Memutuskan Mata Rantai Sindrom Stockholm

Beberapa hari terakhir ini semua media massa heboh memberitakan meninggalnya seorang praja IPDN akibat penganiayaan yang dilakukan seniornya. Tetapi sebenarnya kekerasan di kampus bukan hanya terjadi di IPDN dan tentunya kekerasan masih dapat terjadi tanpa perlu ada korban meninggal dunia. Kekerasan juga tidak harus berupa kekerasan fisik. Kekerasan dapat berupa kekerasan mental. Diteriak-teriaki, dipaksa mengenakan atribut yang tidak pantas dan disuruh mengerjakan tugas yang tidak jelas tujuannya juga merupakan bentuk-bentuk kekerasan.

Kasus IPDN/STPDN memang adalah kasus yang paling parah dilihat dari frekuensi kekerasan dan jumlah korban jiwa. Tetapi bukan berarti kita harus berhenti di sini saja. Terus terang kesan yang saya dapatkan sekarang adalah “semuanya tidak menjadi masalah asalkan tidak ada yang mati,” karena semuanya baru akan ribut-ribut hanya jika ada yang meninggal dunia.

Peraturan-peraturan yang melarang anarkisme seperti ini juga telah cukup banyak dikeluarkan, baik di tingkat kampus maupun di tingkat nasional. Tetapi sepertinya masih belum cukup untuk mencegah terulangnya kegiatan-kegiatan semacam ini.

\*\*\*

Pada tahun 1973 di Stockholm, Swedia terjadi sebuah perampokan bank. Perampok sempat menyandera beberapa petugas bank selama enam hari. Setelah drama penyanderaan usai, ternyata para korban berubah menjadi bersimpati kepada orang-orang yang menyandera mereka. Lebih daripada itu, ternyata mereka membela orang-orang penyandera ini.

Karena kasus tersebut, fenomena ini kemudian dinamakan sebagai [sindrom Stockholm](http://en.wikipedia.org/wiki/Stockholm_syndrome).

Contoh kasus serupa adalah [Patty Hearst](http://en.wikipedia.org/wiki/Patty_Hearst) yang diculik oleh kelompok separatis [Symbionese Liberation Army](http://en.wikipedia.org/wiki/Symbionese_Liberation_Army). Setelah diculik selama dua bulan, dia tertangkap membantu penculiknya untuk melakukan sebuah perampokan.

Dan tentunya masih banyak contoh-contoh kasus lainnya selain dari dua contoh di atas.

\*\*\*

Pada kasus IPDN dan ospek di beberapa kampus-kampus lainnya, para praja junior tentunya keberatan jika mereka yang menjadi korban penganiayaan. Tetapi mengapa setelah mereka yang menjadi senior, mereka juga melakukan kegiatan serupa? Jawabannya ini adalah sebuah siklus sindrom Stockholm yang berlangsung secara terus menerus dan sistematis.

Usaha-usaha untuk melarang kegiatan penganiayaan yang dilakukan selama ini berfokus untuk melarang para senior untuk melakukan kegiatan penganiayaan. Tetapi menurut saya, hal yang sama juga perlu dilakukan terhadap para junior. Jauh lebih mudah untuk melarang junior untuk mengikuti kegiatan semacam ini karena mereka masih dapat berpikir jernih akibat belum terekspos kekerasan oleh para senior yang nantinya akan menjurus pada sindrom Stockholm.

Yang jelas perlu ditanamkan kepada para junior bahwa mereka bukanlah makhluk yang tidak berdaya. Mereka harusnya sudah bisa menentukan mana kegiatan yang merupakan penganiayaan dan mana yang bukan. Dan mereka harusnya sadar bahwa orang yang lebih tua belum tentu benar.

Kalau kita lihat tayangan kekerasan IPDN di televisi, kita bisa melihat bahwa jauh lebih banyak yang dianiaya daripada yang menganiaya. Sebenarnya jika mereka kompak, mereka bisa saja dapat dengan mudah menguasai keadaan. Dan jika sistemnya tidak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut, kabur atau mengundurkan diri bukanlah perbuatan yang pengecut. Sebaliknya, kabur –seperti yang dilakukan beberapa mantan praja– adalah perbuatan yang pintar. Lebih baik lagi jika para junior secara kompak memboikot sebuah kegiatan sampai mereka diperlakukan secara manusiawi.

Yang kita inginkan bukanlah orang-orang yang selalu patuh menerima sebuah perlakuan betapapun aneh dan merendahkannya perlakuan tersebut. Kita menginginkan orang-orang yang ketika mendapat sebuah perlakuan yang merendahkan, mereka mempertanyakan apa maksud dan tujuan dari perlakuan tersebut. Dan jika memang tidak ada maksud dan tujuan yang jelas dan dapat diterima akal sehat, sama sekali tidak ada salahnya untuk menolaknya.

Dan ingat-ingat, perbaikan sistem tidak perlu hanya sampai di sini saja. Sebentar lagi adalah waktunya penerimaan mahasiswa baru di berbagai perguruan tinggi yang tentu saja sangat rentan terhadap upaya-upaya kekerasan terhadap mahasiswa baru. Besar kemungkinan tidak akan ada yang meninggal dunia, tetapi bukan berarti tidak ada kekerasan dan penganiayaan.

125 comments

  1. Katanya sih demi kedisiplinan, ketaatan, kekuatan mental … dll dll dll. Satu lagi nyawa melayang demi nilai-nilai semu.

  2. Wah, para junior pasti mikir-mikir dulu kalau mau kabur dari sana.. mendingan dihajar sama senior dari pada minggat. Kalau minggat, biaya hidup ditanggung sendiri, belum tau mau lanjutin sekolah kemana dan kesempatan jadi pejabat hilang deh :D, ujung-ujungnya nyusahin orang tua lagi.
    Terus, katanya kita nggak bakalan bisa menghindar dari yang namanya ospek disana. Gimana mau menghindar, mereka tinggal satu atap sama senior, kalau ada yang nggak ikut, pasti dicari sampai ketemu. hahaha..
    kalau menurut saya, IPDN/STPDN nggak usah menerima praja baru sampai para praja sebelumnya pada lulus semua. Jadi, nggak perlu kena sindrom Stockholm deh.. :)

  3. Emang ngga ada pembinaan agama ya di sana?
    Pantesan para pejabat pemerintah banyak yg korup. Pembinaan dari awal aja udah kaya gini. #-o

  4. […]Misalkan, kalau jalur senior dipotong kembali, misal dipisahkan seperti dahulu hingga senior-senior yang sekarang lulus semua, pasti kekerasan itu akan tetap terjadi. Mengapa? Karena korban berpotensi menjadi pelaku kekerasan yang sama di masa depan.[…]

    Dahulu waktu masih kasus STPDN yang pertama, Ronny Nitibaskoro menulis di Kompas mengenai kontribusi yunior terhadap awetnya lingkaran kekerasan. Tulisan beliau masih bisa dibaca di sini

  5. Masalahnya, banyak orang tua praja yang justru takut kalau bilang-bilang atau melawan, anaknya akan dikeluarkan dari IPDN dan batal jadi pejabat, sampai-sampai, “Mas Wartawan, tolong jangan diberitakan. Yang penting anak saya sembuh dan bisa jadi pejabat”. Deuh, teganya…

    Untuk apa yang disampaikan mas Pri, itu bedanya orang yang berintegritas dengan yang tidak. Jika hanya sekedar “yes man”, kejadian tewasnya Cliff Muntu tentu bukan yang terakhir. Efek buruk lanjutannya, kita bisa lihat kwalitas lulusan IPDN secara umum, beranikah mereka mendobrak sistem administrasi pemerintahan yang lamban, tambun dan memprihatinkan.

    Kalau nanti jadi lurah atau camat, apakah mereka hanya sekedar angka statistik ataukah memiliki niat untuk berkontribusi membangun masyarakatnya.

    Buat saya sekarang, image orang soal STPDN-IPDN sudah sangat buruk. Kalau di Pemda ada orang baru lulusan STPDN, orang hanya tersenyum kecut, sinis dan bilang, “Mati deh gue dibantai…”. Jadi, hukuman buat IPDN sudah bisa datang dengan sendirinya akibat ulah kebodohan prajanya sendiri.

  6. artikel bagus.. tapi saya rasa masalahnya bukan sindrom stockholm… tetapi lebih mengakar lagi di indonesia: feodalisme dan senioritas.

  7. Bagi para junior, salah satu “keuntungan” yang didapatkan karena hal ini adalah kekompakan satu angkatan karena merasa “senasib” dianiaya para senior. Hal ini sering menjadi cerita kenangan yang asyik dibicarakan ketika telah menjadi alumni dan bertemu kembali setelah lama berpisah.

    (sepuluh besar kah? :D )

  8. Waktu ikut OS dulu, saya dan beberapa kawan berniat ikut OS supaya OS ke depannya bisa menghilangkan kekerasan.

    Setelah selesai OS, rupanya yang dulu mau menghentikan kekerasan dalam OS terbagi 3:
    1. Yang akhirnya malah lebih galak dari senior yang dulu dan tetep melestarikan OS dengan kekerasan.
    2. Yang akhirnya jadi anggota pasif dan lebih fokus ke organisasi atau kegiatan lain.
    3. Tetep komit dengan niatnya yang dulu, tapi kalah suara.

    Saya termasuk yang ke-2.

  9. feodalisme dan senioritas …. setubuh!!! eh setuju… emang payah…

    gue salah satu yang gak setuju kegiatan kayak pemelonocan (ospek) atau apa lah istilahnya yang jadi kamuflase untuk ajang ‘balas dendam’. Lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya…

    Gue liat di tipi tuh muka orang-orang yang nendang dan mukul, bengis dan sombong abis… jangan sampe deh generasi anak gue bakal dipimpin sama orang orang kayak gitu..

    Pri, gue setuju banget dengan paragraf terakhir lu.. :D
    Jangan sampe yang diajarkan pertama kali di sekolah adalah ORIENTASI KEKERASAN DAN PENINDASAN… intelektual katanya??

  10. Jadi premanisme terstruktur ya, Pri? IPDN macam lembaga residivis. Ganti alias beberapa kali, tetapi perilaku tak berubah. Pembodohan diwariskan turun temurun tanpa perlawanan. Presiden pun (yang semestinya punya banyak kerja lain yang lebih penting) harus dibikin repot.
    Sebuah hadist: “Jangan berada di tempat dimana orang dipukuli dan dianiaya. Laknat Allah dijatuhkan kepada semua yang mengetahui tetapi hanya diam.”

  11. hierarki senior dan junior memang terkadang perlu tetapi apabila itu sebagai alasan melakukan dominasi sungguh sangat disayangkan, dan anehnya setelah sang junior jadi senior koq jadi sama buruknya malah terkesan balas dendam. IPDN memang bukan lagi sekolah calon naya praja negara .. tetapi sudah jadi tempat penggodokan calon PREMAN negara

  12. Quote: Terus terang kesan yang saya dapatkan sekarang adalah “semuanya tidak menjadi masalah asalkan tidak ada yang mati,” karena semuanya baru akan ribut-ribut hanya jika ada yang meninggal dunia.

    View yang bagus. Tapi saya kok ngerasa kasus ini nggak relevan sama Sindrom Stockholm ya, Mas. Kalo di teori SS itu kan secara spesifik disebutin kalo yang disandera jadi simpati sama yang menyandera. Kalo di kasus ini, yang disandera jadi menyandera orang lain setelah bebas (ketagihan/pingin nyoba/pingin melestarikan).

    So, setuju banget sama #14, kriminolog perlu bikin teori baru nih: Jatinangor Syndrome :)

  13. mas..yang anehnya koq di jatinangor sendiri adem2 aja tuh kayak nggak terjadi apa2…
    saya sendiri tinggal di jatingor, kebetulan kampus saya (unpad) “tetanggaan” dengan IPDN, saya baru tahu kasus ini dari metro tv dan internet…
    ada apa ini????
    apa saya yang kurang gaul sehingga tidak tahu berita di sekitar lingkungan saya?yang notabene kampus IPDN hanya beberapa ratus meter dari tempat tinggal saya, dan yang lebih menyedihkan lagi masyarakat dan para praja sendiri seperti sudah biasa dengan kasus seperti ini, intinya keadaan disini tidak seheboh di daerah lain yang menyaksikan berita2nya di televisi.

  14. #24:

    wah mas :d menurut saya IPDN itu suatu sindrom tersendiri, memiliki gejala-gejala yang khusus dibandingkan dengan ospek di universitas lainnya

    kalau kata saya sih sama aja. bedanya, di universitas lain tidak berlangsung lama, tidak diasramakan dan tidak dilindungi staf pengajar. kalau di IPDN tidak ada yang bisa mengontrol, jadinya tidak terkendali.

    #21:

    View yang bagus. Tapi saya kok ngerasa kasus ini nggak relevan sama Sindrom Stockholm ya, Mas. Kalo di teori SS itu kan secara spesifik disebutin kalo yang disandera jadi simpati sama yang menyandera

    menurut saya tetap relevan. nantinya mereka akan membantu seniornya untuk melakukan hal yang sama terhadap junior mereka.

  15. Gimana nasib bangsa kita kalau nanti orang-orang seperti itulah yang menjalankan roda pemerintahan. orang-orang bodoh. gak bermoral.

  16. Di Perguruan Tinggi lain, perploncoan disamarkan menjadi Opspek (entah apa lagi sekarang namanya).
    Walaupun namanya disamarkan jadi Opspek, tetap aja perploncoan namanya. Walaupun berlindung di balik kata “penegakan disiplin”, tetap aja hukuman fisik yang diberikan.
    Memangnya tidak ada cara lain yang lebih manusiawi? Seharusnya PT lebih mengutamakan soft skill dibandingkan “penegakan disiplin” yang notabene mirip dengan militerisme.

  17. sekolah dibiayai rakyat,
    makan minum dibiayai rakyat,
    pakaian dan the’the’k benge’knya dibiayai rakyat,
    smack down di ajari di sekolah,
    bunuh teman-teman satu sekolah lagi,
    ntar setelah jadi pejabat seperti apa ya??????
    … itulah potret salah satu pendidikan kedinasan yang katanya,,, ini sih katanya sebagai salah satu pencetak kader bangsa….
    moga kedepannya lebih baik lah…
    kalau nggak ya rakyat berhak menghentikan semua biaya..
    :”>

  18. Rugilah mereka yang tidak mengalami OSPEK yang bagus.
    Lebih rugi lagi mereka yang tidak mengalami bagaimana mempersiapkan sebuah OSPEK yang bagus.

  19. kenape sich yang ditindak hanya pelaku :( …. yang nota bene juga pernah jadi korban … kenape enggak rektor, pamong, atau dosen dosen dan orang orang yang memiliki kekuasaan untuk menghapus linkaran setan. Padahal mereka itulah sebenarnya biang dari semua kekerasan yang terjadi disana. :-?
    Negeri yang aneh ! :-w

  20. kalo liat penampakan seragam, potongan rambut, cara jalan yang ditegap-tegapkan,dsb anak2 IPDN/STPDN di bilangan jatinangor sana, saya bisa bilang ini gejala fasisme.

    sama seperti barisan keamanan partai yang didandani baju loreng partai, orang2 pemuda pancasila, pemuda panca marga, dan semua abri wannabe tsb. saat atribut tsb sudah dikenakan, kok perangainya jadi buas dengan tatapan mata menyalang-nyalang..

  21. sebenarnya kenapa junior itu mau masuk organisasi yang ada kekerasan, karena organisasi itu punya nama yang bagus, jadi apapun yang disyaratkan yang penting bisa masuk organisasi itu (favorit tentunya) pasti junior akan manut saja.
    saya liat dimana-mana juga begitu, dan pas saya ngobrol dengan anggota-anggotanya ternyata perlakuan-perlakuan aneh itu mampu membuat kekeluargaan yang cukup tinggi dan loyalitas anggota cukup bagus.
    mungkin perlu dimodifikasi ajah, gimana caranya cara bagus itu bisa lebih manusiawi tapi tetep menjaga nilai loyalitas dan efek kekeluargaan setelah perlakuan itu.

  22. Hmm…
    Beberapa tahun lalu kekerasan di kampus bukan hanya terjadi di IPDN/STPDN kan? Sepertinya hampir di seluruh universitas di Indonesia. Bahkan di jurusan kami (Fisika ITB), tahun ’96 pernah ada yang meninggal karena kasus OSPEK himpunan. Sepertinya memang merupakan suatu “kebanggaan” tersendiri bisa menganiaya maupun dianiaya :d

  23. Memang parah… Ini lebih kayak lingkaran balas dendam. Dulu ketika jadi junior, mereka dianiaya. Ketika jadi senior-pun, mereka balas menganiaya… :(

  24. IPDN memberi vonis mati lebih banyak daripada meja pengadilan ! Biadab..

    Sering liat videonya kekerasan ipdn diputer di sctv & metro, kayak sekolah kungfu shaolin ya.. ciatt ciat !

  25. Saya justru mempertanyakan mengapa STPDN/IPDN tidak ikut dilengserkan bersama Soeharto. Saya kira paradigma yang menjadi dasar pembentukan STPDN/IPDN tidak pernah sejalan dengan fungsi pejabat pemerintahan sebagai aparat pelayan rakyat.
    Kalau kita cermati, STPDN/IPDN justru lebih cenderung kepada upaya pelanggengan kekuasaan bagi incumbent power, atau paling tidak melanggengkan sistem yang mengisolasi rakyat dengan aparat birokrasi demi keuntungan yang berkuasa.
    Ini dapat dilihat dari ciri lembaga itu (STPDN/IPDN) yang menekankan pada pola militarisme dalam pelaksanaan pendidikannya. Pemilihan model militarisme ini menimbulkan pertanyaan, apakah memang aparat birokrasi seyogyanya bermental militaristik dalam pengertian tunduk tanpa syarat kepada struktur di atasnya? Apakah memang penyeragaman cara berpikir, pembunuhan inovasi dan inisiatif merupakan nilai yang diidamkan dari seorang pelayan publik? Ini bisa jadi benar dalam suatu negara diktatorial dimana segala sesuatu harus berjalan dalam koridor yang didiktekan dari puncak kekuasaan.
    Dalam situasi ini dampak buruk dari pendekatan diatas dapat dikesampingkan karena memang yang menjadi tujuan utama adalah pelanggengan kekuasaan. Tapi dalam negara yang katanya demokratis dan menganut otonomi daerah, ini akan menjadi hambatan yang sangat besar. Aparat yang terlatih dalam kerangka berpikir seperti diatas tidak akan mampu mengimbangi kebutuhan dan masalah dinamis masing-masing daerah yang tentunya berbeda. Alih-alih mencurahkan pikiran untuk mengatasi masalah rakyatnya, pejabat-pejabat ini akan kembali kepada ‘teks book’ yang diketahuinya bahwa kekuasaan adalah demi kekuasaan itu sendiri.

  26. Oom Pri, pernah liat buku sejarah itb ? disitu ada sebuah foto mhs belanda berpose bersama mhs pribumi, saya perhatikan lebih lanjut ternyata semua mhs belanda pose berdiri dan duduk dikursi, sedangkan mhs pribumi pose duduk dilantai, saya perhatikan juga ada pose dimana mhs belanda sedang menginjak badan mhs pribumi.
    jadi memang akarnya ya dari situ kali ya :-)

  27. wah bubarin aja tuh sekolahan… emangnya kalau mereka itu lulus dan jadi pegawai pemerintahan mau ngegebukin rakyat apa??? emangnya jadi camat harus jadi preman dulu ya?

