oleh orang Indonesia :D], menurut saya seharusnya tidak perlu diserap menjadi ‘difabel’.

    menurut saya tetap harus diserap atas dasar pengucapan berbeda dengan penulisan (tidak fonetik). tidak ada kata2 asing yang telah melalui proses penyerapan pengucapannya beda dengan penulisan.

  24. Tadinya yang saya permasalahkan adalah karena ‘difable’ merupakan singkatan/akronim dan bukan kata dasar, saya merasa kata tersebut seharusnya dibiarkan apa adanya tanpa perlu diserap.

    Tapi setelah pencarian di wiki, saya menemukan bahwa ‘amphetamine’ juga merupakan akronim dari ‘alpha-methyl-phenethylamine’ dan sudah diserap menjadi ‘amfetamin’ dalam bahasa Indonesia.

    Jadi hipotesis saya yang pertama gugur :D

    Thx atas waktunya u/ berdiskusi ;)

  25. blog yang sangat bermanfaat !!! untung saya menemukan blog ini, kalau tidak… mungkin tugas kuliah saya untuk mewawancarai dosen Pendidikan Luar Biasa, di salah satu Universitas Negeri di Bandung akan gagal total :o hanya karena satu kata ini “difabel”.

    Hatur thank you… :)

  26. difabel ato difable itu hanya masalah teknis, yang paling penting adalah bagaimana kita memperlakukan masyarakat difabel ato difable itu tanpa memandang sebelah mata

  27. Saya jadi ingat dulu almarhum mansour faqih, dedengkat LSM di Indonesia pernah mepunyai artikel soal itilah difable ini, tapi saya tidak punya artikelnya. ada yang bisa bantu ?:)

  28. Pingback: Websitenya Agung

Leave a Reply to irwan Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *