Secara sederhana, [siklus karbon](http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_cycle) di atmosfer Bumi terdiri dari dua buah reaksi:
* Senyawa karbon + oksigen -> karbondioksida + energi. Ini terjadi misalnya pada pernafasan makhluk hidup atau hampir segala hal yang berhubungan dengan pembakaran.
* Karbondioksida + energi -> senyawa karbon + oksigen. Ini terjadi pada tanaman di siang hari, tanaman menangkap karbon dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbohidrat.
Sebelumnya ini adalah reaksi yang bersifat ekuilibrium. Karena kedua reaksi tersebut seimbang, maka kuantitas karbondioksida di atmosfer relatif konstan. Masalah baru timbul setelah revolusi industri dimana penggunaan [bahan bakar fosil](http://en.wikipedia.org/wiki/Fossil_fuel) (batu bara, minyak bumi, gas alam) semakin meluas. Penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan bermilyar-milyar ton senyawa karbon yang sebelumnya tersimpan selama jutaan tahun di perut bumi dilepaskan ke atmosfer. Akibatnya konsentrasi karbondioksida di atmosfer semakin bertambah, dan inilah yang menyebabkan temperatur bumi semakin meningkat.
Untuk mengatasi hal ini, negara-negara yang tergabung dalam [United Nations Framework Convention on Climate Change](http://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Framework_Convention_on_Climate_Change) merancang yang dinamakan [Protokol Kyoto](https://priyadi.net/archives/2005/02/14/protokol-kyoto/). Salah satu yang diatur oleh protokol ini adalah kuota emisi. Setiap negara maju yang tergabung dalam Protokol Kyoto memiliki batasan jumlah maksimum karbondioksida yang diperbolehkan dibuang ke atmosfer. Negara-negara maju yang memiliki kebutuhan emisi yang lebih tinggi daripada kuota tersebut dapat memperbesar kuota dengan cara:
* Mengerjakan proyek untuk mengurangi emisi pada negara-negara berkembang,
* Membeli kuota tambahan dari negara maju lain; atau
* Membeli kuota tambahan dari pasar emisi.
Sebagai contoh, Belanda [mengerjakan proyek untuk mengurangi emisi](http://www.pelangi.or.id/press.php?persid=76) di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan kuota emisi negara tersebut.
Walaupun penerapan kuota ini dilakukan per negara, tetapi pada praktiknya setiap negara akan membagi-bagi jatah mereka kepada masing-masing industri di dalam negara tersebut. Akibatnya, bisa jadi perusahaan pembangkit listrik atau pabrik mobil memiliki kuota masing-masing. Entitas-entitas ini nantinya akan dapat melakukan transaksi kuota emisi sesuai kebutuhan masing-masing pada pasar emisi. Salah satu pasar emisi yang dimaksud adalah [European Climate Exchange](http://en.wikipedia.org/wiki/European_Climate_Exchange). Ini adalah pasar komoditas dimana berbagai pihak dapat melakukan jual beli kuota emisi karbon.
Walaupun Amerika Serikat masih saja menolak untuk meratifikasi Protokol Kyoto, beberapa negara bagiannya membuat [Regional Greenhouse Gas Initiative](http://en.wikipedia.org/wiki/Regional_Greenhouse_Gas_Initiative), sebuah perjanjian yang mirip dengan Protokol Kyoto, tetapi pada tingkat negara bagian. Salah satu pasarnya adalah [Chicago Climate Exchange](http://www.chicagoclimatex.com/) yang mewakili paling tidak sekitar 4% dari total emisi gas rumah kaca di Amerika Serikat. Selain itu sejak 1990, Amerika Serikat menerapkan [Clean Air Act](http://en.wikipedia.org/wiki/Clean_Air_Act_(1990\)), yaitu sistem yang mirip tetapi untuk gas belerang oksida.