  28. Solusinya: bubarkan saja IPDN.

    Ganti dengan sistem beasiswa dan kerjasama dengan universitas-universitas yang sudah ada. Saya pikir bagus kalau para calon camat ini lulus dari berbagai universitas (diversifikasi pola pikir).

  29. Saya bilang Anda seorang biadab jika pernah ikut OSPEK sebagai senior. Manusia benaran akan menolak ikut acara primitif seperti itu. Jika Anda merasa senang merendahkan orang lain karena mereka lebih muda dari Anda, Anda tidak pantas masuk perguruan tinggi. Anda juga tidak perlu merasa punya agama karena agama Anda sekedar topeng.

    Seharusnya siapa pun yang ikut acara OSPEK dikenakan sanksi pidana. Jika pernah ikut acara biadab seperti ini semoga Anda bisa introspeksi diri dan minta maaf kepada korban Anda.

    Indonesia negara yang memiliki budaya kekerasan yang luar biasa. Anggota ABRI bunuh bayi pakai batu di hutan Irian. Masyarakat biasa bunuh tukang copet di jalan. Mahasiswa menganyayai dan membunuh para junior di perguruan “tinggi”. That’s Indonesia. That’s most of us.

  30. *OT

    Dan jika sistemnya tidak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut, kabur atau mengundurkan diri bukanlah perbuatan yang pengecut. Sebaliknya, kabur –seperti yang dilakukan beberapa mantan praja– adalah perbuatan yang pintar.

    Pri, antara dua kalimat itu kok gua gag liat kebalikan pernyataan kalimat kedua dari kalimat pertama ya. Mungkin lebih tepat jika menggunakan kata sambung “dan”.
    *cmiiw*

  31. klo kata saya sih.mereka yang kuliah disitu udah masuknya gak jujur,hanya kaum orang berduit dan bapaknya punya pangkat yang bisa masuk situ(alias anak anak titipan pejabat didaerahnya masing masing). lulusnya juga ga bakalan jujur jadi aparatur negara atau jadi camat juga hanya makan uang panas.

  32. JEJAK SETAN DI IPDN

    Hampir semua agama dan kitab suci memperingatkan kita tentang bahaya setan yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam neraka.

    Namun apakah setan itu atau bagaimana bentuk setan itu? Di sini semua agama memiliki perbedaan dalam menggambarkannya. Sehingga muncul berbagai cerita tentang setan yang sering kali lucu bahkan tidak berdasarkan pada apa yang disampaikan kitab-kitab suci. Sering setan digambarkan seperti tukang sulap, illusionist atau bahkan sebuah species, bukan sebuah makhluk spritual atau makhluk metafisika. Cerita tentang setan memang begitu banyak dan hampir semuanya tidak layak dicerna di zaman IT ini.

    Setan seharusnya adalah sebuah konsep tentang sifat-sifat jahat yang ada dalam diri manusia. Sifat-sifat paling primitif yang masih dimiliki manusia dan memerlukan kekang, bahkan kerangkeng agar tidak terlepas. Keinginan untuk bereproduksi (berketurunan) dan bertahan hidup adalah sifat-sifat paling primitif yang memerlukan kekang dan kerangkeng. Agama telah banyak menginsipirasikan manusia dalam membuat norma atau aturan untuk menjadi kekang dan kerangkeng bagi sifat-sifat primitif itu.

    Namun apa yang kita saksikan beberapa hari terakhir ini di IPDN, sungguh merupakan kebangkitan setan di Indonesia. Bagaimana tidak, lembaga yang dulunya bernama APDN, sudah menerapkan cara-cara setan sejak tahun 1991 dalam metoda pengajarannya, yaitu kekerasan, tewas atau pun tidak. Para calon pengelola negeri ini diajarkan untuk menebarkan ketakutan dibanding menggunakan ilmu-ilmu yang sudah dicapai peradaban manusia modern. Hanya calon dengan mental dan jasmani yang kuat saja boleh lulus dari IPDN. Yang tidak kuat, silahkan mampus seketika atau pelan-pelan. Itu berlangsung begitu lama sekali! belasan tahun!

    Meski pun membuat jiwa gemetar, pilu, tidak percaya pada menggelindingnya kematian demi kematian di IPDN, namun tragedi itu telah mendentangkan lonceng peringatan tentang budaya kekerasan yang diam-diam dibangun di sebuah tempat tersembunyi yang bisa di mana saja.

    Itu lah salah satu setan yang diperingatkan oleh semua agama!

    Tidak seorang pun atau sebuah kelompok manusia pun yang bisa menghalangi setan itu sejak awal kebangkitannya. Apalagi cuma SBY yang memang seorang yang lemah. Banyak yang kecewa dengan langkah-langkah melempem yang diambilnya baru-baru ini. Rektor yang seharusnya paling bertanggung-jawab dalam membangkitkan setan dibiarkan mengangkang berkacak-pinggang. Padahal setan itu bangkit di sebuah departemen pemerintah yang memiliki pengaruh pada cara-cara mengurus rakyat negeri yang dilanda sengsara berkepanjangan ini.

    Di zaman yang sesungguhnya amat modern ini, di zaman di mana proses belajar menjadi begitu praktis, di zaman di mana informasi bisa diperoleh hanya dengan menjentikkan jari, ada sekelompok manusia yang justru dikendalikan oleh setan. Mereka, species manusia, dikendalikan oleh sifat-sifat paling primitif yang diturunkan dari nenek-moyangnya, species hewan. Ilmu bela-diri untuk kesehatan jasmani dan ilmu pengetahuan manusia yang telah dibangun untuk peradaban manusia yang begitu cemerlang dalam beberapa abad terakhir ini menjadi amat percuma di Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. IPDN adalah kawah candradimuka tempat menetaskan setan-setan kecil untuk dijelmakan menjadi setan durjana di kemudian hari.

    Tuan Presiden negeri ini, saya akan amat memuja tuan, jika tuan seorang yang lantang berkata sambil menepuk dada dengan amat keras di depan moncong-moncong setan: “Saya, Soesilo Bambang Yudoyono, adalah seorang yang anti kekerasan dan kalian adalah hewan…. oleh karena itu kalian harus kembali ke neraka….”

    Namun ternyata tuan bukan orang yang seperti itu dan tuan pun tidak menunjukkan bahwa tuan anti kekerasan, kecuali seorang manusia yang melempem di depan moncong kekerasan yang menyeringai. Mohon tuan agar tidak berkilah sebagai seorang demokrat. Karena seorang demokrat tidak akan menyediakan jalan bagi kekerasan untuk tegak. Karena kekerasan adalah anti demokrasi. Karena kekerasan membariskan robot-robot kejam. Karena kekerasan membekukan daya cipta. Karena kekerasan memandegkan peradaban. Karena kekerasan hanya dimiliki oleh hewan….

    Sekali lagi, ini jejak setan. Semua harus bersama menumpasnya. Apakah kita, bangsa Indonesia, cukup memiliki „adab” untuk menumpasnya?

    :”>

  33. buset deh liat komen diatas itu, malah ngeblog di form komen :p

    Saya juga gak suka STPDN/IPDN atau apalah, mana ada sekolah kok sampai mati. dasar wagu!!

    tapi btw om pri lama sekarang jarang ngeblog kok kualitasnya turun nih, nih biasanya penuh fakta-fakta menarik, kok ini isinya petuah-petuah bijaksana? hehehe..
    sekedar saran aja sih. :d

  34. IPDN (Institut Pejabat Doyan Ngeles)
    IPDN (Institut Preman Dalam Negeri)
    IPDN (Institut Pakai Duit Negara)

    atau apalah namanya..

    Dibubarin ajalah.. ngabisin anggaran belanja negara aja..
    Mending kalo ntar jadi pejabat yang bersih..
    Lagian sekarang kan udah pake PILKADA, pejabat negara udah dipilih langsung sama rakyat.. *CMIIW..

  35. Huh…Menyebalkan[-(
    Payah,memuakan…Mang jadi pejabat mesti tahan pukul!?!?!?!Mending IPDN di Tenggelamkan aja di laut,
    Huahahaha…..

  36. Lulusan STPDN sekarang IPDN itu akan diarahkan menjadi lurah, camat dan pejabat di daerahnya masing2, kalau begini ceritanya maka apa yang akan dibangun oleh para lulusan IPDN? Kita lihat saja perlakuan dari media massa, mereka para senior yang sebentar lagi lulus dan menjadi pamong berkelakuan seperti (maaf) binatang, saya tidak mengeneralisasi, saya juga yakin dan percaya dari sekian banyak senior yang jahat, ada yang masih memiliki hati nurani, karena selama mereka masih dilahirkan dari rahim seorang ibu saya yakin dalam hati kecil mereka, mereka mau membanggakan dan mengharumkan nama keluarga mereka.

    Saya jadi khawatir apakah para pejabat yang duduk di pemerintahan mempunyai mental seperti anak2 IPDN ya?
    Saya tinggal di kecamatan Sawah Besar, saya pernah bertemu dan berdialog dengan camatnya, tetapi yang saya dapatkan keramahan keakraban dan sopan santun dari Pak Camat. Saya juga mempunyai teman seorang Lurah, Fauzi beliau sangat akrab sekali walaupun baru 2 kali bertemu. beliau masih sangat muda.

    Jadi saya rasa tidak semua pejabat kita buruk. jangan negative thinking dulu.
    Pesan jangan kita menjudge semua lulusan IPDN buruk, masih ada yang baik koq walaupun mingkin hanya sedikit.
    Kasihan kan mereka yang sudah susah payah belajar disana dan tidak ikut2an seniornya yang buruk. Tolong donk media pers expose juga senior yang baik, jangan hanya menjual keburukkan. kecuali disana sudah tidak ada kebaikkan.

    Kalo kata Tukul Arwana “Don’t judge the book by the cover” artinya “bisa ngucapin belum tentu tau artinya” hehe..

    Miko Raharja

  37. Kayaknya memang bukan sindrom stockholm kalau junior yang nantinya jadi senior ikut-ikutan dalam aksi kekerasan. Sindrom stockholm bukannya ketika juniornya justru membela senior?

  38. kalo yang di tayangkan di televisi, pembantaian massal tampaknya tidak terlalu keras, walaupun memang tidak manusiawi. yang jadi masalah ini adalah pengeroyokan secara diam diam yang banyak membuat jatuh korban. IMHO.

    tapi STPDN itu orangnya pengecut semua, cuma berani dibalik tameng “senioritas”. cuma berani di kandang. terkadang saya suka melihat para praja yang lagi jalan keluar pada weekend di pusat-pusat keramaian di kota bandung, tampangnya sih sok, tapi terlihat sosok pengecut dimatanya. :))

    mending sistem asrama dibuat menjadi opsional, sehingga mereka lebih dapat berbaur dengan masyarakat sekitar (jatinangor). kalo emang ada praja yang bandit, pasti mati duluan dihakimi massa :D dan saya setuju itu =)) kalo dari awal saja sulit berbaur dengan masyarakat, gimana ntar kalo udah jadi pejabat?

  39. Mo syndrom stockholm ato syndrom jatinangor, yg jelas sekolah model begini sudah ga’ sepatutnya lagi ada. Tutup!! Ajarkan kpada calon pejabat negara itu berkompetisi untuk jabatannya dengan cara-cara yang lebih baik & manusiawi!l-)

  40. baru pertama kali ngasih comment di blog ini :)>- .
    ngomong2, kayaknya smuwa sistem di kita kayak gini,
    kalok gak ada korban meninggal, gak ada koreksi / antisipasi. bisa dikatakan dari sisi programmer tu programmer yg ga rendah hati :d
    ex : kereta anjlok, pesawat jatuh, kapal tenggelam…
    apalagi ya?? :( (nggak berharap lagi)

  41. saya kok lebih konsern pada reaksi mereka pasca (setiap) kematian praja. ditutup2in, diatur sedemikian rupa, dibuat cerita fiktif bgemana praja meninggal, mungkin juga memakai sedikit kekuatan birokrasi untuk menekan bberapa pihak yg mencari tau.

    (konon) cliff juga sampe di-formalin. lalu rektor malah mengecam inu kencana yg notabene berusaha membeberkan kebenaran.

    kesimpulannya IPDN itu:
    1. pembunuh
    2. pembohong
    3. PENGECUT

    komplit sudah, ga pake spesial.

  42. tetap kurang cocok.
    stockholm syndrome applied ke mutual relation between captors and captive. period.

    ngga ada namanya turunan ke next ‘captive’.

  43. Bang pri, maaf kalo tanyanya aneh, udah coba tanya paman google maupun wikipedia gak ada:

    define: ospek

    Hal ini saya tanyakan karena banyak yang mengusulkan pembubaran ospek, banyak pula yang mengusulkan pembubaran IPDN. Sebenarnya yang salah ospek-nya atau IPDN? Atau oknum, atau sistem? Atau jangan-jangan budaya kita yang salah (termasuk aku donk) :-? Kalau sudah tahu apa itu ospek, apa itu IPDN kan justifikasinya lebih mudah. Ketahuan siapa yang salah mengartikan, dan siapa yang salah mengimplementasikan. ;)

  44. mas, period artinya, mutual relationship itu berhenti di 2 subject itu. ngga diwariskan (chaining).

    “A tentative explanation from evolutionary psychology is that grave hazing can activate the capture-bonding psychological trait also known as Stockholm syndrome.”

    nah.. “can activate”.
    gw lebih cocok ama “hazing” ini. krn ini lebih cenderung ke ritual, rite of passage.
    sekali lagi, it’s “can activate”.
    tapi the mother of all trouble dr sistem rite of passagenya.

    stock-syn, otoh cuman seperti individual case, on specific case. saya yakin, ketika dia menerapkan siksaan yg sama ke juniornya, dia tdk mengalami stock-syn ini. why? simpati atas penyiksanya (seniornya), apa berarti ditumpahkan ke junior?

    stock-syn, sedemikian hebatnya itu pressure, sampai
    dunia luar dia lupa, tujuan hidup semula lupa, captorsnya dianggap sebagai “dewa”.
    di ipdn, apakah sang junior seperti hidup di alam gelap?
    tidak, dia mengeraskan hati dan fisik, menjalani ritual ini, demi cita2. justru demi cita2 aslinya sebelom masuk ipdn.

  45. mendingan bubar aja, gedung sekolahnya dijadiin peternakan. kayanya lbh bermanfaat tuh :-“

  46. Sebelum jadi pejabat udah didik seperti Preman. Ya nanti mentalnya juga seperti preman. Waduh, negara nanti isinya preman smua dong? :(

  47. Yah gimana ya… Senior prestasi nggak ada, otak apa lagi… so untuk kehormatan pake kekerasan la yaw….

  48. wajarlah IPDN/STPDN skr masih ada kekerasan, toh sekarang lulusanya bakal jadi satpol PP

    (lsot foucs)

    *ngakak dulu*

  49. Adalah pembodohan dan bukan penempaan disiplin. Ospek dan semacamnya (yang bernafas kekerasan) tidak perlu ada lagi. Terlalu bar-bar untuk sebuah bangsa yang mencitakan “kemanusiaan yang adil dan BERADAB”.[-(

  50. Saya tau kenapa IPDN menjadi seperti ini….

    KARENA DI JATINANGOR, LOKASI IPDN DEKAT UNPAD !!!

    Yang cowok2 nya cari perhatian….deh…

    Hi hi hi hi hi hi

    Peace!

  51. 8-x8-x ITU KAMPUS BAIKAN DIJADIIN KANDANG SAPI AJA, TERUS PRAJANYA DISURUH NGANGON SAPI TIAP HARI,BIAR TAMBAH CAPE NGARIT RUMPUT TIAP HARI JUGA TERUS MERES SUSUNYA SENDIRI, KALO PENGEN MARAH TUH SAPI PUKULIN ATAU TENDANGIN AJA, KALAO MATI GORENG DEH…………….kan jadi nggagak nyusahin orang , paling nyusahin sapi ok =d>=d>=:)=:)%-(%-(**==**==|-)|-)~X(~X(:(|):(|)3:-o3:-o

  52. pengalaman waktu kul dulu di jatinangor, tetanggaan ama kampus yg saat itu namanya masih STPDN. Fuih… kalo ketemu di tempat makan ato di angkot… Belagu nya ga ketulungan…

  53. Saya bener2 rabun sama HAM… tapi hati nurani saya merasa… kejadian di IPDN yang sekarang dan dulu, merupakan Pelanggaran Berat terhadap HAM….

    Koq sepertinya gak ada yang memperhatikan dari sisi HAM… dan yang bikin makin sedih… gak ada sedikitpun perhatian dari Komnas HAM….baik komentar maupun tindakan Nyatanya… :(

  54. Turut berduka untuk IPDN. Saya bener-bener nafsu liat tendangan mautnya di TV, yunior IPDN kayak sansak aja. Saya denger di TNI aja nggak sampe segitunya, lha ini IPDN??? Cocoknya yang menindas jangan dihukum penjara aja, masukin satu kandang sama Macan di Ragunan! Buat yang udah terlanjur hobby mukul diadain aja ekskul tinju di IPDN kayak di film Annapolis. Jadi kasih yuniornya kesempatan buat mukul juga dong, ada wasit dan ada pelatih. Lebih fair tapi tetap terstruktur.

  55. kok ga ada orang IPDN yang comment yaaa,
    ternyata orang IPDN jauh dari yang namanya blog kah ?
    atau mereka kebanyakan dengar omongan oy uyo

    au ah ..

  56. bener, ini kayaknya gak berart di stockholm-nya…. Sy mikirnya ini malah sebuah cermin kecil dari keadaan di indonesia. Feodalisme. Ketidakberdayaan menghadapi yg keliatannya besar, padahal kita bisa melawannya. Mau contoh? Ketidakberdayaan Indonesia terhadap negara besar utk masalah Iran?!

  57. Entah apa yang ada dipikiran para aparat pemerintah kita, mungkin betul kata Kolumnis Budhiarto Shambazy bahwa kita adalan “Insane Society“, masyarakat tak waras, yang pandai memutarbalikkan kebodohan menjadi kecerdasan, kekerasan menjadi disiplin, dan kebenaran menjadi sampah, sementara kebohongan menjadi barang manis….

    Luar biasa, para praja yang menjadi TERPIDANA pembunuhan Praja STPDN Wahyu Hidayat di tahun 2003 itu rupanya belum pernah me’nikmati’ eksekusi dari pengadilan, walau proses hukum mereka sudah selesai sejak 2005 lalu yang menghasilkan keputusan pengadilan Tinggi Bandung; masing2 (HANYA) 10 bulan penjara . Bahkan Mahkamah Agung sudah menolak kasasi yang mereka ajukan. Tapi BERUNTUNGLAH praja-praja pembunuh itu, status sosialnya membuat mereka diBOLEHKAN untuk menyelesaikan study di STPDN, walau dulu secara seremonial dinyatakan DIPECAT dari pendidikan. Bahkan mereka dijadikan PNS di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung dan Sumedang. Mereka JAUH lebih BERUNTUNG dari maling ayam, maling motor, koruptor teri, dll yang langsung diBUI ketika mulai diadili, dan hukumannya bisa lebih dari SETAHUN!!.

    Empat dari terpidana itu; Bangun Robinson, Bennarekha Fibrianto, Oktaviano Santoso, dan hendi Setiadi menikmati indahnya menjadi PNS di Pemkot Bandung. Terus dua lainnya menjadi pegawai Pemda Sumedang. Enak nian, sudah membunuh praja, dipecat, diadili, divonis, tapi bisa kembali kuliah, diangkat jadi PNS dan melupakan ‘kejahatan’ nya di tahun 2003 ketika dengan arogannya membantai Wahyu Hidayat!

    Memang insitusi sombong itu perlu dibubarkan, senasib dengan rektornya yang dinon aktifkan. Beberapa pemerintah daerah seperti beberapa kabupaten di Prop Kaltim juga sudah bertekad untuk MENOLAK lulusan IPDN itu, terkait budaya kekerasan yang dipraktekkan. Daerah lain seperti Papua mengajukan untuk memiliki sistem dan sekolah IPDN sendiri. Jawa tengah sudah keberatan untuk membiayai IPDN.

    Seperti kata Tosari Wijaya, anggota DPR dari FPPP, IPDN hanya menghasilkan Drakula yang berseragam. Sadis.

    Thread detik.com beritanya:
    – Aneh, 8 penganiaya Wahyu Hidayat belum dieksekusi
    – 4 Penganiaya Praja Wahyu Hidayat bekerja di Pemkot Bandung
    – 2 Penganiaya Praja Wahyu Hidayat bekerja di Pemda Sumeda

  58. IPDN=Institut Pembunuhan Dalam Negeri

    Orang sipil kok semuanya pakai budaya militer(seleksi,seragam,rambut,postur,hormat,baris,dll)
    padahal ya cuma jadi PNS wakakakakaka….

  59. Mari kita berantas budaya kekerasan! Mari kita tangkap senior itu dan pukuli mereka sampai habis! :-“

  60. Budaya kekerasan dalam sebuah lembaga pendidikan (pengkaderan/perploncoan/wahana keakraban/masih banyak lagi istilah lain nya)barangkali sudah membudaya di negeri kita ini…Sehingga jika kita ingin memberantas nya, sebaik nya dari akar nya atau hal kekerasan akan terulang lagi. Sungguh miris rasa nya melihat adegan kekerasan khusus nya di IPDN (karena mengakibatkan terbunuhnya seorang mahasiswa) terulang lagi. Semoga negeri ini bisa bangkit dan merasakan indah nya rasa kasih sayang.amin

  61. eh… jangan salah loh… pejabat2 sekarang yang lulusan ipdn pada diselipin loh… eh.. disiplin ya?? salah deh..:”>

  62. Kekerasan fisik dan kekerasan mental sudah dianggap sebagai pendidikan. Katanya akan menghasilkan orang yang tangguh, pintar berorganisasi, dan lain-lain. Hal ini terjadi juga di ospek dan segala macam pembenarannya. Seperti kehabisan akal dan tidak punya ide mengenai cara mendidik.

    Kejahatan ini sudah mengakar mulai dari alumni, senior, dan juga akademisi birokrat STPDN IPDN. Gerakan tutup mulut birokrat STPDN dan IPDN dan mengaburkan bukti kejahatan disana seharusnya mulai dituntut dan diperiksa polisi sebagai bukti mereka menutupi dan menghilangkan kejahatan dan kekerasan. Pemotongan satu generasi di STPDN dan IPDN seharusnya diawali dengan pemotongan birokrat,pengajar STPDN IPDN yang pro kekerasan fisik dan mental.

    Orang tua juga seharusnya mulai membuat hot line center posko pengaduan kekerasan untuk anak-anak mereka yang bersekolah di tempat ini. Posko center ini punya akses dan kemampuan hukum, kepolisian, birokrat yang bisa memonitor kejahatan dan kekerasan ini sedini mungkin. Wallahua’lam bishowab.

  63. # 86
    HARE GENE MASIH BICARA HAM ? Dulu waktu aktivis HAM masih banyak yang kere, jangankan digusur, disentuh aja sedikit para pedagang kaki lima itu, para aktivis itu teriak senyaring-nyaringnya ‘Itu tindakan melanggar HAM. Pedagang kaki lima punya hak untuk mencari nafkah di mana saja’. Sekarang ? Tiap hari pedagang kaki lima digarukin, banyak (mantan?) aktivis itu yang malah mendukung. Alasannya? Lagi-lagi HAM juga. ‘Para pedagang kaki lima itu melanggar HAM pemakai jalan untuk memperoleh jalanan yang nyaman’. Tahukah Anda kenapa bisa begitu. Karena para aktivis HAM yang dulu kere sudah banyak yang kaya dan bermobil. Kalo waktu masih kere membela HAMnya kere, setelah bermobil membela HAMnya orang bermobil, sederhana saja bukan ?

    Maju terus aktivis HAM. Teruslah berjuang hingga tetes Dolar yang terakhir !!!.

  64. ummbbb, sebenernya dah sering maen ke sini..
    tp suka minder kalo mau komen, udah kebanyakan soalnya :(

    yg saya masih bingung knapa pd kasus sindrom Stockholm para korban jd bersimpati kepada para penyanderanya? [apa ini sudah ditanyain sama komentator lain, ya? kalo pun ada, mgkn saya yg ga sempet baca, soalnya pusing, komennya banyak banged, maaph :D]

    kalo masalah junior yg memboikot itu.. ummbbb, gimana ya om Pri, mungkin masih ada rasa canggung karena senioritas yg masih sangat kuat di sana. sebenernya [mungkin] ini lebih kepada mental, kalo mental aja belom sanggup, apa pun ga akan bisa dilakukan, pasti masih ada rasa takut atau was was..

    eeeniweyyy,
    hi om Pri.. apa kabar? :)

  65. Untuk rencana SBY potong satu generasi IPDN, sejauh yang saya tahu maksudnya adalah IPDN tidak menerima mahasiswa baru untuk 1 (satu) tahun ajaran.

    Tidak cukup Bung ! Jika itu terjadi artinya masih ada saat dimana ada 2(dua) generasi berada di kampus dan waktu yang sama. Tingkat tiga dan tingkat satu. Sementara tingkat dua kosong. Tingkat tiga ini merupakan sisa generasi kekerasan, sedangkan tingkat satu merupakan generasi yang diharapkan bebas dari kekerasan.

    Apa yang akan terjadi. Tingkat tiga ini (saya yakin) akan mencari cara bagaimana tetap bisa ‘memukul’ anak tingkat satu. Jika tidak bisa, mereka akan merasa akan dicatat dalam sejarah sebagai Generasi paling sial dari IPDN (pernah dipukuli oleh senior tapi gak pernah bisa membalas ke yunior). Generasi paling beruntung IPDN adalah generasi pertama IPDN yang tak pernah punya senior(puas memukuli yunior tanpa pernah meras dipukuli senior). Jika ini yang terjadi niscaya mata rantai pukul, tendang di IPDN akan kembali berlanjut.

    So what ? Mestinya IPDN tidak menerima minimal 2 (dua) tahun ajaran. Sehingga saat generasi baru masuk, generasi kekerasan sudah bersih dari kampus itu.

  66. apakah fenomena kekerasan di IPDN sebagai bentuk sindrom Stockholm sudah 68 persen valid? Tercium RS sindrom nih hehehe

  67. kayanya, dah buanyak yang comment ma kasus IPDN/STPDN. gue cuma mau nambahin dikit aja…permasalahannya bukan pada sistemnya semata…akan tetapi para aktor atau pelaku sistem itu sendiri…misalnya dosennya, pengasuhnya…dan para staf lainnya…seharusnya direkrut melalui suatu proses rekrutmen yang terbuka…apalagi sekarang ini pemerintah senantiasa menyebutkan paradigma keterbukaan dan akuntabilitas…jadi seharusnya sekarang lah mereka harus membuktikannya… kalo tidak yo wis…bubarke wae..

  68. Bacany udah lama, baru terusik untuk comment :D

    Tadi barusan baca editorial di media Indonesia, sangat mengejutkan(?) usaha tim evaluasi untuk mencari informasi di IPDN di sambut dngan aksi bungkam, bukan hanya dari pihak praja, tapi aksi bungkam ini juga di lakukan oleh jajaran institut IPDN! beberapa dosen, pengasuh, bahkan pejabat rektorat IPDN. Dan Media Indonesia menyebutnya sebagai kejahatan Kolektif yang terstruktur, dan saya setuju…
    Terlepas dari konsekwensi hukum, saya cuma berpikir, keadaan di IPDN selama sekian tahun sudah sangatlah mengerikan, ternyata banyak “monster” yang menghuni IPDN, gak punya nurani sama sekali, dengan dinginnya dengan tenangnya mereka bisa menutupi dan menyimpan kebusukan…bahkan berupaya untuk mengelabui publik !!! Dan orang-orang ini hidup di sekitar kita dengan tanpa rasa bersalah, wow !!!
    Benar-benar nggak habis fikir…Herannya kenapa pihak praja juga ikut bungkam, what happen?
    :-?

    Perbaikan macam gimana yang akan di lakukan pemerintah?
    Mungkin sudah saatnya dunia pendidikan INDONESIA TANPA IPDN…

  69. Rasulullah SAWW pernah mengeluarkan instruksi perang kepada sebuah pasukan dan menentukan seorang sahabat Anshar menjadi komandan mereka.
    Di tengah komandan memerintahkan pasukan untuk mengumpulkan kayu-kayu kering
    setelah terkumpul, kumendan perintah bikin api unggun. Ketika api sudah menyala, kumendan berteriak “masuk ke dalam api itu”
    “Apakah Rasulullah tidak memerintahkan kalian untuk menaati segala perintahku?”
    “Rasulullah memerintahkan hal itu”, jawab pasukan singkat.
    “Sekarang kuperintahkan kalian untuk masuk ke dalam api ini”, jeritnya lantang.
    Mereka enggan untuk melakukan perintahnya.
    pas pulang ada yang lapur ke Rasulullah SAWW
    maka sabda beliau: “Jika mereka menaati perintahnya si kumendan, niscaya mereka akan kekal di dalam api neraka. Perintah seorang komandan wajib ditaati ketika ia mengeluarkan instruksi sesuai dengan hukum”.

    digubah dari sini http://www.al-shia.com/html/id/etrat/muhammad/muhammad.htm

    jadi emang yang katro itu yang ikut dipukulin :ak47

  70. walhasil kayak berita kemaren… di TV
    alumni IPDN angkatan tahun 2004 ditangkap polisi pas lagi jual shabu, jabatannya Kasie Tramtib Pemda…

    hehehehe…..paslah

  71. :d bukankah ini sudah membudaya… dimana senior lebih berkuasa dibandingkan seniornya…. :-\”

    saya masih ingat aturannya

    pasal 1 : senior selalu benar
    pasal 2 : harus mematuhi senior dan aturan2 yang berlaku
    pasal 3 : bila senior salah kembali ke pasal 1

    yahh klo pasalnya udah begini mau gimana lagi…
    :d/

  72. Mas Piyadi- artikelnya cukup baik sbg bahan pengetahuan.yang jelas, buat kita semua sebaiknya semua info yang diterima baik dari media cetak maupun elektronik, harus disaring dahulu, dan diterima dg kepala dingin agar kita tidak terpancing.
    menurut saya sbg PNS, lembaga IPDN tetap dipertahankan, seperti yg diungkapkan Ryass rasyid dkk, adanya perbaikan system besar2an dan yg harus dibersihkan adlah oknum2 didalmnya yg brmasalah,serta menghilangkan contact body/kekerasan antra yunior dg seniornya.hasil pengamatan saya di salah satu intansi pemerintah daerah khususnya didaerah sy sendiri,terbukti byk alumni IPDN yg berkualitas telah berhasil didaerah serta menyentuh dg kepentingan masyarakat.saya rasakan yg membedakan mereka dg intitusi lainnya adalah loyalitas dan dedikasi mereka yg tinggi yg berorientasi pd masy,. mskipun sekolah itu awalnya berdiri pd tahun 1990-an(yg pernah sy baca),baru melahirkan beberapa alumni,dan sebentar lg mereka2 yg akan menjadi pemimpin kelak untk memprbaiki bangsa ini.kalaupun ada yg bermasalh itu hanyalah ulah bbrapa oknum saja.intinya,untuk apa memiliki SDM yg berkualitas apabila tdk diorientasikan pd kepentingan masyarakat? kita tggu sj hasil keptusan presiden mengenai keberlangsungan IPDN, tentunya berdasarkan sharing antar pemakai/owner lulusan IPDN dlm hal ini adlh para Gubernur dan Bupati/walikota diseluruh indonesia…

  73. Fenomena ini bisa juga disebut “group think”, saking dalam grup anggotanya dituntut supaya sama mikirnya dan cara pandang dan norma yang dianut. Salah satu cirinya adalah “collective fantasy”, misalnya pikiran klo grupnya tuh paling bener dan grup lain adalah salah. Resikonya? kehilangan kemampuan berpikir kritis dan check and balanced. Jadinya…ya susah berubah dan menerima pendapat lain.

Leave a Reply to Oli Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *