Akibat banyaknya berita tentang ketersediaan obat generik akhir-akhir ini, saya mengetahui bahwa media cenderung menggunakan istilah ‘obat paten’ sebagai lawan dari ‘obat generik’. Sebagai contoh adalah berita [Obat Generik di RS Habis](http://www.kompas.com/kompas-cetak/0702/26/daerah/3341991.htm),
> Dinas Kesehatan Lampung mengimbau pihak rumah sakit yang kekurangan obat untuk mengganti **obat generik** dengan **obat paten** untuk pasien demam berdarah dengue. Konsekuensinya, pasien harus membayar sendiri obat tersebut. Selama ini pasien kelas III tak dikenai biaya.
Atau artikel [Dinkes Lampung Janji Atasi Obat](http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0703/08/200933.htm):
> Untuk mengatasi kelangkaan obat generik, Dinas Kesehatan sudah mengirim surat kepada rumah sakit-rumah sakit baik negeri maupun swasta di Lampung, supaya mengganti pemakaian **obat generik** dengan **obat paten**. Namun, harga **obat paten** itu harus dicarikan yang sama dengan **obat generik**.
Sebenarnya ini adalah salah kaprah, karena istilah yang seharusnya dipakai adalah ‘obat bermerek’, bukan ‘obat paten’ (sic).
\*\*\*
Pada saat perusahaan farmasi menemukan sebuah obat untuk mengobati penyakit tertentu, biasanya mereka langsung mendaftarkan paten untuk obat tersebut. Paten memiliki jangka waktu yang berbeda untuk negara yang berbeda. Menurut [UU No. 14 Tahun 2001](http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Nomor_14_Tahun_2001) masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten.
Pada masa ini, penggunaan istilah ‘obat paten’ masih bisa dibenarkan (walaupun mungkin lebih tepat ‘obat berpaten’). Dalam 20 tahun masa berlakunya paten ini, semua obat dengan kandungan yang sama adalah hasil produksi dari perusahaan farmasi pemilik paten atau perusahaan lainnya yang memiliki perjanjian khusus dengan perusahaan tersebut. Dengan demikian, pada masa tersebut semua obat dengan kandungan yang sama adalah ‘obat paten’.
Setelah paten tersebut kadaluwarsa, pemilik paten tidak lagi memiliki hak eksklusif. Perusahaan farmasi lain dapat secara legal memproduksi dan memasarkan produk dengan kandungan yang sama tanpa harus menjalin kerjasama khusus dengan perusahaan pemilik paten. Perusahaan farmasi lain kini dapat memproduksi dan memasarkan produk yang kita kenal sebagai ‘obat generik’.
Walaupun patennya sudah kadaluwarsa, merk dagang dari obat yang dipasarkan selama 20 tahun pertama tersebut tetap menjadi milik perusahaan yang dulunya memiliki paten atas obat tersebut. Perusahaan lain kini memang berhak untuk memproduksi obat yang memiliki kandungan yang sama, tetapi perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat menggunakan merk dagang yang digunakan perusahaan yang sebelumnya memegang hak paten atas obat tersebut. Perusahaan-perusahaan ini dapat menggunakan merk generik atau menggunakan merk milik sendiri. Jika perusahaan farmasi menggunakan merk sendiri, terkadang ini dinamakan sebagai ‘obat generik bermerk’.
Sebagai contoh perusahaan farmasi [Pfizer](http://en.wikipedia.org/wiki/Pfizer) memiliki hak paten atas produk Norvasc®, sebuah obat anti hipertensi. Paten ini baru akan [kadaluwarsa pada bulan September 2007](http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m3374/is_4_26/ai_114742876). Karena paten ini, tidak ada obat lain dengan kandungan yang sama di negara-negara yang mengakui paten ini. Jika ada, maka itu adalah akibat dari kerjasama khusus dengan Pfizer. Setelah bulan September nanti, paten ini akan kadaluwarsa dan perusahaan-perusahaan farmasi lain baru akan dapat memproduksi obat dengan kandungan yang sama. Walaupun demikian, perusahaan-perusahaan ini tidak dapat menggunakan merk dagang Norvasc® yang tetap menjadi hak milik eksklusif Pfizer. Perusahaan-perusahaan ini dapat menggunakan nama generik [Amlodipine](http://en.wikipedia.org/wiki/Amlodipine) atau menggunakan merk sendiri. Obat-obatan yang menggunakan nama generik ini kita sebut sebagai ‘obat generik’. Sedangkan Pfizer akan tetap dapat terus memproduksi Norvasc® yang lebih tepat jika kita sebut dengan ‘obat bermerek’.
Jadi sebenarnya yang dimaksud dengan ‘obat paten’ yang ditulis pada media-media massa akhir-akhir ini sebenarnya lebih tepat jika disebut sebagai ‘obat bermerek’. Sedangkan penggunaan istilah ‘obat paten’ adalah salah karena patennya sendiri sudah kadaluwarsa dan tidak berlaku lagi.
**Catatan tambahan**:
Amerika Serikat menganut sistem *patent* dan *exclusivity* untuk produk obat-obatan. Ini berbeda dengan Indonesia yang hanya menganut sistem paten. Contoh di atas menggunakan contoh negara Amerika Serikat. Yang dimaksud dengan ‘paten’ di contoh tersebut sebenarnya adalah ‘paten dan eksklusivitas’. Untuk informasi lebih lanjut tentang paten dan eksklusivitas di Amerika Serikat dapat dilihat pada [situs FDA](http://www.fda.gov/cder/ob/faqs.htm).
Saya dulu pernah kerja di Novartis,jualan Norvasc malah ndak tau cerita gini lho mas Pri..
Sepertinya pertama nih…:-?
Kecepatan posting blog kok berkurang drastis, pri?
waduh… kalo aku mah… asal obatnya manjur… mau paten… mau generik… mau bermerek… mau kadaluarsa :d… mau jamuran :d… ga masalah de… asalkan sembuh… biarin aja…
eh… tapi kali kalo udah minum yang jamuran n kadaluarsa… kali bukan cuma sembuh ya… tapi langsung ilang semuanya ya… :d
wah… tumben ni… aku bisa coment 5 besar… :)>-
lama menunggu om pri posting lagih :) , eeh.. yang keluar tentang obat :D . gpp deh..
semoga bukan karena kebanyakan ‘ngobat’ setelah sibuk lembur mbenahin celah keamanan CSRF ;)
kalo misalnya obat batuk buat menyembuhkan batuk, obat nyamuk buat apa? :-”
:)>-
Obat menjadi mahal adalah karena faktor Merk Dagang (meski patennya telah kadaluarsa), misalnya OBH tanpa kemasan harganya sangat jauh lebih murah daripada OBH yang diiklankan di media.
wah! baru tahu saya kalau yg boleh digenerikkan itu obat yg sudah usang patennya. :d
Sip! Dibahas juga sama dr. Tonang di sini. Udah lama banget, sih. Tapi tetep layak baca.
Eh nambah.
@ Jay: OBH tanpa kemasan? OBH tanpa label, kali. Kalo gak pake kemasan, gimana belinya dong? Ngga pake sistem curah kaya minyak goreng, kan :D
Jadi bingung, obat generik itu apa sih? Bukannya obat generik itu obat yang bisa buat banyak penyakit tapi dengan harga murah ya? Bukankah tidak masalah jika disebut “obat paten” karena proses pembuatannya pun tergantung pabrik farmasinya, kan?
#10: obat generik baru bisa dijual pasaran jika patennya sudah gak berlaku lagi. jadi istilah ‘obat paten’ sebagai lawan dari ‘obat generik’ adalah salah.
lama bener pingsannya ya.. kirain gak bangun2 lagi.. he..he..he
#9: Iya tanpa kemasan, langsung ditenggak.
*hihihi, dengan demikian kesalahan telah ditertawakan*
Jadi sebenarnya perusahaan yang dulunya mempunyai hak patent atas produk-produknya memakai istilah “paten” sebagai cara mengingatkan pembeli kalau obat mereka adalah yang dijual pertama kali sebelum yang generic masuk ke pasar.
Namanya juga perusahaan besar dan berduit, pastinya mempunyai cara yang lihai untuk memisahkan produk-produk mereka dengan yang lain dimata masyarakat.
Asikk. Pri nulis lagi.
Bahasa itu kan punya aturan mengalir :). Selama masih mengikuti konteks, bisalah diterima konsensus bersama yang dirasa tidak menimbulkan gangguan yang berarti (huh) bagi semua pihak. Diganti juga belum tentu pas. Merk. Hmm. Nanti dibilang bukan “obat bermerk” tapi “obat bermerk dagang” karena kali2 ada yang punya ide merk non dagang (i.e. nama generik-nya sendiri yang dicetak berbeda untuk setiap manufacturer). Bisa jadi kemudian istilah itu pun dipersalahkan lagi. Hoahm, teh lagi ah.
Kapan ke Bandung, Pri?
Mustinya obat2an herbal kudu digiatkan nih..
Padahal obat dari herbal manjur juga kok..
jadi penasaran.. kata paten itu dari bhs jawa bukan ya?
“tak pateni kowe!”, dipatenkan, dipateni, dimatikan hmmm..
any clue?
Anehnya kenapa di daerah yang gitu yang langka yah, zzz, ga mau buruk sangka kenapa, yang jelas aku pengguna obat generik,
pak pri, aspirin generik ngga ?
kalo orang di betawi dulu, nyebut “paten” itu untuk sesuatu yang ampuh atau hebat. jadi nggak salah kalo disebut obat paten karena emang ampuh khasiatnya. kata “paten” juga bisa dipakai untuk yg lainnya, mis. main layang-layang trus diadu dan menang, maka bilangnya “paten juga nih layangan gw”. padahal yg paten itu benang gelasannya.
Om pri,semedinya koq lamaaaaaaaaaa banget…..udah dapat wangsit apa aja nih?koq yg nongol obat???jadi ngeri nih bacanya!!itu kadaluarsanya masih bisa di minum nggak???:d
sudah ada yang pernah bermasalah dengan paten obat ini belum mas pri? misalnya, perusahaan lain membuat obat tanpa seijin pemilik paten, terus berlanjut di pengadilan..;)
Buat saya bermerk atau Generic sama saja. Yang membedakan cuman harga. Btw hati-hati loe, sekarang banyak obat expired dan daurulang beredar di pasaran. Bahkan sudah masuk ke apotik-apotik.
Kemaren minggu keluar di SIGI SCTV.
#13: jay, kenapa pake kemasan? kalo pake botol perih?
gara-gara paten semuaaaaaaa jadi tambah mahal. kenapa sih untuk melindungi hak cipta justru jadi beban buat yang membutuhkan, bukannya sebuah inovasi lahir untuk membantu masyarakat, apalagi obat. Bukannya menentang HaKI tapi mbo’ ya jangan kemahalan;;)
Ya bener banget. Efeknya juga gak jauh beda koq. Isinya juga kurang lebih sama :d
#23 kalo yang kemasan lebih praktis
*nyamar*
#27
:d:d:d:d:d:d
kalau saya jualan krupuk,
nggak mempersalahkan ‘paten’ atau tidak,
bagi yang mau meniru sama persis silahkan ‘kan bisa promosi gratis, bagi yang mau niru sebagian silahkan juga,
semakin banyak orang yang memanfaatkan moga Tuhan memberi pahala, walaupun kita udah nggak di dunia lagi.
pahala itu mengalir terus….
bukankah orang yang mulia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
jadi mengapa harus ‘dipatenkan’.
klo gw seh, yg penting bli di supermarket, trus liat expired date, klo blon klewatan yaaa diminum ajah…
intinya dapet. tapi bukankah ini memang negeri salah kaprah? hehe…
Setuju!!
bagus
biar rakyat tau beda antara obat bermerek dan generik.
thx.
#28 kerupuk belum dipatenkan tapi tempe sudah, bukan sama orang Indonesia lagi :(.
Emang nih bung pri suka nulis hal2 kecil yg mungkin ga penting, tapi setidaknya bisa nambah sedikit wawasan. :d
Yah, klo gw baca lagi ttg generik dan bermerek, ternyata omongan dari anak2 yg kuliah di Farmasi benar adanya. Ga da perbedaan yg cukup krusial antara keduanya, kecuali dalam hal merek. Klo kualitas ga da beda.
Tapi, pandangan di masyarakat saat ini masih miris mengenai obat generik. Bahkan, sugesti yg beredar pun mengatakan kalo menggunakan obat merek, penyakit bisa sembuh lebih cepat. Bukankah itu cuma sugesti doang?
Jadi mulai saat ini mari kita gunakan obat generik.
[Tapi, bukannya lagi langka?]
Wah…., bagus informasi2 seperti ini. Yang menjadi lebih penting, ‘khasiat’ obat yang disebut generik sama dengan yang bermerk/patent. Memang seperti masakan saja, lain koki lain rasa. Contoh, Tramadol (generik) mutunya juga tidak kalah dengan yang lai. seperti Tramal, Tradosic dll. Trmksh infonya.
Patent => Quality ??
Quality => Patent ??
Obat juga dipaten yah..??
Lebih ngeri obat-obat palsu mas pri, banyak beredar tanpa sepengetahuan kita. Gimana bisa sembuh klo obat aja banyak imitasinya, tapi ya banyak2 doa aja biar cepet sembuh (gak nyambung).
Tapi kenapa sih dikasih nama obat generik..??
comment dulu baru baca :)>-
Repot banget dengan paten atawa generik…Minum jamu aja dahh…\:d/
Kalau beritanya salah/tidak benar seperti ini ada tuntutan hukum untuk media-nya gak yah? atau punishmentnya ada gag yah? Apalagi masalahnya kesalahan “bahasa” dan kesalahan “pengertian”? :-?
Percaya enggak kalau saya katakan “Yang membuat harga obat melambung adalah dokter…. karena perusahaan farmasi harus menyeponsori seminar dan jalan jalan dokter ke luar negeri, ganti mobil baru, beli laptop dll, dokter dikasih grade oleh perusahaan farmasi bukan karena keahliannya tapi karena omsetnya ,grade A omsetnya sekiaan dokter grade B omset nya segini …..
grade C omsetnya cuman segitu…. hati hati kalau dokter membereri resep, kalau 3 dari 4 macam jenis obat yang diresepkan diproduksi oleh 1 perusahaan kemunkinan dokternya sudah termasuk dokter Grade A :P .
Boleh kok pada saat di apotik kita minta obat yang sama dengan merek yang berbeda coba tanya apotekernya ada merek lain yang sama denga obat ini enggak yang harganya lebih murah … \:d/
Pemerintah Thailand berani melanggar paten obat dg alasan darurat nasional penanggulangan HIV, menghemat $ 24jt/tahun. lihat di sini
bahkan kemaren saya berobat ke dokter spesialis kulit di rs borromeus saat saya menderita herpes, ditawari dua jenis obat: “mau obat generik ato obat paten mas?”
mungkinkan “istilah” ini berasal dari kalangan kesehatan?
obat generic = driver generic, pakenya kalo udah ngga ada yang cocok :)
Saya Komen aja kok :d
Hmm.. kalo obat yg formulanya udah >= 20 tahun yang lalu kemungkinan khasiatnya kalah dgn obat yg formulanya masih baru dong ? :(
#45 Belum tentu. Aspirin yang sudah ratusan tahun dan notabene menjadi obat generik masih terbukti ampuh.
yoi, aspirin tetep terbukti ampun. penicilin juga
obat generik = open source software ? obat bermerk = proprietary software?
Dear Mas Pri yang rekan-rekan pembaca lainnya.
Pemahaman saya agak berbeda.
1. Obat Patent
Adalah obat = seperti yang diceritakan oleh Mas Pri.
2. Obat Generik
Adalah obat -yang biasanya memiliki satu zat aktif saja-, contohnya Paracetamol
3. Obat Bermerek
Adalah obat yang ada mereknya (brand name). Contoh Paracetamol (generik) yang ada mereknya seperti Panadol.
Contoh yang Mas Pri berikan, Amlodipine.
Nama Generik adalah Amlodipine
Nama Dagang (obat bermerk) adalah Norvask (originator), Tensivask (disebut obat me too/obat bermerk, produksi Dexa Medica).
Jadi Tensivask BUKAN obat Generik, karena ada brand namenya atau ada Merknya. Makanya disebut obat bermerk.
Obat generik-nya Dexa untuk amlodipine (kalau ada), namanya yha Amlodipine.
Semua produsen obat yang ingin memproduksi obat generik, nama obatnya sama yha Amlodipine.
Jadi ada Amlodipine Dexa, Combi ataupun Kalbe, misalnya saja kalau perusahaan tersebut tertarik untuk memproduksi obat generik untuk zat aktif Amlodipine.
Mudah-mudahan bisa dimengerti.
Kesimpulannya berita tersebut TIDAKLAH salah.
Erik Tapan
#51:
kalau obat yang memiliki satu zat aktif saja tapi bermerk apa namanya? menurut saya tetap obat bermerk. contohnya norvasc.
betul, tapi beberapa vendor menyebutnya sebagai ‘obat generik bermerk’, malah ada asosiasinya segala :)
yang saya permasalahkan cuma istilah ‘obat paten’, karena kalau ada ‘obat generik’ yang dijual di pasaran, sudah pasti patennya sudah kadaluwarsa dan gak berlaku lagi. karena itu istilah ‘obat paten’ kurang tepat.
#15: yang dimasalahin kan istilah ‘obat paten’, padahal patennya sendiri pun udah gak berlaku :). ke bdg paling minggu depan.
Obat paten kan klo ga salah kan sebuh merek dagang deh
Sudah saatnya Indonesia pakai sistem health insurance yg mestinya jadi tanggung jawab pemerintah indonesia. Jadi, yg namanya generic atau obat bermerk gak jadi masalah, karena biaya di tanggung pemerintah. Mimpi kali yeeee…. :d
Hanya masalah istilah, koq?
wahh kalo berobat gratis enak banget ya … *ngarep juga*
Saya beberapa kali gagal mencoba memasukkan komen tapi gagal terus ya..Apa karena terlalu panjang ya?? istilah ‘obat berpaten’ tidak bisa digantikan dengan ‘obat bermerek’. Karena ini menimbulkan kerancuan baru. Anda juga seharusnya mencantumkan UU No 15 tahun 2001 tentang Merek yang dibedakaan dengan UU No 14 tahun 2001 tentang Paten. Selengkapnya dapat dilihat di sini. Terima kasih.
Semua obat yang di jual pasti bermerek. Obat generik atau obat berpaten pasti memiliki merek. Selengkapnya disini.
Kalo jamu paten dan jamu generik ada nggak ya? Kalo jamu paten kayaknya yang punya mbah moyang,sobatnya mbah marijan
hmm. baru tau …
Mending ke dhukun! Gak cuma penyakit yang disembuhin, jodoh juga bisa datang! Hehehehehehehe!
Nomer togel juga!:d
Yang jelas OBAT Bermerk Mahal :-w:-w:-w:-w
generik ditiadakan supaya pasien beli yg berpaten, ups yg bermerk karena dokternya dah ada agreement ama sales obatnya, klo abis sekian box dapat bonus sekian atau dapat bonus “anu” :)>-:)>-:)>-:)>-
interpretasi anu terserah anda :D:D
Oh gitu.. Aku juga baru tau kok mas…
hiks hiks..saya komentator ke 5x..apapun asal obat nya, yang penting teh botol sosro *komen gak penting..kabur* obat yg paling mujarab menurut saya yah minum madu mas :)
oooh….jadi gitu toh….baru tau nih om Pri….hehehehe:d
» mashuri:
makasi buat dr. Mashuri yg dah menanggapi tulisan ini di blognya..
• lbh setuju ‘obat berpaten'[kl masi berlaku..]
→ loh kok ‘mewakili’ om pri.. :)
obat patent murah ada gak ya?
“…….Jadi sebenarnya yang dimaksud dengan ‘obat paten’ yang ditulis pada media-media massa akhir-akhir ini sebenarnya lebih tepat jika disebut sebagai ‘obat bermerek’…..â€
Ini adalah kalimat yang saya kutip dari alinea terakhir tulisan Anda. Dari sini berawal ketidaksependapatan dengan Anda, karena semua obat yang dijual di pasaran pasti bermerek. Akan tetapi, tidak semua merek dapat didaftarkan. (UU No 15 tahun 2001 Pasal 4 dan 5 tentang Merek yang Tidak Dapat Didaftar dan yang Ditolak).
Betul merek “beras†tidak bisa didaftarkan untuk produk “berasâ€. Hal ini sudah jelas Pak, sebab merek tersebut merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang tersebut (pasal 5). Seperti halnya gambar â€kopi†atau tulisan â€kopi†juga tidak bisa dipergunakan untuk merek produk kopi.
Akan tetapi, untuk produk farmasi berbeda. Apakah Anda tahu â€Amlodipine besylateâ€? Kalau Anda bukan seorang farmasist atau farmakolog, pasti hanya tahu istilah tersebut dari artikel ilmiah atau kemasan-kemasan obat yang mengandung bahan tersebut. Untuk produk farmasi tidak bisa dikenakan pasal 4 dan 5 ini, dan dari sini lahir istilah â€OBAT GENERIK BERMEREK/OBAT GENERIK BERLOGOâ€.
Anda keliru menerjemahkan tentang istilah â€merek milik umum†pada pernyataan Anda berikut: ……merek generik sebagai merek yang telah menjadi â€milik umum ….. Hal ini bisa dilihat pada pasal 5 poin c tentang merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak, misalnya â€TANDA TENGKORAK DI ATAS DUA TULANG YANG BERSILANGâ€. Merek ini tidak bisa dipakai atau akan ditolak, karena secara umum sudah diketahui sebagai tanda bahaya. Jadi, Anda keliru menganggap â€merek generik†sebagai â€merek yang dimiliki semua orangâ€, dan dari sini lahir istilah †â€OBAT GENERIK BERMEREK/OBAT GENERIK BERLOGOâ€.
Saya tidak mengatakan suatu negara â€otomatis†mengakui suatu paten yang telah terdaftar di negara lain. Akan tetapi, sudah tentu melewati proses administrasi agar paten tersebut dapat berlaku di sini apabila produk/proses paten tersebut ingin dipasarkan di sini (Lihat Buku Panduan HAKI, 2003 tentang Prosedur Permohonan Paten). Akan tetapi, pemohon paten mempunyai hak prioritas untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang tergabung dalam Paris Convention.
Di bidang industri farmasi rasionalitas ekonomi menjadi pertimbangan untuk mematenkan produk/proses atau mendaftarkan merek. Invensi yang diberi paten dapat secara ekonomi menguntungkan apabila skala pasar bagi produk yang bersangkutan sesuai dengan investasi, sehingga ada produk berpaten yang mereknya tidak terdaftar atau ada yang mereknya terdaftar tapi tidak berpaten (walau untuk obat ini sangat jarang).
Perlu diketahui bahwa untuk produk farmasi biasanya terdiri dari beberapa klaim yang dipatenkan. Jadi kalau Amlodipine besylate (keliru kalau hanya disebut Amlodipine), ini puluhan klaim yang dipatenkan mulai dari proses sintesisnya sampai kepada efek zat ini di dalam tubuh. Masa perlindungan paten ini bisa 20 tahun, tapi untuk produk tertentu dapat memperoleh paten sederhana yang mempunyai masa perlindungan 10 tahun (paten sederhana).
Jadi, saya tetap berpendapat obat generik adalah obat yang menjadikan kandungan zatnya sebagai merek. Biasanya kandungan zat tersebut telah habis masa perlindungan patennya (kalau memang dipatenkan sebelumnya). Konteks ini dapat dilihat di sini.
Saya setuju obat berpaten merupakan obat dengan mempunyai merek tertentu yang mengandung zat tertentu saat masa perlindungan patennya belum kadaluarsa.
Tapi saya tidak setuju, kalau obat berpaten yang masa perlindungan patennya sudah expired lantas disebut menjadi â€obat bermerekâ€, seperti yang terdapat pada alinea akhir tulisan Anda.
saya mau minum obat generik yang ‘paten’
harga murah tapi sipp….
(tapi kalo sakit ajah..lohh)
#67:
oh, memang bukan itu maksud saya. saat ini, Norvasc® adalah obat bermerek DAN obat berpaten. tahun depan, Norvasc® bukan obat berpaten, tapi tetap obat bermerk.
ini kembali mencampuradukkan antara ‘paten’ dan ‘merk’. lebih baik sebelum paten expire kita sebut ‘obat berpaten’, dan sesudah expire kita sebut ‘obat tidak berpaten’. ini terlepas dari apakah obat ini diberi merk atau menggunakan nama generik.
sedangkan dari sudut pandang merk, lebih baik kita sebut yang tidak menggunakan merk sendiri (amlodipine) sebagai ‘obat generik’ dan yang menggunakan merk sendiri (norvasc) sebagai ‘obat bermerk’. dan ini terlepas dari apakah paten obat ini masih berlaku atau tidak.
dari semua database obat yang saya lihat semuanya pakai nama ‘amlodipine’ saja: 1 2, 3 4.
hmmm, bisa kasih contoh nama generik yang didaftarkan namanya? setelah saya cari di dgip.go.id, tidak ada pendaftaran merk dengan nama ‘amlodipine’ dan juga generik obat2an lainnya (saya sudah coba search nama paracetamol, cotrimoxazole, metronidazole, amoxicillin, semuanya gak didaftarkan)
Baik, saya kutip lagi kalimat yang terdapat pada alinea terakhir tulisan Anda:
Jadi sebenarnya yang dimaksud dengan ‘obat paten’ yang ditulis pada media-media massa akhir-akhir ini sebenarnya lebih tepat jika disebut sebagai ‘obat bermerek’. Sedangkan penggunaan istilah ‘obat paten’ adalah salah karena patennya sendiri sudah kadaluwarsa dan tidak berlaku lagi.
Sekali lagi…..kalimat ini yang saya tidak setuju. Dari Harian on line yang Anda kutip pun (Kompas) tidak menyebutkan NAMA OBAT (kecuali nama sebuah produk cairan infus) mempunyai paten atau tidak. Bagaimana mungkin Anda bisa menyimpulkan obat yang termasuk dalam berita itu sudah expire atau tidak, sehingga menyebutnya dengan â€obat bermerekâ€? Saya minta maaf kalau saya salah menangkap maksud kalimat itu, tapi tolong Anda jelaskan sekali lagi apa yang Anda maksud dengan kalimat yang Anda tuliskan?
Ok…sedari awal saya sepakat semua obat yang sebelum paten expire disebut obat berpaten, dan sesudah expire disebut obat tidak berpaten.
Tapi….untuk istilah â€obat bermerek†saya tidak setuju. Karena semua obat yang dijual di pasaran pasti bermerek. Masalahnya adalah APAKAH MEREK TERSEBUT TERDAFTAR ATAU TIDAK, itu yang jadi pertanyaan. Anda tidak usah bingung, jangankan merek generik, obat bermerek NORVASK pun tidak terdapat di dalam direktori MEREK dgip.go.id. Merek ini hanya terdapat di dalam US Patent dengan nama Norvasc seperti yang saya tulis pada tulisan saya. Saya pun tidak tahu apakah paten dan obat bermerek NORVASK sudah diregistrasi di Indonesia? Mungkin hanya pihak Pfizer (dan tentu Depkumdang) yang tahu?
Kalau Anda bekerja di bidang farmasi maka Anda pun mestinya tahu bahwa rasionalitas ekonomi menjadi pertimbangan untuk mematenkan produk/proses atau mendaftarkan merek. Invensi yang diberi paten atau didaftarkan mereknya dapat secara ekonomi menguntungkan apabila skala pasar bagi produk yang bersangkutan sesuai dengan investasi.
Dalam kontek Norvasc maka patent-nya berhubungan dengan kandungannya yaitu Amlodipine besylate. Amlodipine merupakan senyawa induk yang masih memungkinkan dikembangkan untuk temuan baru. Derivat lain Amlodipine yang kini beredar di pasaran adalah AMLODIPINE MALEAT (Merek dagang: AMDIXAL) diproduksi oleh SANDOZ.
#70:
implisit. media massa menyebut kurang lebih ‘obat generik langka sehingga rumah sakit harus menggunakan obat paten’. di sini diketahui kalau obat2an yang dimaksud sudah ada versi generiknya, artinya perusahaan farmasi apapun bisa memproduksinya, dan dengan demikian tidak dipatenkan atau patennya sudah kadaluwarsa.
di media lain (tidak saya kutip) dibilang kalau obat2an yang dimaksud di antaranya adalah cotrimoxazole, metronidazole, dan amoxicillin.
kalau pakai nama generik (amlodipine), maka seharusnya dia tidak bisa melarang pihak lain untuk menggunakan nama yang sama. nama generik bukan dan tidak bisa menjadi merk dagang.
UU 15/2001 memberikan perlindungan terbatas untuk merk yang tidak terdaftar, dengan syarat merk itu harus terkenal (ps 6b). jadi kalau norvask tidak didaftarkan, dia masih bisa mengklaim kepemilikan. tapi saya ragu perusahaan sebesar pfizer lupa mendaftarkan merknya. lebih mungkin database dgip yang gak update.
saya sama sekali bukan orang farmasi, tapi isu ini bukan spesifik untuk bidang farmasi saja. kecuali kalau memang ada aturan spesifik untuk bidang farmasi yang saya gak tahu.
Satu contoh kecil, Ponstan adalah obat paten untuk menghilangkan rasa sakit, fungsinya sebagai penghilang rasa sakit.
Tapiiiiiiii……………
ada obat generik penghilang rasa sakit yang cukup dikenal Asam Mafenamat, Ini di produksi banyak perusahaan farmasi seperti Dexa Medica dll. Dan ini memang obat generic. Dan sangat berbeda kandungan dengan ponstan.
Nah… jadi mungkin saja benar berita itu tentang hilangnya suatu produk generik dan sebagai gantinya digunakan obat paten.
Nahlo? Kalau mengacu contoh diatas dan yang hilang itu Asam Mefenamat? Suruh di ganti merek apa? Kenapa Asam Mefenamat tidak bermerek? karena itu obat isinya cuma satu ya Asam Mefenamat, ini unsur kimia yang gak boleh di patenkan merek nya. Bukan unsur deng, senyawa, tar di protes lagi ama ahli tata bahasa kita ini.
Untuk obat generik bermerek, contohnya misalnya suatu obat kandungan nya adalah NaCl lalu mau diberi merek dagang “Kadal” ya sah sah saja. Merek Dagang “Kadal” ini adalah obat generic bermerek. Dia bermerek bukan karena obat paten nya udah expired.
Tapi yang di patentkan hanya merek nya saja bukan penemuan nya.
Kembali ke quote pertama, kalau contohnya adalah yang hilang itu produk generik NaCl, pemerintah lalu menyarankan penggunaan obat paten seperti misalnya merek “Buaya” yang isinya misalnya NaCl + Vitamin C.
Sebagai contoh perusahaan farmasi Pfizer memiliki hak paten atas produk Norvasc®, sebuah obat anti hipertensi. Paten ini baru akan kadaluwarsa pada bulan September 2007.
Karena paten ini, tidak ada obat lain dengan kandungan yang sama di negara-negara yang mengakui paten ini. Jika ada, maka itu adalah akibat dari kerjasama khusus dengan Pfizer. Setelah bulan September nanti, paten ini akan kadaluwarsa dan perusahaan-perusahaan farmasi lain baru akan dapat memproduksi obat dengan kandungan yang sama.
Itu undang udang Paten Amerika, Di Amerika Sono paten cuma 5-10 tahun. Jadi… Kalau memang Norvasc expired di amerika 2007 berarti Norvasc paling tidak di daftarkan di amerika 1997.
Kalau nih, kalau saja sejak di daftarkan di amerika langsung di produksi atau di impor oleh PT. PFIZER INDONESIA
saya sama sekali bukan orang farmasi, tapi isu ini bukan spesifik untuk bidang farmasi saja. kecuali kalau memang ada aturan spesifik untuk bidang farmasi yang saya gak tahu.
BANYAK!
#72:
kebeneran saya juga mengikuti isu ini. dan kesan yang saya dapat setelah membaca beberapa artikel adalah kurang lebih “antara obat yang langka dan yang tidak langka memiliki kandungan generik yang diinginkan yang sama”.
wah kapan saya bilang begitu? :-? saya selalu bilang antara paten dan merk dagang harus dipisahkan. satu2nya hubungan yang saya bilang adalah “obat generik baru bisa diproduksi jika patennya sudah expire”.
nah, sekarang saya bisa dengar jago protes kita ini semangat mau ngetik: “gimana kalau yang punya patennya bikin obat generik sebelum patennya habis?” ;). bukan gak mungkin, tapi ngelantur, jelas tidak sesuai dengan kasus yang saya jadikan contoh.
17-20 tahun
rame rame rame…
Sebagai orang awam saya cuma menangkap bahwa istilah “obat paten” tetap dipakai meskipun patennya udah habis karena untuk membuat perbedaan dengan “obat generik” dan “obat bermerek (yang berasal dari bukan pemilik paten)”.
Jadi istilah “obat paten” merupakan Unique Selling Proposition yang dimiliki oleh obat bermerek yang dikeluarkan oleh pemilik paten. Tujuannya ya untuk menciptakan persepsi lebih baik di mata konsumen. gitu…
Paten adalah istilah bahwa suatu merk dinyatakan terdaftar secara legal, dan menjadi hak milik dari pendaftarnya. Jadi obat paten adalah yang memenuhi kriteria diatas. Obat lain, bisa saja bermerk tapi tidak paten, tidak bermerk dan juga tidak paten, atau tidak bermerk tapi paten (yang ini kaynya ga bisa ya?..
btw.. hore 100 besar:((:((
Kang Pri, ngomong2 tentang paten, mungkin bisa dibahas tentang karya dan budaya Indonesia yg justru “dicuri” negara2 lain (terutama tetangga dekat) dan dipatenkan oleh mereka (sbg karya dan budaya ‘asli’ mereka). :P Banyak sekali contohnya, seperti ukiran jepara, becak, kerajinan rotan, soto betawi, tempe, tahu, dlsb.
Apa iya paten mengijinkan “pencurian” seperti itu? Sekedar berprinsip ‘siapa cepat, dia dapat’? Apa gak ada uji validitas atau otentisitas atau semacamnya atas hal yg akan dipatenkan tsb? Apa ini termasuk pencurian yg dilegalkan? :o Saya sih pengen ngebahas, cuman gak ada waktu buat risetnya mengingat secara pekerjaan saya lagi sibuk berat. :(
Thanks sebelumnya.
Dalam konteks tulisan Anda, saya merasa perlu menyebutkan juga UU No 15 tentang Merek, karena Anda mengklarifikasi istilah Paten dengan menggunakan perspektif hukum (UU tentang Paten). Seperti halnya Paten, maka Merek pun mempunyai â€jangka waktu perlindungan hukum”. Bahkan, waktunya bisa lebih pendek dari masa perlindungan Paten. Berdasarkan UU No 15 merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan. Nah, kalau Anda menyebut suatu obat yang off patent sebagai obat bermerek, tentu tidak tertutup kemungkinan merek obat tersebut juga off certificate, bukan? Apakah masih bisa disebut sebagai â€obat bermerekâ€?
Pemahaman saya tentang obat bermerek beranjak pada obat ethical (resep) dimana obat bisa disebut sebagai branded original drug, branded generic drug, dan untuk kondisi Indonesia ada istilah obat generik bermerek atau berlogo (OGB). Oleh sebab itu, saya menyimpulkan semua obat bermerek.
Walaupun ini bukan titik temu yang membahagiakan, Anda telah berbicara banyak tentang hal yang berbeda. Semoga masih ada ruang bagi kita untuk bertemu.
Terima kasih.
#77:
saya gak pernah bilang ‘obat yang patennya expire sudah pasti obat bermerk’. saya bilang ‘obat generik baru bisa diproduksi pabrik lain setelah patennya expire’. dalam konteks yang dibahas media2 massa akhir2 ini, mereka menyebutkan ‘obat paten’, padahal yang mereka maksud sebenarnya adalah ‘obat bermerek’.
soal registrasi, sebenarnya di beberapa jurisdiksi tidak perlu registrasi untuk mengklaim merk dagang. merk dagang yang diakhiri â„¢ itu tidak didaftarkan.
di sini ada OGB Paracetamol 500mg Indofarma… (kepotong), ada logonya juga. ‘paracetamol’ tetap nama generik. yang masuk merk dagang adalah nama pembuatnya (indofarma…) dan logonya.
#77:
kalau merknya masih dipakai, masih bisa diperpanjang menurut pasal 35-38.
ah pejabat ngomong gitu? emang dasar katro, wong ndeso! :-“
back to basic…
paten adalah bukti terdaftarnya suatu hasil temuan baik proses, materi maupun nama yg karenanya mempunyai hak2 tertentu.
(daftarnya di mana oom? syarat2nya apa aja? hak2 istimewanya apa?)
merek adalah nama.
(untuk membedakan dengan yg lain ataupun sejenis)
merek bisa didaftarkan.
(daftarnya di mana? syarat2nya apa aja? apa keuntungannya?)
Dear All,
Makin ramai saja nich diskusinya.
Setelah saya mengamati, obat itu dibagi 3:
1. Obat Originator
Untuk menghilangkan kebingungan obat patent setelah habis masa paten, maka dimunculkan istilah yang lain (sudah sering dipakai di kalangan perusahaan farmasi). Obat Originator
2. Obat Generik
Obat yang benar-benar generik dijual tanpa merek dagang.
Dan yang terakhir ini, diusulkan sebagai Generik Bermerk, namun menurut saya hal ini tidak terlalu disukai oleh produsen. Di kalangan produsen istilahnya obat “me too”.
Mungkin Mas Pri atau rekan-rekan pembaca lainnya punya julukan untuk obat jenis ini.
#81: untuk daftar coba cari info di dgip.go.id
#82: eh, yang nomor 3 apa nih? :)
Sori,
Yang nomer 3 itu yang disebut Mas Pri dengan Generik Bermerk.
Menurut saya, sebutan itu kurang disukai oleh para pemain. Mereka menyebutnya obat “me too” atau obat “branded”.
Mungkin dari Mas Pri atau rekan-rekan yang lain di sini bisa mencari istilah untuk obat jenis tersebut.
back to nature aja yuk !!! :-“
Hal ini mengacu pada komentar anda di #11
Berdasarkan hal hal diatas tulisan anda secara explisit dan implisit sering terkesan rancu dan menyesatkan. Ini yang saya mau bilang.
Sekedar Informasi Patent yang kita ributkan disini tidak sama dengan patent di Amerika. Di amerika disebut exclusivity, patent adalah satu hal dan exclusivitas lain hal. Seorang yang memiliki patent belum tentu memliki exclusivitas begitu jg sebaliknya. Patent dikeluarkan oleh Hak dan Patent departement.
Sedangkan exclusivitas adalah hak eksclusiv untuk menjual dan memproduksi sebuah patent, harap di garis bawahi belum tentu sebuah patent punya exculisvitas.
Dan untuk obat….
It depends on what type of exclusivity is granted.
Orphan Drug (ODE) – 7 years
New Chemical (NCE)- 5 years
“Other” Exclusivity – 3 years for a “change” if criteria are met
Pediatric Exclusivity (PED) – 6 months added to existing Patents/Exclusivity
Patent Challenge – (PC) – 180 days (this exclusivity is for ANDAs only
Tambahan Penting,
Saya terus terang baca artikel ini dan komentar teman teman lain jadi bingung dan rancu tolong di konklusi dong.
Jadi mengacu pada tulisan saya di #86 tetap patent di amerika tidak sama dengan di Indonesia jadi menurut saya Norvasc tetap belum expired ‘Patent?’ nya di Indonesia 2007 ini.
Ini memperjelas komentar pri #72
Di #73
Kapan saya nulis begitu?
#86: point well taken
#87:
kapan saya bilang paten norvasc yang saya maksud berlaku di indonesia? ini kutipan saya: “di negara-negara yang mengakui paten ini”. saya malah gak tahu apakah norvasc dipatenkan di indonesia dan sampai kapan patennya berlaku. norvasc saya ambil dari salah satu artikel (dikutip juga di atas) cuma sebagai contoh saja untuk menggambarkan point saya, terutama karena saya gak tahu paten mana saja yang berlaku untuk norvasc di indonesia.
point saya sebenarnya cuma satu: “yang dimaksud dengan ‘obat paten’ yang ditulis di media massa sebenarnya lebih tepat disebut sebagai ‘obat bermerk'”. ini bukan tulisan medis, tapi tentang tata bahasa (lihat kategorinya).
#88:
gak pernah. tapi komentar anda sebelumnya bernada nitpicking, arguing for the sake of arguing, kalau mau nitpicking, saya merasa itu komentar berikutnya yang akan keluar ;). your latest comments are better though.
Wah, aku baru tau ada yang namanya Om PriyadiWatch.Org … :-? :) (j/k)
Tidak lah saya hanya bermaksud mengingatkan, anda ini terkadang terkesan seperti termakan ucapan anda sendiri ke sdr KRMT R.S, Sering tulisan anda di baca sepintas, dua pintas dan tiga pintas tetap menghasilkan sesuatu yang rancu, suatu pemahaman yang justru membingungkan dan terkadang menyesatkan.
Ini tetap tidak relevan. Karena obat paten yang di tulis di media massa memang mengacu pada sebuah atau beberapa obat paten. Memang mereka bermerk tapi secara spesifik saya yakin mereka juga berpaten.
Tulisan pendukung anda berkesan lain. Rancu dan menyesatkan.
Dari alinea 1 sampai 4 anda menjelaskan tentang paten indonesia dan di Alinea 5 anda memberikan contoh norvasc. Salahkah bila saya berasumsi anda memberikan contoh tentang undang2 paten Indonesia?
Terus terang saya berkesimpulan demikian karena menganggap anda punya pemahaman bahwa paten amerika tersebut berlaku pula di Indonesia.
No it wasn’t. It was not for the sake of arguing. Even tough I wrote it with sinistic tone. If you read it clearly once or twice, think and deep think, check and recheck sources. They are not for the sake of arguing. Well yes in my mind I was(am) underestimate you in this case, that’s where the tone came from.
Well it was amaze me to realize that that’s how you respond to such criticsm. :) That was an honest answer i got so far from you :)
#91:
nah, sekarang bagian mana yang rancu? dari tulisan anda ‘kerancuan’ cuma ada hanya karena anda membaca sepintas (anda sendiri yang bilang lho). rasanya saya sudah cukup ‘covering all the bases’ waktu menulis, anda tidak membaca bagian ‘di negara2 yang mengakui paten ini’ sesuai yang saya tulis. rasanya anda sendiri yang termakan niat anda yang cari2 kesempatan sekecil apapun untuk ‘bawa2’ urusan KRMTRSN kesini.
saya cuma butuh sebuah contoh paten untuk menggambarkan apa yang terjadi sebelum patent expire, dan apa yang terjadi sesudahnya. saya tidak dapat menemukan contoh kasus paten di indonesia, saya hanya dapat menemukan paten di amerika serikat dan itu saya gunakan sebagai contoh. saya juga sudah cukup hati2 menambahkan bahwa paten tersebut hanya berlaku di negara2 yang mengakui paten amerika serikat tersebut. kurang apa lagi?
di media lain (tidak saya kutip karena tidak bisa menemukan artikel yang dimaksud), obat2an yang dimaksud adalah cotrimoxazole, metronidazole, dan amoxicillin.
your so called ‘criticsm’ (sic) tell about yourself more than about myself. thank god you are posting anonymously :)
#91:
oh ya, mungkin perlu saya ingatkan ini bukan partai politik atau pertandingan sepakbola. di sini gak ada ‘pendukung’. yang menurut anda ‘pendukung’ saya bisa berubah menjadi ‘pendukung fanatik tim lawan’ pada tulisan yang lain. bisa jadi yang merasa ada partisanship di sini mungkin cuma anda, atau bisa jadi hanya anda sendiri yang partisan.
alangkah baiknya jika semua yang berdiskusi bisa fokus ke apa yang didiskusikan, dan tidak bawa urusan lain yang sama sekali tidak relevan (seperti urusan KRMTRSN misalnya :P)
Sepertinya diskusinya antara masalah linguistik (bahasa) dan substansi obat paten atau obat generik. Karena diawalnya mengutip istilah yang sering dipakai media tentang “obat paten”, mungkin akan lebih baik kembali persoalan asal. Kebiasaan media yang memang sering memicu silang pendapat. Kan dalam bahasa media sah-sah saja memancing beda pendapat yang ekstrim.
Saya jadi ingat waktu kecil dulu, dalam istilah di Sumatera Timur dan di Medan khususnya, kalau disebut “obat paten” itu berarti obat mujarab.
“Paten kali” kata istilah Medan.
Mohon maaf saya bukan ahli bahasa dan saya enggan sekali untuk merasa atau bahkan mengaku sebagai ahli bahasa. Yang saya maksud adalah artikel utama itu terbagi dua entah saya salah atau tidak.
Bagian satu adalah kasus terdiri dari alinea 1 sampai 5 di akhiri dengan tanda ***
Dan bagian kedua adalah tulisan pendukung, yaitu seluruh tulisan setelah tanda ***
Komentar anda no #11, #51 dan #71 Jelas menunjukkan suatu pemahaman yang berbeda tentang paten dan generik. Saya pikir tulisan anda di dasari oleh pemahaman anda seperti tertulis di #11, #51, dan #71 maka agak terkesan janggal.
Linguistik ini hanya untuk bahasa Indonesia atau juga untuk bahasa inggris? karena permasalahan yang anda sebutkan diatas adalah sama sekali bukan masalah paten di Amerika tetapi masalah exclusivitas. Ini untuk menjelaskan masalah komentar anda di #92
Karena menurut saya anda coba menutupi kesalahan anda dengan memaksakan suatu pemahaman baru. Sangat bertolak belakang dengan tulisan anda di #11, #51 dan #71
It is my right to be anonym. If you have problem with that I am ready to tell you who I am.
#95:
ok jadi masalahnya cuma satu: di indonesia tidak ada exclusivity, adanya cuma paten. sedangkan saya mengambil contoh paten amerika yang menganut sistem exclusivity (atau mungkin yang dimaksud oleh artikel yang saya kutip sebenarnya adalah exclusivity, bukan paten. artikelnya sendiri bilang patent dan exclusivity).
sebelumnya saya gak tahu ada sistem exclusivity untuk produk farmasi di US. pemahaman saya cuma dalam konteks intellectual property secara umum. untuk itu saya tambahkan catatan tambahan di tulisan saya.
i don’t have a problem with anonimity. i do have problems with anonymous users taking cheap shots. your identity is the least of my concern.
trims om, atas infonya
http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/12_MENKES_I_2005.pdf
Udah beredar Obat generik berlogo amlodipine bisylate keluaran PT. Bernofarm:-?
Kenapa harus pake yang mahal kalau yang ekonomis dengan tingkat penyembuhan yang sama…:-w
Nice.,tapi bukan nya yang dipaten kan itu emang mereknya??
perlu diingat., pembuatan obat generik hanya bisa dilakukan pabrik yang sudah dapat lisensi., jadi ga semua pabrik bisa produksi obat generik., prosedur pun cukup ketat. Kandungan obat generik sama dengan dengan yang paten..