Dengan adanya pasar-pasar ini, pihak-pihak dapat melakukan transaksi jual beli kuota emisi karbon dan gas rumah kaca lainnya sebagaimana jual beli komoditas lainnya. Pihak yang memerlukan kuota tambahan dapat membelinya, dan yang memiliki kuota yang menganggur dapat menjualnya. Saat ini, dua pasar emisi terbesar tersebut belum tersambung, akibatnya perbedaan harga terlihat sangat mencolok. Walaupun demikian seharusnya tidak ada hambatan yang berarti di masa yang akan datang bagi kedua pasar ini dan pasar-pasar emisi lainnya untuk dapat bergabung, atau dengan kata lain emisi yang dibeli pada satu pasar dapat dijual pada pasar emisi yang lain.
Bagaimana skema seperti ini dapat meringankan dampak emisi pada lingkungan? Melalui kerangka ini, pihak-pihak yang pro lingkungan dapat membeli kuota emisi dan membuangnya. Sebagai contoh, Acme Corporation memiliki kuota emisi sebesar 1000 ton karbondioksida per tahun. Artinya, Acme Corporation hanya diperbolehkan untuk membuang karbondioksida ke atmosfer maksimal sebanyak 1000 ton setiap tahunnya. Jika ada pihak yang membeli kuota sebesar 100 ton dari Acme, maka kuota Acme menjadi 900 ton dan kini dia hanya diperbolehkan untuk membuang karbondioksida maksimal sebanyak 900 ton/tahun.
Bagaimana jika yang membeli adalah agen pro lingkungan? Dia akan membeli tetapi tidak menggunakan kuota yang dibeli. Akibatnya emisi karbondioksida ke atmosfer bumi berkurang sebesar 100 ton/tahun. Ini adalah kompromi yang adil bagi kedua pihak. Di satu sisi kaum pro lingkungan berhasil mencapai tujuannya untuk menurunkan emisi karbondioksida. Sedangkan di sisi lain industri mendapatkan dana yang dapat digunakan misalnya untuk beradaptasi dengan menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Tentunya itu kondisi idealnya. Masalah utamanya, baru sedikit industri dan negara yang melakukannya. Tetapi ini adalah permulaan yang baik. Dengan semakin tingginya kesadaran lingkungan, diharapkan makin banyak pihak yang bergabung dengan sistem seperti ini.
Apa efeknya bagi individu seperti kita? Pasar emisi adalah peluang yang baik bagi individu seperti kita untuk dengan mudah menjadi ‘[netral karbon](http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_offset)’. Seperti kita ketahui, aktivitas kita akan melepaskan sejumlah karbon ke atmosfer. Menyalakan lampu, bepergian, menggunakan komputer semuanya akan melepaskan karbon ke atmosfer. Untuk menjadi ‘netral karbon’, kita dapat menghitung emisi karbondioksida akibat aktivitas kita, dan kemudian melakukan aktivitas untuk menyerap karbon sebanyak yang telah kita buang tersebut. Bentuk paling tradisional untuk menyerap karbon adalah dengan menanam pohon, tetapi ini akan sangat sulit misalnya karena keterbatasan lahan.
Aktivitas yang mulai populer adalah dengan melakukan pembayaran ke penyedia layanan ‘netral karbon’ sesuai dengan jumlah karbondioksida yang kita buang. Nantinya mereka yang akan melakukan aktivitas penyerapan karbon untuk kita. Akibatnya, emisi karbondioksida akibat aktivitas kita sehari-hari akan diimbangi oleh usaha penyerapan karbon dari atmosfer yang dilakukan oleh penyedia layanan ‘netral karbon’ ini. Cara-cara yang dilakukan oleh penyedia layanan ‘netral karbon’ ini adalah dengan melakukan penghijauan hutan, melakukan investasi pada jenis sumber energi yang ramah lingkungan, dan kini mereka dapat memborong kuota emisi melalui pasar emisi. Dengan menjadi ‘netral karbon’, aktivitas yang kita lakukan tidak akan menambah jumlah karbondioksida di atmosfer.
Setelah [‘An Inconvenient Truth’](https://priyadi.net/archives/2006/10/07/al-gore-dan-an-inconvenient-truth/), lawan-lawan politik Al Gore dengan cepat menunjukkan fakta bahwa Al Gore memiliki kontribusi besar pada pemanasan global karena sering bepergian dengan menggunakan pesawat. Tetapi kenyataannya, Al Gore mengkompensasi emisi karbondioksida dari aktivitasnya ini dengan menggunakan layanan ‘netral karbon’. Nantinya penyedia layanan ‘netral karbon’ ini yang akan menangkap karbon sejumlah yang dibuang akibat aktivitas tersebut. Dengan demikian, aktivitas Al Gore untuk mempromosikan gerakan pro lingkungan praktis tidak menambah jumlah karbon di atmosfer.
Contoh-contoh penyedia layanan ‘netral karbon’ adalah [Carbon Funds](http://carbonfund.org) di Amerika Serikat, [Climate Friendly](http://www.climatefriendly.com/) di Australia atau [Carbon Clear](http://www.carbon-clear.com/) di Kerajaan Bersatu. Masih banyak lagi penyedia layanan ‘netral karbon’ di Internet, salah satu daftarnya dapat dilihat di [Ecobusinesslink.com](http://www.ecobusinesslinks.com/carbon_offset_wind_credits_carbon_reduction.htm).
Semua penyedia layanan ‘netral karbon’ ini memiliki kalkulator yang dapat digunakan untuk menghitung emisi karbon dari aktivitas seperti penggunaan listrik, mengendarai mobil atau bepergian dengan pesawat. Tetapi harus diperhatikan juga bahwa bisa saja asumsi yang digunakan oleh kalkulator-kalkulator ini berbeda dengan kondisi di Indonesia.
Pertanyaannya, apa ada penyedia layanan ‘netral karbon’ di Indonesia? Daripada menanam [pohon pinus](http://en.wikipedia.org/wiki/Pine) di [Taman Nasional Gallatin](http://en.wikipedia.org/wiki/Gallatin_National_Forest), Montana, US, saya lebih suka uang saya digunakan untuk menanam [pohon jati](http://en.wikipedia.org/wiki/Teak) di [Kalimantan Selatan](http://en.wikipedia.org/wiki/South_Kalimantan).
Pertama lagi \:d/
numero duo
Soal ASap yang dieksport oleh hasil pembakaran hutan pakah bisa juga ditangkap??
Ngomong2 Dana Reboisasi yg triliunan itu kemana larinya yah?? :(
Di Jakarta, pohon ditebang buat pelebaran jalan Sudirman Thamrin, juga terminal Busway. Di Kalimantan lahan gambut dikonversi jadi sawah sejuta hektar, padahal lahan itu merupakan salah satu carbon sinks. Selain itu kebakaran hutan yang disengaja terjadi di hutan2 Sumatera dan Kalimantan untuk pembukaan lahan, pembalakan liar juga terjadi dimana-mana dan belum ada solusi yang jelas dari pemerintah.
Bandung yang dulu rindang pun mulai banyak kehilangan pohon-pohonnya, padahal batang pohon adalah tempat karbon tersimpan.
Sebenarnya tidak perlu kita hanya memfokuskan menanam pohon di Kalimantan, yang lebih bagus adalah denganbanyak menyediakan taman-taman hijau dan menanam pepohonan di pinggir jalan. Semakin banyak tanaman semakin besar carbon sequestration, apalagi untuk daerah tropis seperti Indonesia dimana pohon hijau sepanjang tahun, berbeda dengan daerah lintang menengah dan tinggi dimana pohon beristirahat bekerja menyerap CO2 di musim dingin.
sorry kepanjangan… :d
asikkk 5 besarr \:d/ \:d/….tumben :D :D
Hm.. Kenapa yang bagus-bagus selalu dari luar negeri ya?
Kenapa pohon Jati? Kenapa di Kalimantan? Kalau saya mending nanam pohon belimbing di belakang rumah :d
kapan yah indonesia bisa di tiru luar negeri?
Pri.., uang kamu sudah digunakan untuk menanam jati di Kalsel blom..?
hore masuk 20 besar !!! \:d/
ayo kita aktipkan kembali gerakan bersepeda.. :d -nyambung ya :)
Indonesia udah kelebihan Karbondioksida, makannya mengexport secara cuma2 ke negara tetangga. Yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh negara tetangga tersebut :D
bandung panas euy, pohon2nya ditebang buat mall and perumahan.. karbondioksidanya siapa yang netralkan yah???
Teknis penghitungannya agar sesuai dengan kuota, gimana caranya mas Pri? Trus kalo suatu negara melanggar kuota yang ditetapkan, apa sangsinya?:-?
Kurangi pemakaian material kayu pada bangunan \:d/
kuota haji dibatasi, inginnya nambah…
bagaimana dengan kuota emisi di negeri ini?!?!
harus segera dirintis & dimulai ke arah itu…!!!
%%- %%- %%- %%- %%- %%-
Mudah2an Niat & Pelaksaannya benar
karena kalo enggak malah bisa2
memanfaatkan peluang untuk bikin
mesin uang dengan berdalih lingkungan…
naik sepeda sehat… :D
*nanem pohon toge*
kentut gak termasuk komoditas exchange yak :p
Jakarta, kota dengan 3 IKLIM:
1.HOT.
2.VERY HOT
3.SUPER HOT
Bumi semakin PANAS.
Akibatnya manusia semakin mudah ‘PANAS’.
Mudah emosi…….
:-w
We Want More… ;))
Kalimantan? Jawa kayaknya lebih membutuhkan deh Pak Pri (walupun lahannya semakin sempit), atau memang harus Kalimantan dulu?…
Bandung (Dipati Ukur) kemarin ada hujan, tapi sebentar banget! :(
[-o< Semoga Bumi Menjadi Lebih baik dan %%- %%- %%- %%- %%- %%- %%- %%- %%-
Cieee … bener neh \:d/
Siiiiip :-” ….Mantab … :)>-
Wah ini mirip konversi hutang negara kita kepada lembaga asing yang biasa disebut dengan Debt Swap Program :)
#18:
yup, udah ada penipuannya tuh, jadi harus hati2 juga
#16:
sebenernya, menggunakan material kayu lebih ramah lingkungan daripada pakai semen :)
#10: belom
Wah, boleh deh bikin pekan weblog pro lingkungan. Tapi pendukungnya mesti rada banyak. Bikin donk, biar sama hebohnya sama kampanye anti rokok dulu itu.
Kalau misalnya pemabakaran seperti bahan bakar buat masak diganti dengan kompor listrik itu lebih efisien tidak? Kan yang penting tidak ada karbon.
Kemudian juga mobil dibentuk pake Tenaga Surya. Tapi kembali lagi ke soal biaya pastinya. Mahal.
btw 30 besar\:d/
#29: nah, gimana realisasinya? ada ide?
#30:
tergantung, listriknya berasal dari mana? kalau dari genset, pembangkit listrik tenaga batu bara, atau dari bendungan sama saja bohong :)
#32
Emangnya listrik yang pembangkitnya pake batu bara = air terjun(bendungan).
Pak Pri, “Kerajaan Bersatu” itu negara apa yah? Apakah “United Kingdom”?
Kok bisa jadi Kerajaan Bersatu?
United States = “Negara2 (bagian) Bersatu”?
#33: ngga, membakar batu bara sudah jelas membuang karbon ke atmosfer. tapi bendungan juga membuang karbon ke atmosfer. sewaktu membuat bendungan, ada daerah yang dibanjiri air, nah semakin lama karbon yang berada di bawah air akan terbuang ke atmosfer sebagai karbondioksida atau metana.
#34: itu terjemahan dari ‘united kingdom’, coba baca http://priyadi.net/archives/2006/06/23/inggris-yang-membingungkan/
#30 Yang ngganti kompor pake kompor listrik cuma mindah polusi dari sekitar kita ke tempat pembangkit listrik \:d/. Mobil tenaga surya juga cuma ngganti polusi. Limbah pembuatan panel surya juga bisa jadi pencemar lho, nyamanya aja limbah. Mending kalo deket naek speda, kalo jauh naik kendaraan umum.:d
%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-
%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-
%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-
-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-%%-
=:) tuh hijau kan? :-@
#37, kalo gitu sih, naik sepeda pun berarti memindahkan polusi doank ke pabrik sepeda. gimana sih ah.
#39: tapi sepeda kan dibuat sekali bisa dipake sampai mati(sepedanya). Beda sama pake kendaraan bermotor yang buang emisi waktu dipake.\:d/\:d/\:d/:)[-x
gue penasaran pake nih browser, ngetes doang :p
pak pri, kapan nulis di tempat kami … :)
Entri yang tajam Mas. Ini nyambung sekali dengan kolom Legenda Langit Jakarta. Thx dan salam, Anwar.
wuih…menarik nih….bisa ada bursanya gitu ya…
untuk benar2 lepas dari ketergantungan thd bahan bakar fosil memang berat yah…mau gak mau memang harus dengan pencarian teknologi2 baru yg bisa mensubtitusi atau mengurangi penggunaan bahan bakar fosil tersebut….:-?
#5 setuju tuh..
Ehmm, Indonesia dapet jatah kuota berapa ya? berarti untuk membangun pembangkit tenaga panasbumi bisa dong biayanya dari sini.
#46: sebagai negara berkembang, emisi CO2 indonesia belum dibatasi. tapi negara2 maju bisa mengerjakan proyek pengurangan emisi di indonesia.
misalnya Acme Corp ingin membuat pabrik mobil di eropa, tapi dia belum punya kredit emisi. dia bisa mengerjakan proyek pengurangan emisi di indonesia, misalnya membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi untuk menggantikan pembangkit tenaga batu bara. kalau misalnya proyek ini bisa mengurangi emisi sebesar 1 juta ton/tahun CO2 di indonesia, maka Acme Corp akan mendapat kredit sebesar 1 juta ton/tahun emisi CO2 yang dapat digunakan untuk pabriknya di eropa.
Pernah denger ada program jati emas. Klop banget neh sama idenya mas Pri: nanem jati di kalimantan:d
Yang jadi pertanyaan adalah, kenapa Acme Corp?? Ya tentu saja karena oom Pri pernah kerja di WB bareng2 dengan Wile E. Coyote dan Road Runner…
Hehehehe…
Apa kerja dinas pertanian, mereka cuman duduk aja di kantor apa? koq itu petani-petani yang membakar hutang gak di berikan penyuluhan….?:-w
Mmmm…memang sih lebih sehat jaman 1/2 kuno dan 1/2 modern, setengah modern aja deh…kalo agak kuno…masih banyak jagoan yg bisa ilang…
Tuh…si pitung…sehat, si Jampang…coba kalo hidupnya di jaman modern…mungkin die nggak bisa jago lagi…kaleee. \:d/
@31: Yang gampang sih: (1) Tentukan 1 minggu tertentu, dan diumumkan 1 minggu sebelumnya. (2) Setiap weblog peserta menulis soal lingkungan dan penyelamatan bumi dalam 1 minggu itu, dalam bentuk apa saja. (3) Setiap artikel di-list di satu halaman web tertentu. Hasil akhirnya bisa disimpan di web tersendiri, atau dibukukan, atau dilupakan.
#49 yang membakar hutan bukan selamanya petani lho…:o
ada juga yang menjadikannya sebagai mata pencaharian.
Baca thread ini saya jadi inget artikel Tempo, 2/10/2006, kemarin!
Jadi timbul pemikiran,
Bisa jadi thread ini dibuat karena terpicu tulisan Tempo tersebut?
Tapi kalau ditilik lagi, Priyadi udah nulis tentang Protokol Kyoto sudah dari 14 Februari 2005 kemarin. Yang artinya bisa jadi Tempo terinspirasi (ambil sumber) tulisan mPri? Coba dibaca, pembahasannya juga gag beda tentang penjualan emisi gas rumah kaca juga?
Ah, tapi sudahlah
Tulisannya saling melengkapi kok! :d
#54: ah, protokol kyoto semua orang tau kok. yang baca media massa eropa atau amerika pasti udah tahu protokol kyoto :)
mendingan lakukan dari sekarang dan mulai dari diri sendiri.
stop polusi dengan Bike2Work:)>-
bingung aku mbacanya. :d:”>
Kalau gitu mendingan pergi ke kantor pake kuda aja. Kan polusinya bisa dimanfaatin buat pupuk. \:d/\:d/\:d/
Tanam pohon? Kelamaan, mending tanam kecambah :d
hemm…mmm ???
r’xy diatas gw gak paham. dah liat2 kelink wikinya tp gak nemu r’xy k’ya gitu.
tlg di beri pencerahan.
kang pri, minta ijin memuat tulisan ini di blog yang kami kelola ya (www.petahijau.wordpress.com)…bolehkah? thx
#61: silakan silakan
mas pri,
mohon penerangannya..
apakah udah ada contoh nyata program CDM di Indonesia..(negara AnnexI beli carbon credit dari Indonesia)?
dan kalau tau juga, perusahaan mana yang jadi target pengurangan emisi itu..dan company mana yang ngadain pengurangan emisi itu (macam auditor energy gitu)?
mohon bantuannya..
tertarik nihh..:d
salam ah,
to #63
Untuk mengetahui ttg contoh (calon) proyek cdm di indonesia bisa dilihat di situs DNA Indonesia.
Juga banyak LSM di Indonesia yang menyediakan jasa konsultasi tentang CDM, misalnya YBUL, Kehati, etc. Sedangkan project developer juga banyak, misalnya Gikoko, etc.
(all name can be googled, or contact me if necessary).
Beberapa proyek yang eligible utk apply CDM misalnya konversi bahan bakar dari solar ke organic waste, menangkap gas rumah kaca (misal metana) dari sampah, etc.
Secara umum utk mendaftar proyek CDM, harus membuat proposal PIN, PDD .. mendaftar ke DNA Indonesia dan akhirnya mendaftar ke Executive Board.
Negara Annex I misalnya Kanada, negara2 Eropa, Jepang, banyak yang menyediakan skema pembelian CER (certified emission reduction) – satuan yang digunakan utk pengurangan emisi. Atau bisa juga penjualan CER dilakukan ke World Bank yang akan me-link ke buyer.
Pada KTT iklim di Nairobi bbrp minggu lalu , Indonesia baru saja di nobatkan sebagai negara no3 Emiter CO2 di dunia yang turut memberikan kontribusi ke pemanasan global. Nonton deh pelem Inconvenient Truth untuk penjelasan mudahnya. Peringkat indonesia naik dr 21 ke 3 (no1 USA no2 Chinea ketika emisi CO2 dr kebakaran lahan gambut di perhitungkan. Selama ini emisi CO2 dr konversi lahan gambut tidak pernah diperhitungkan. Perhitungan oleh Delft Hidraulics Belanda dan Wetlands International memperkirakan sekitar 2000 juta ton CO2 diemisikan ke udara per tahun akbiat kebakaran dan konversi lahan gambut. Hal ini cukup membuat pemerintah Indonesia kebakaran jenggot. Singkatnya, kita harus lebih memperhatikan keberadaan lahan gambut.
Baca lebih lanjut di http://www.wetlands.org/publication.aspx?ID=51a80e5f-4479-4200-9be0-66f1aa9f9ca9
http://www.wetlands.org/news.aspx?ID=81e1e41c-e747-4467-8ee9-12f58ac3dcb8
selamat siang mas priyadi..
mas aku,nanya list project developer untuk menangani ketenagalistrikan di sumatera, saya masih newbie..klo searcing gak dapet2..
mohon pertolongannya..
kirim ke: ari_suryanata@yahoo.co.id
terima kasih mas priyadi..