Jawaban Basuki Suhardiman Atas Somasi Kompas

Hari ini, kasus [Basuki Suhardiman vs. Kompas](https://priyadi.net/archives/2005/05/03/satria-kepencet-whistleblower-anonimitas-dan-kompas/) berkembang dengan cepat. [detikcom](http://www.detik.com) memberitakan bahwa arsip milis ITB ditutup dan [Basuki Akan Jawab Somasi Kompas](http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/05/tgl/06/time/10389/idnews/355987/idkanal/10). Lalu Kompas mengatakan bahwa [mereka akan menempuh jalur hukum jika Basuki tidak memenuhi tuntutan](http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/05/tgl/06/time/111827/idnews/356018/idkanal/10). Berita detikcom yang terakhir adalah bahwa [Kompas melaporkan Basuki Suhardiman ke Polda Metro Jaya](http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/05/tgl/06/time/17406/idnews/356400/idkanal/10).

Detikcom memang adalah satu-satunya media yang rajin mengikuti kasus ini. Walaupun demikian ada sesuatu yang sepertinya terlewat diliput oleh detikcom, yaitu jawaban Basuki Suhardiman atas somasi dari pihak Kompas. Sebagai manifestasi dari asas hak jawab dan pemberitaan yang berimbang yang –entah disengaja atau tidak– tidak didapatkan Basuki dari detikcom, jawaban ini saya salin mentah-mentah di bawah ini.

Ini adalah email dari Basuki ke mailing list ITB dan ITB-75, dan juga ke Dik, wartawan Kompas yang menuntut Basuki.

> Date: Fri, 6 May 2005 14:32:55 +0700 (JAVT)
> From: Basuki Suhardiman <[EMAIL PROTECTED]>
> To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
> Subject: [Itb] Jawaban Tuntutan Sdr Sidik Pramono (wartawan Kompas)
>
> Tanggapan atas Tuntutan Sidik Pramono
>
> Pendahuluan
> Pertama-tama, saya perlu menjelaskan bahwa dokumen ini terkait dengan
> surat tuntutan (selanjutnya disebut: tuntutan) dari Sdr. Sidik Pramono,
> wartawan harian Kompas, yang isinya adalah sebagaimana terlampir bersama
> dokumen ini.
>
> — lihat lampiran: tuntutan —
>
> Sebelum menanggapi tuntutan tersebut, saya ingin menjelaskan lagi latar
> belakang permasalahan yang disinggung oleh Sdr. Sidik Pramono dalam
> tuntutannya di atas, yaitu mengenai tindakan saya memforward email dari
> orang yang mengidentifikasikan dirinya sebagai Satria Kepencet
> satriakepencet@yahoo.com (selanjutnya disingkat: SK) ke milis ITB dan
> ITB75.
>
> Perlu Diketahui :
>
> Saya menerima serangkaian email-email dari SK (selanjutnya disebut: email
> SK) dengan urutan sebagai berikut:
>
> * Email ke-1 pada tgl 14 April 2005 (Subject: Sebuah Drama Picisan)
> * Email ke-2 pada tgl 20 April 2005 (Subject: lanjutan)
> * Email ke-3 tgl 22 April 2005 (Subject: Kompas, Obyektivitas Pers
> yang Hilang)
>
> Pada saat menerima email-email tsb. kondisi saya adalah:
>
> 1. Tidak mengetahui siapa SK
> 2. Tidak mengetahui kebenaran dari isi email SK
> 3. Tidak mengetahui maksud dan tujuan SK
>
> Dalam kondisi seperti itu, saya memforward email SK tersebut ke forum
> milis tertutup itb@itb.ac.id (selanjutnya disebut: milis ITB) dan
> itb75@itb.ac.id (selanjutnya disebut: milis ITB75), dengan tujuan
> mendapatkan umpan balik dalam bentuk komentar atau informasi lain dari
> rekan-rekan di forum milis ITB dan ITB75 yang isinya bisa mengklarifikasi
> isi dari email SK. Jadi pada saat melakukan forwarding tersebut, saya sama
> sekali tidak berniat atau bermaksud mencemarkan nama baik pihak manapun.
>
> Perlu Diperhatikan :
>
> 1. Dalam melakukan forwarding tersebut saya tidak membenarkan,
> menyalahkan maupun memberikan komentar sama sekali.
>
> 2. Dalam melakukan forwarding tersebut saya hanya mengirimkannya ke
> komunitas terbatas, yaitu ITB dan ITB75, dan bukannya ke media massa
> seperti Detik (www.detik.com) atau media massa lainnya.
>
> 3. Tersebarnya email SK ke media massa kebanyakan bukan dalam bentuk
> aslinya, melainkan berupa URL yang menunjuk ke sebuah situs arsip milis
> ITB dan ITB75 (http://www.mail-archive.com/itb@itb.ac.id/) yang pada saat
> itu adalah merupakan sebuah situs pasif, sehingga tidak mungkin isinya
> termuat dalam situs media massa seperti www.detik.com tanpa adanya campur
> tangan dari pihak-pihak yang secara aktif atau sengaja membacanya dan
> mengirimkan URL-nya ke media massa seperti www.detik.com.
>
> 4. Ada pihak lain yang, dengan sengaja dan di luar sepengetahuan,
> kehendak atau kendali saya, melakukan penyebarluasan URL yang menunjuk ke
> situs arsip (selanjutnya disebut: URL arsip) milis ITB dan ITB75 yang
> memuat email SK tersebut ke media massa atau wartawan atau pihak-pihak
> yang mewakili media massa dengan tujuan yang saya tidak ketahui.
> Dengan demikian, tanggapan saya atas tuntutan dari pihak Sdr. Sidik
> Pramono di atas adalah sbb.:
>
> Tanggapan atas Tuntutan Sdr. Sidik Pramono :
>
> 1. Saya sangat menyesalkan tersebarnya URL arsip dari milis terbatas
> ITB dan ITB75 tersebut ke media massa termasuk www.detik.com dan saya
> sangat menyayangkan tindakan para pihak yang dengan sadar dan sengaja
> membaca email SK di situs arsip milis ITB dan ITB75 dan kemudian
> menyebar-nyebarkan URL arsip tersebut ke media massa termasuk
> www.detik.com sehingga akibatnya dirasa merugikan oleh Sdr. Sidik Pramono.
>
> 2. Dengan segala hormat, saya perlu sampaikan bahwa pemberitaan email
> SK di media massa seperti Detik (www.detik.com) sehingga email tersebut
> dibaca oleh masyarakat luas adalah di luar sepengetahuan, kehendak,
> kendali dan tanggung jawab saya, karena:
>
> a. Saya bukanlah PEMILIK atau PENANGGUNG-JAWAB www.detik.com atau
> media massa lain.
>
> b. Saya tidak memiliki otoritas untuk mengendalikan atau menentukan
> tulisan apa yang dimuat di dalam www.detik.com atau media massa lain.
>
> c. Saya tidak memiliki otoritas untuk menentukan cara-cara
> www.detik.com atau media massa lain dalam mencari berita dan mendapatkan
> sumber berita.
>
> d. Saya tidak meminta, memerintahkan atau menghimbau pihak
> www.detik.com atau media massa lain untuk memuat berita mengenai email
> SK.
>
> e. Saya tidak pernah mengirimkan email SK tersebut ke pihak
> www.detik.com atau media massa lain.
>
> f. Pihak www.detik.com tidak pernah menghubungi dan meminta ijin dari
> saya sebelum memuat berita mengenai email SK tersebut.
> Dengan demikian, tindakan Sdr. Sidik Pramono meminta saya bertanggungjawab
> atas pemberitaan email dari SK di www.detik.com atau media massa lainnya
> adalah tidak tepat, karena saya tidak punya kendali dan kekuasaan apapun
> terhadap keputusan pemberitaan email-email SK di www.detik.com atau media
> massa lainnya.
>
> 3. Apabila Sdr. Sidik Pramono menganggap pemberitaan email SK di
> media massa seperti www.detik.com adalah tidak benar dan merasa dirugikan
> oleh dampak yang timbul akibat adanya pemberitaan tersebut, maka saya
> sarankan untuk bertanya ke pemilik dan penanggungjawab media massa
> www.detik.com mengenai proses pencarian dan klarifikasi sumber berita
> tersebut serta pertimbangan apa saja yang melandasi pemuatan berita
> tersebut. Sebagai wartawan profesional yang memahami kode etik
> jurnalistik, tentulah wartawan yang memuat berita tentang email SK
> tersebut melakukannya dengan sadar dan sudah mempertimbangkan segala
> sesuatunya dengan seksama, termasuk dampak dari pemberitaannya tersebut.
> Saya bukanlah wartawan dan saya hanyalah meneruskan email SK ke milis ITB
> dan ITB75, yang anggotanya terbatas dan bukan ke media massa atau media
> massa elektronik.
>
> 4. Saya tidak mengetahui apakah isi email SK benar atau tidak benar,
> dan tindakan yang saya lakukan hanyalah meneruskan email dari SK ke milis
> ITB dan ITB75 tanpa disertai pernyataan apapun yang bersifat melengkapi,
> membenarkan atau mendukung isi email dari SK. Oleh karena itu, tuduhan
> bahwa saya memfitnah Sdr. Sidik Pramono adalah tidak tepat dan saya tidak
> bisa menyatakan apakah isi dari email SK tersebut benar atau tidak benar,
> fitnah atau bukan fitnah, sehingga saya tidak mungkin bisa memenuhi
> permintaan Sdr. Sidik Pramono dalam surat tuntutan butir ke-2. Menurut
> saya, pihak yang paling tepat dan berhak untuk menyatakan bahwa isi email
> SK tersebut benar atau tidak benar, fitnah atau bukan fitnah, adalah SK
> dan Sdr. Sidik Pramono sendiri.
>
> 5. Saya berada dalam posisi netral dan ingin bertindak adil, tidak
> memihak siapapun di antara Sdr. Sidik Pramono maupun SK. Dengan demikian,
> apabila Sdr. Sidik Pramono memiliki sanggahan, koreksi, maupun jawaban
> terhadap email SK, maka saya persilahkan Sdr. Sidik Pramono mengirimkannya
> ke saya dalam bentuk email. Saya akan dengan senang hati menerima dan
> memperlakukan email Sdr. Sidik Pramono tersebut persis sama seperti saya
> memperlakukan email SK, yaitu meneruskannya (forward) ke milis terbatas
> ITB dan ITB75. Hal ini sudah saya buktikan dengan meneruskan sanggahan
> dari Sdr. Budiman Tanuredjo (bdm@kompas.com) ke milis ITB dan ITB75.
>
> 6. Berkaitan dengan surat tuntutan Sdr. Sidik Pramono butir ke-3,
> sejak awal saya tidak pernah berniat untuk membawa isi email SK yang saya
> terima ke media massa dan saya sangat menyayangkan tindakan Sdr. Sidik
> Pramono atau pihak lain yang telah membawa permasalahan ini ke media
> massa. Oleh karena itu, demi kebaikan bersama, menurut saya kita tidak
> perlu melibatkan media massa lebih jauh lagi dalam permasalahan ini.
>
> 7. Saya bersimpati terhadap apa yang dialami Sdr. Sidik Pramono
> akibat tindakan yang tidak bertanggungjawab dari oknum yang dengan secara
> sengaja mengirimkan URL arsip milis ITB dan ITB75 ke media massa dan/atau
> wartawan. Saya berharap Sdr. Sidik Pramono dapat segera menemukan oknum
> tersebut dan meminta pertanggungjawabannya. Saya sangat menyesal apabila
> tindakan saya tersebut membuat Kompas dan Sdr Sidik Pramono merasa
> dirugikan dan sejak awal saya tidak punya niatan atau prediksi terhadap
> hal itu
>
> Demikian tanggapan saya atas surat tuntutan yang dilayangkan oleh Sdr.
> Sidik Pramono, semoga tercipta pengertian dan kesepahaman di antara kita.
>
> Bandung, 6 Mei 2005
>
> Basuki Suhardiman

63 comments

  1. #2 ya itu sih kan hak2nya orang mo ngapain tp menurut gw, BS udah cukup arif en bijak dg tanggapannya. top be ge te!

    tinggal masalah kedewasaan dan keksatriaan pihak yg bersangkutan (gak mau nyebut yg mana), dlm menyelesaikan masalah ini dg baik.
    apakah hukum selalu jd jalan keluar?

    menurutku, indonesia itu terlalu sering mempermasalahkan suatu hal krn hal tsb bikin malu kita atau kita bikin malu orang. dan satu lg, suka/seneng liat orang jd malu.

    tul gak? kl gak, knp jg banyak reality show en acara infotainment. *berarti bukan indonesia donk ya… hihihihi*

  2. go..go.. BS gooooo…..,
    emang seharusnya begitu…,kalo SP gak ngerasa terima suap ya jangan ngambek dunk!:)>- buktiin dengan haq

  3. saya jadi ikut takut memforward email…., jangan2 berpendapat mengutip email di milist juga dilarang ya….?

    jadi perlu aturan baru: email dilarang diforward…, milist dilarang cerita..

    kebebasan pers macam apa ini Komeng…(bukan nyebut nama koran lho..)

  4. #9 apa hub nya gajah dengan kebeneran berita?
    apakah segala sesuatu musti dihubkan dengan gajah?
    apakah sesuatu yg benar jd salah krn gajah, dan apakah yg salah bisa jd benar krn sang gajah jg ya?
    *saya mendeteksi orang “sakit” penciuman* :p :-“

  5. kalo dipendekin jawaban BS itu gini,”kalo gue lempar batu ke atas, terus jatohnya kena kepala orang lain.. bukan salah saya kan?? :”>

  6. 13 aqua aqua aqua cendol cendol cendol minuman dingin mas.. masih panas nih cuacanya.

  7. #17 “Saya tidak mengetahui apakah isi email SK benar atau tidak benar, dan tindakan yang saya lakukan hanyalah meneruskan email dari SK ke milis ITB dan ITB75” (BS):”>
    Jadi kita enggak usah bertanggungjawab kan, terhadap setiap apa pun tindakan kita… apalagi cuma nerusin email… :-?

  8. #19: hehehe, kalau soal ini sih kompas jagonya. silakan lihat di sini. kalau memforward saja harus dimejahijaukan, mungkin harusnya kompas dituntut banyak orang dari dulu :P

  9. Sudah ketahuan kalau Basuki yg pertama kali menyebarkan fitnah, kok ya masih mau berkelit juga. Oalah, Bas, Bas…

  10. #20 Kenyataannya masih belum ada/tidak ramai kan yang menuntut Kompas? :)

    Apakah kita akan mengajari orang untuk tidak bertanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan?

    Apakah kita akan bilang bahwa mencuri itu boleh dilakukan karena jelas masih banyak pencuri lain yang tidak tertangkap?

    Apakah kita akan boleh memfitnah orang karena si X juga suka memfitnah kok! atau malahan, Yang saya fitnah juga suka memfitnah kok!

    Budaya saling membalas? atau apa ini?

    Apa jadinya hukum di Indonesia kalau begini.

    Diajukannya seseorang ke pengadilan bukan berarti bahwa orang itu sudah dinyatakan salah.

  11. #21: silakan alamatkan tuduhan anda ke SK. jangan hanya karena basuki orangnya ‘real’, maka anda bisa sembarangan menuduhkan sesuatu ke basuki.

    #23: hukum bergantung sekali dengan preseden. keputusan terhadap suatu kasus sangat bergantung dengan keputusan terhadap kasus serupa di masa yang lampau. bisa jadi jika kompas memenangkan gugatan ini, maka kompas tidak akan bisa melakukan pemberitaan seperti pada artikel yang saya maksud, padahal itu adalah hal yang lumrah pada pemberitaan. terlebih lagi yang basuki lakukan hanyalah memforward sebuah email yang dia terima. dia sama sekali tidak melakukan proses editorial terhadap isi email tersebut.

    saya gak bilang kalau balas membalas itu baik, tapi itu cara kerja hukum. sayang sekali cuma bilang “hey teman2, saya terima surat ini, menurut pendapat teman2 gimana?” sampai bisa kena somasi :(

  12. # 23 (yang basuki lakukan hanyalah memforward sebuah email yang dia terima..)
    :)>- sumpah! Saya enggak percaya kalo om priyadi lugu begitu… lha, kok enggak kepikiran kalo (email) SK itu (emailnya) BS juga… nama gampang bikin, alamat email..hi…hi banyak yang gratisan atuh kang!

  13. Eh, ada yang menarik, di Kompas 23 April saya baca:

    “Indikasi lainnya, Panitia Pengadaan KPU menyusun HPS sendiri dengan cara yang tidak wajar. Ditemukan juga indikasi aliran dana dari SIP kepada oknum KPU dan juga wartawan (Rp 75 juta)…” dst.

    Persoalannya: Apakah berita di kompas tsb. benar atau tidak benar? Bohong atau tidak bohong? Apa buktinya kalau berita tersebut benar? (Note: Menurut Kompas sih… , berita itu dari laporan BPK)

    Kemungkinan I
    ===========
    Berita di Kompas itu tidak benar atau belum terbukti kebenarannya. Persoalannya kenapa Kompas memuatnya?. Kemudian, kalau berita kompas tsb. belum terbukti kebenarannya, dan saya nunjukin koran Kompas ke teman-teman saya, apakah saya bisa dituntut pakai pasal 310 juga? :o

    Kemungkinan II
    ===========
    Berita di Kompas tersebut sudah terbukti kebenarannya, dan Kompas punya semua bukti kebenarannya. Persoalannya, kenapa Kompas tidak menyebutkan saja siapa wartawan yang dia maksud dalam berita tsb.? Kalau bukan Sidik, kan beres masalah dia dengan BS, dan dengan mudah terlihat oleh masyarakat apakah si tulisan satria kepencet itu fitnah atau bukan.

    Note:
    Siapa saja sih wartawan yang meliput persoalan Kotak Suara pada saat itu? Kan mereka saling kenal tuh, masa gak ada yang bisa nyari informasi siapa yang menerima bagian dari 75 juta di atas (saya anggap saja angka 75 jt. tsb. benar, kan beritanya dari Kompas ;) -red.) Apakah wartawan2 yang (katanya) jago2 itu kesulitan nyari informasi sepele macam itu? Kalau sulit, tanya saja ke BPK, minta laporan detailnya. Gitu aja … kok repot. :))

    Kalau wartawan gak bisa juga, panggil saja pakar TI kita yang tersohor: KRMT Roy Suryo, suruh dia mencari kebenaran berita Kompas dan sekaligus isi email si SK. Masa cuman foto-foto syur Gus-Dur dan foto-foto syur Sukma Ayu saja yang bisa dia buktikan kebenarannya. Mana dia, kok gak ada suaranya kali ini? Biasanya dia suka numpang ngetop kalau ada kasus seperti ini. Apakah dia juga terlibat dalam cerita yang ada di email si SK? Saya sih nggak tahu … tanya Kompas aja deh, kan beritanya selalu benar (ya apa nggak? ragu2 juga gue) … :D

  14. #11: BS vs SP = ITB vs ITB = Gajah vs Gajah???

    Jadi pengen bermain pantun neh…

    – Dua gajah bertarung, Kompas mati di tengah-tengah
    – Menepuk air di Jamban, terpercik muka sendiri
    – Gara-gara nila se-Sidik, rusak susu se-Kompas
    – …
    (ayo terusin dong)

  15. #19:
    “Saya tidak mengetahui apakah isi email SK benar atau tidak benar, dan tindakan yang saya lakukan hanyalah meneruskan email dari SK ke milis ITB dan ITB75″(BS) Jadi kita enggak usah bertanggungjawab kan, terhadap setiap apa pun tindakan kita… apalagi cuma nerusin email…

    Perhatikan:
    “Jadi kita enggak usah bertanggungjawab kan, terhadap setiap apa pun tindakan kita…”

    Kesimpulan abah kurang tepat, yang lebih tepat:
    Setiap tindakan membutuhkan tanggung jawab, dan setiap tanggung-jawab adalah proporsional dengan tindakannya.
    (Dengan demikian, menurut saya abah juga bertanggung-jawab berkaitan dengan kasus ini, hanya saja proporsinya berbeda dengan PS, SK, atau BS).

    Kalau saya tangkap, maksud BS dalam tulisan di atas (kalau dibaca secara komprehensif, dan tidak dipotong seperti yang abah lakukan) adalah:

    Tuduhan memfitnah tsb. tidak tepat karena tindakan yang dilakukan BS hanyalah memforward, ke ITB dan ITB75. Jadi, kalaupun bertanggung-jawab, maka pertanggungjawaban si BS adalah sebatas tindakan dia memforward saja, bukan pertanggungjawaban sebagai orang yang membuat email tsb.

    — Zen —

    PS:
    Mohon dikoreksi kalau salah, mumpung ada kasus seperti ini, mari kita jadikan sarana belajar untuk memandang dan mendudukkan persoalan pada tempatnya dan sesuai proporsinya.

  16. #13: kalo dipendekin jawaban BS itu gini,”kalo gue lempar batu ke atas, terus jatohnya kena kepala orang lain.. bukan salah saya kan??

    Abah, ente salah lagi menalarnya:
    Batu dengan email itu tidak analog. Selain itu, kasus BS vs SP tidak bisa dipendekkan, karena akan mengurangi detail informasi yang menunjang komprehensi kita terhadapnya.

    Sebenarnya kasus ini jangan dibuatkan analoginya, karena bisa bias. Tapi kalaupun mau bikin analogi, maka mungkin yang paling cocok ya pakai analogi surat saja:

    — story —
    Suatu pagi, BS bangun tidur, membuka kotak Pos di depan rumah, dan menemui sepucuk surat dari SK. Isinya cukup mengejutkan dan membuat BS penasaran.

    BS mandi, kemudian pergi ke kampus. Di kampus, dia ketemu teman-temannya di kantin, sambil makan, tanpa bersuara dia keluarkan surat tersebut dan dia tunjukkan ke teman-temannya. Teman-temannya tidak banyak berkomentar, dan kemudian surat tersebut disimpan di lemari arsip milik perkumpulannya.

    Ternyata ada mata-mata yang diam-diam tahu lokasi lemari arsip tersebut. Mata-mata ini berhasil membuka lemari arsip, mencari dan membaca surat tadi, kemudian memberitahu media massa bahwa di tempat perkumpulan si BS ada lemari arsip yang tidak dikunci, dan di dalamnya ada surat yang isinya menarik untuk diberitakan oleh media massa. Bahkan si mata-mata tadi menyebutkan secara akurat cici-ciri surat dan folder tempat surat itu disimpan, dengan tujuan supaya media massa dengan mudah dapat mencarinya.

    Oknum media massa, setelah melihat surat tadi, menjadi berbinar-binar, karena isinya sangat menarik dan kalau disebarluaskan akan menarik perhatian massa, yang ujung-ujungnya adalah meningkatkan popularitas media massanya.

    Tanpa sepengetahuan dan seijin BS, media massa menyebarkan lokasi lemari arsip berikut isinya tadi, sehingga pelanggan media massa berebut mengunjungi lemari arsip dan melihat isi tulisan yang ada di surat tsb.

    Tiba-tiba orang yang inisialnya disebut dalam surat tadi marah, dan mengaku kalau inisial di dalam surat tadi adalah dia, dan menuduh BS memfitnahnya di depan publik (padahal di dalam surat tidak disebutkan siapa nama lengkap dari pemilik inisial tsb.). Si BS cuman bisa garuk-garuk kepala sambil bingung, di mana letak kesalahan dia. Bingung karena dia tidak merasa tidak pernah mengirim surat itu ke media massa, tapi pada kenyataannya publik mengetahui lokasi lemari arsipnya dari media massa ybs.

    Sementara itu, si mata-mata tertawa terkikik-kikik melihat si BS garuk-garuk kepala kebingungan terhadap apa yang menimpanya, sambil menikmati “tanda terimakasih” dari media massa karena si mata-mata telah memberi bahan berita berharga.
    — /story —

    PS: Namanya juga analogi, harap dimaklumi kalau tidak cukup akurat dalam menggambarkan cerita aslinya.

  17. #29:
    Tuduhan memfitnah tsb. tidak tepat karena tindakan yang dilakukan BS hanyalah memforward, ke ITB dan ITB75.

    Apa ini tidak bias dan tendensius? Apakah Zen juga begitu lugu bahwa tidak melihat kemungkinan yang lain? Atau menutup mata dan telinga terhadap kemungkinan yang lain?

    Memang sih, setiap persoalan bisa dilihat dari beberapa sudut pandang. Ada yang bersifat membela, ada yang netral, ada yang …

    Dari posting2 di sini juga bisa terbaca, mana yang bias, mana yang tendensius, mana yang lugu, mana yang netral, mana yang cuek, mana yang suka mengambil kesimpulan secara cepat … *wink*

  18. #29.Mari kita jadikan sarana belajar untuk memandang dan mendudukkan persoalan pada tempatnya dan sesuai proporsinya (Zen)…
    Setuju ajah! Tapi bener SK itu bukan BS, bukan dia-dia juga kan?? :”>

  19. #19. Kalau saya lihat, kalimat BS pada jawaban no. 4 “Saya tidak mengetahui apakah isi email SK benar atau tidak benar, dan tindakan yang saya lakukan hanyalah meneruskan email dari SK ke milis ITB dan ITB75″, tidak berdiri sendiri. Dari hasil tanya sana sini, saya mendapat informasi bahwa tuntutan no. 2 dari SP adalah, meminta BS untuk mengakui secara terbuka bahwa isi email tersebut adalah fitnah dan bohong. Kok mintanya ke BS ? Minta ke Satria Kepencet dong. Jadi, jawaban BS thd tuntutan no. 2 ini, yg didahului dengan penjelasan di atas, dan ditutup dengan kalimat :
    “saya tidak bisa menyatakan apakah isi dari email SK tersebut benar atau tidak benar, fitnah atau bukan fitnah, sehingga saya tidak mungkin bisa memenuhi permintaan Sdr. Sidik Pramono dalam surat tuntutan butir ke-2. Menurut saya, pihak yang paling tepat dan berhak untuk menyatakan bahwa isi email SK tersebut benar atau tidak benar, fitnah atau bukan fitnah, adalah SK dan Sdr. Sidik Pramono sendiri.”
    adalah SANGAT TEPAT. Yang paling tahu informasi itu benar atau tidak benar, fitnah atau bukan, ya si SP sendiri dong. Sayangnya, sampai saat ini dia tidak pernah secara jelas menyatakan bahwa informasi itu tidak benar, bahwa dia TIDAK PERNAH MENERIMA UANG dari oknum KPU, seperti yg disebut dalam email itu. Yang dia ributkan adalah minta bukti, kalau tidak ada bukti, berarti memfitnah. Ada apa ini ?
    Kalau saya menjabat suatu posisi yang berhubungan dengan kepentingan umum, dan tiba2 dituduh orang melakukan korupsi, padahal saya tidak pernah melakukannya, maka hal pertama yg harus dilakukan bukan sibuk menuntut, tapi menyatakan bahwa hal itu tidak benar, saya tidak pernah menerima uang.
    Bottom line, kalau kita mencoba mengungkap indikasi korupsi, yang jelas-jelas merupakan kepentingan umum, maka tuduhan pencemaran nama baik tidak berlaku. Media massa yg mengungkap indikasi korupsi juga nggak masalah. Tapi herannya, pemberitaan indikasi korupsi yg melibatkan wartawan Kompas, langsung membuat KOMPAS panih, takut kredibilitasnya turun, langsung pakai menuntut segala. Asli, konyol dan keleru KOMPAS :) Coba baca KUHP pasal 310 :

    Bab XVI – Penghinaan

    Pasal 310

    (1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

    (2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

    (3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

  20. #34: anda tidak proporsional kalau tidak punya bukti bahwa SK adalah BS.
    iya… juga ya…, makanya sayah tanya…
    pantesan koruptor pada lenggang kangkung.. lha enggak ada bukti mrk koruptor. jadi, bener nih oom pri, SK itu bukan BS..?? Artinya siapa aja bisa kentut, dan baunya bikin eneg tapi enggak boleh sembarang nuding siapa yang kentut karena gak ada buktinya ya,

  21. #34: (anda tidak proporsional kalau tidak punya bukti bahwa SK adalah BS).
    iya… juga ya…, makanya sayah tanya, enggak nuduh…
    pantesan koruptor pada lenggang kangkung.. lha enggak ada bukti mrk koruptor. jadi, bener nih oom pri, SK itu bukan BS..?? Artinya siapa aja boleh kentut, dan baunya bikin eneg tapi enggak boleh sembarang nuding siapa yang kentut karena gak ada buktinya ya,..ups, tapi apa hubungannya ya kentut ama SK dan BS…

  22. #36: yes, saya setuju kalau kompas, BS, KPK atau siapapun menyelidiki **yang dituduhkan SK** ketimbang menghabiskan waktu dan energi untuk menyelidiki jatidiri SK. kalau penyelidikan sudah beres, apapun hasilnya, jati diri SK tidak lagi relevan. kalau ternyata tuduhan benar, maka SK adalah versi indonesia dari deep throat. kalau ternyata tuduhan salah, kredibilitas SK hilang.

  23. Menanggapi #31:

    Bung “obyektif” nampaknya sembrono/tergesa-gesa dalam menangkap dan menyimpulkan maksud tulisan saya di #29.

    perlu saya terangkan kembali, bahwa di tulisan #29 itu, saya mengacu ke jawaban somasi BS:

    Quote #1:
    “Saya tidak mengetahui apakah isi email SK benar atau tidak benar, dan tindakan yang saya lakukan hanyalah meneruskan email dari SK ke milis ITB dan ITB75″,

    yang disimpulkan oleh abah dalam #19 dengan:

    Quote #2
    “Jadi kita enggak usah bertanggungjawab kan, terhadap setiap apa pun tindakan kita… apalagi cuma nerusin email… “

    Saya menganggap kesimpulan abah tsb. kurang tepat, dan menganggap bahwa seharusnya semua tindakan kita harus bisa dipertanggungjawabkan, sesuai dengan proporsinya. Saya menduga tanggapan si abah tsb. berasal dari pemahaman yang sepotong-sepotong terhadap tulisan BS di Quote #1, oleh karena itu saya mencoba mengajak abah meninjau kembali statement BS di Quote #1 dengan kalimat:

    Quote #3
    Kalau saya tangkap, maksud BS dalam tulisan di atas (kalau dibaca secara komprehensif, dan tidak dipotong seperti yang abah lakukan) adalah:

    “Tuduhan memfitnah tsb. tidak tepat karena tindakan yang dilakukan BS hanyalah memforward, ke ITB dan ITB75. Jadi, kalaupun bertanggung-jawab, maka pertanggungjawaban si BS adalah sebatas tindakan dia memforward saja, bukan pertanggungjawaban sebagai orang yang membuat email tsb.”

    Dengan kalimat di atas, saya berusaha mengajak abah memahami dengan hati-hati apa maksud statement BS dalam Quote #1 sebelum menarik implikasi darinya. Kalau kita tidak pahami statement orang secara komprehensif, bagaimana kita bisa menyikapinya dengan benar? Bukankah itu yang selalu bung obyektif gembar-gemborkan: “jangan mengambil kesimpulan secara tergesa-gesa”? Kalau anda obyektif, mustinya anda juga ajukan tafsiran anda terhadap statement BS di Quote #1, supaya kita bisa bahas dengan hati-hati untuk menghindari kesalahan penafsiran.

    — Zen —

  24. #35. Sekali lagi, yang paling tahu bahwa SK adalah BS atau bukan, ya si BS sendiri. Tapi saya memang berangkat dari asumsi SK bukan BS. Jadi, kalau SK=BS, jelas analisis tadi keleru. Walaupun, itu tidak mengubah anggapan, siapa pun yg mengungkap indikasi korupsi untuk kepentingan umum (BS, SK, KOMPAS, atau SP, atau KaMpReT sekalipun), tetap tidak bisa dianggap mencemarkan nama baik.
    BTW, coba pikir2, siapa yg paling diuntungkan dalam kasus ini ?

  25. #39. Jadi kalo nerusin fitnah itu enggak apa-apa ya dan boleh-boleh aja ya oom Zen? Kata Pak Ustad gak boleh lo..nyebar-nyebar fitnah itu… sayah mah enggak percaya BS cuma forward, mesti dia itu ada maskudnya.. setiap perbuatan ada maskudnya..
    Oom pri, banyak baca lagi atuh: nyamain deep throat ama SK. Hah! Di buku ama pilemnya sih si woodward itu tau siapa deepthroat.. kalo SK?? Hihi.. bener nih, BS enggak tahu SK itu siapa?? Eh, udah dipanggil pulisi belon ya BS… :d:d

  26. #39 Maaf atas kekeliruannya, saya kurang teliti membaca yang Anda tulis.

    Apa ada yang bisa menebak, bagaimana hasil akhir kasus tuntut menuntut ini? :D

  27. kl ada orang tidak dikenal telpon *anonim* en bilang di gedung ini ada bom, apa yang akan dilakukan oleh anda?

    sibuk ngurusin sapa yang telpon atau memastikan ada/tidak bom tsb ?

    kl ada, maka bersyukurlah dg adanya pemberitahuan itu. kl tidak, barulah anda pusing nyariin sapa sih yg ngasih info ngawur itu.

    betul? *ala zainudin emzed*

  28. nyambung ama sebelumnya, kl si satpam yg terima telpon itu trus ngelaporin ke atasannya. maka bukankah si satpam penerima telpon itu sama posisinya dg “BS” ?
    (atau dia bertanya kepada satpam yang lainnya, info ini beneran gak ya)

    Lalu akankah si satpam penerima telpon menerima sangsi jika ternyata di gedung tsb tidak ada bom atau info tersebut tidak valid?

    *gw nanya beneran lho ya*

  29. Itu sama saja seperti ngomongin orang di media masa dengan harapan orangnya tidak akan baca, kalau ketahuan nge-less bahwa yg salah adalah orang yang ngasih tahu, bukan dia.

    Maaf, pakai anaologi lagi berhubung karena kebencian dan atau ikatan tertentu pada sesuatu hati anda sudah tertutup oleh fanatisme buta :-(

    Sebenarnya masalahnya mudah jika BS bersikap secara jantan mengakui “kesalahannya”, regardless of sikap RS yg kekanak-kanakan.

    Memforward sesuatu ke publim itu tindakan bodoh, tapi tdk mengakui perbuatan tsb merupakan tindakan bodoh dan *pengecut*.

  30. Pri:
    “hey teman2, saya terima surat ini, menurut pendapat teman2 gimana?”

    Betapa naifnya anda :-) Coba hitung berapa kali anda mengulang-ulang kalimat tsb?

    Tidak ada yg lebih berbahaya daripada org pintar yg pura-pura bodoh.

    “hey teman2, betapa baiknya rekanan kita. memberi uang terimakasih banyak sekali, tdk baik menolak pemberian org. menurut teman2 gimana?”

    Kemudian sama sekali tanpa melakukan proses editorial terhadap isi amplop tersebut kemudian diforward ke rekening rekan-rekan dgn adil :-)

    cheers,

  31. #46: maaf, anda tidak bisa menuduh saya memiliki fanatisme buta. fanatisme ke siapa? BSD? SK? sama sekali tidak. jangan karena saya tidak setuju dengan anda lantas anda dengan sembarangan bisa menuduh saya punya fanatisme buta.

    #47: harus saya sebutkan ulang-ulang karena sepertinya anda dan yang lain tidak mengerti kultur di mailing list. mailing list diskusi seperti ITB bukanlah tempat mengumumkan sesuatu, tetapi tempat berdiskusi. dan saya gak bisa ngerti analogi anda.

  32. #48: Anda selalu mepersonifikasikan diri sbg BS.
    Tolong dijawab pertanyaan ini :
    Apakah mungkin praktisi IT sekaliber BS akan
    1. memforward email tanpa ada maksud? logikanya kalau email tsb berisi tuduhan kepada BS /institusinya hampir tdk mungkin akan difwd oleh ybs.
    2. memforward email(kontroversial) dr org yg samasekali tdk dikenal (kenal tdk berarti harus bertemu muka).

    3. tdk ada tanggapan di milis bukan berarti mengurangi bobot kesalahan. Apakah anda dpt menjamin bahwa hal tsb tdl akan membentuk opini seolah -olah penyidikan tindak korupsi di KPU selama ini merupakan konspirasi pihak lain dan KPU hanya merupakan “korban”.

    Sadarkah anda bahwa “provokasi” anda ini cenderung membuat BS mengelak dari substansi awal masalah (memfwd) dgn mengaburkan subtansinya dan cenderung menimpakan kesalahan pd pihak ketiga?

    Apakah ada bukti bahwa RS merupakan spy dr detik?

    Bas, belajarlah dari kasus kwik kian gie, saya (dan hampir semua orang) setuju bahwa ada korupsi di dept pajak, tp berhubung KKG blm dapat membuktikannya amak jalan terbaik adalah meminta maaf.

  33. #36:
    Betul bah, tidak boleh sembarang menuduh siapa yang kentut tanpa ada bukti. Tapi kalau abah lagi pengen banget nuduh orang, abah bisa ciumin satu per satu pantat orang yang hadir waktu itu, terus dicocokin sama bau kentut yang beredar, kalau cocok, baru abah boleh nuduh. :-)

    (sorry, lg slapstick mode)

    — Zen —

  34. #49. Anda sudah baca isi tuntutan SP ke BS ?
    Saya juga heran, kenapa BS membawa-bawa detik.com dalam jawabannya. Ternyata, itu yg dibawa oleh SP di dalam surat tuntutannya, bahwa email tersebut tersebar “kemana-mana”, tersebar ke media massa termasuk detik.com, bahkan mengutip pemberitaan detik.com tgl sekian. Karena SP menjadikan hal tersebut sebagai alasan dalam tuntutannya, saya berASUMSI bahwa, jika email tersebut tidak pernah diberitakan oleh media massa, termasuk detik.com, maka SP tidak keberatan.

    Kalau SP keberatan atas dimuatnya dugaan itu di media massa termasuk detik.com, saya anggap jawaban BS sangat tepat. Tanya detik.com dong, salah alamat kalau nanya BS atas isi pemberitaan detik.com. Kalau dibilang mengelak dari substansi awal, kok saya lihat tidak ya. BS kan mengakui bahwa dia memang yang memforward email tsb ke milis ITB dan ITB75. Tapi tidak ke media massa atau detik.com, dimintai ijin atau cross check saja tidak.

    Coba bayangkan hal ini, mr X. menulis atau memforward email berisi dugaan korupsi pejabat, namun hanya ditujukan ke mailing list. Lantas, ada anggota mailing list (mungkin monyet, spt yg ditulis KOMPAS ;) ), mengirimkan email ini ke wartawan. Nah, wartawan KOMPAS membaca email ini, lalu menulis di korannya, bahwa ada pejabat diberitakan korupsi, sambil menunjukkan URL dari arsip milis. Pejabat merasa nama baiknya tercemar, lalu menuntut mr X menggunakan pasal 310 KUHP, dengan alasan namanya telah tercemar karena informasi itu dimuat di koran2. Apa tuntutannya tidak salah alamat ? Bukannya wartawan atau media massanya yg tidak cermat ?

    Diluar perdebatan siapa yg bertanggung jawab atas kasus tersebarnya berita itu, saya kembali ingin mengingatkan, bahwa pengungkapan dugaan korupsi, dugaan suap, baik yg melibatkan pejabat negara, pejabat KPU, maupun WARTAWAN, upaya pengungkapannya tidak bisa dianggap menyebarkan fitnah, karena itu menyangkut kepentingan umum. Itu sudah jelas disebutkan di KUHP pasal 310 ayat 3. Selama upaya-upaya mengungkap korupsi selalu diancam dengan resiko pencemaran nama baik (karena tidak memiliki bukti), maka selama itu pula korupsi akan merajalela. Keliru pengacara si KOMPAS itu, mbok ya kalau mau nuntut, pinter dikit lah. Dewan pers pun menginginkan pasal itu tidak berlaku bagi wartawan yg mencoba mengungkapkan korupsi, kalaupun akhirnya tidak bisa dibuktikan secara materil, yg mencoba mengungkapkan tidak bisa dianggap melakukan pencemaran.

    Contoh, yg bisa dituntut pakai pasal pencemaran nama baik, kalau misalnya wartawan KOMPAS diberitakan menghamili anak orang, dan tidak bertanggung jawab. Kalau tidak terbukti, yg memberitakan atau menyebarkan berita bisa kena pasal 310. Walaupun sebenarnya, kalaupun terbukti masih ada cara untuk berkelit, bahwa ISI diluar tanggung jawab percetakan, hahaha :D Becanda om, jangan dimasukin ke hati.

  35. #46:
    Bung ME, nampaknya Anda kurang jeli dalam berpikir:

    Pertama:
    “Itu sama saja seperti ngomongin orang di media masa dengan harapan orangnya tidak akan baca, kalau ketahuan nge-less bahwa yg salah adalah orang yang ngasih tahu, bukan dia.”

    Sejak awal saya lihat, banyak yang mempermasalahkan tindakan BS (forward) karena menyamakan milis dengan media massa. Kalau anda mau berpikir dengan lebih tenang sedikit, maka anda akan melihat bahwa di mata hukum, milis adalah berbeda dengan media massa. Perbedaannya antara lain:

    1. Milis (ITB dan ITB75) itu audiensnya dibatasi dan terdaftar, media massa tidak.
    2. Media Massa punya badan hukum, ada SIUPP, dsb. sedangkan Milis tidak.

    Proses sampainya email dari SK ke publik adalah sbb.:
    SK -> BS -> Milis -> Archive -> Oknum -> MediaMassa -> Publik.

    Jika proses ini diceritakan, ceritanya akan terdengar seperti ini:
    “SK membuat email dan mengirimkannya ke BS, kemudian BS meneruskannya ke Milis ITB. Milis ITB meneruskannya ke Archive, Archive dibaca oleh Oknum, kemudian Oknum memberitahu Media, Media memuat berita email SK, kemudian Media dibaca oleh Publik sehingga Publik tahu mengenai keberadaan email SK.”

    Kalau yang dipermasalahkan oleh Kompas dan Sidik adalah tersebarnya email tsb. ke publik melalui media massa, maka dengan melihat proses penyebaran tadi, sub-proses yang terkait dengan keberatan Kompas dan Sidik adalah:
    1. Oknum -> MediaMassa (trigger proses: Oknum)
    2. MediaMassa -> Publik (trigger proses: Media)

    Jadi, kalau mau mencari siapa yang bertanggungjawab (trigger) atas tersebarnya email ke publik, maka sub-proses yang harus ditinjau adalah 2 sub-proses di atas dan pihak yang patut untuk ditanyai adalah Oknum dan/atau MediaMassa.

    Kedua:
    “Sebenarnya masalahnya mudah jika BS bersikap secara jantan mengakui “kesalahannya”, regardless of sikap RS yg kekanak-kanakan.”

    Apabila seseorang menerima tuntutan untuk mengakui kesalahan, maka persoalan utama yang dia hadapi adalah: Kesalahan yang mana yang harus diakui?

    Jika kesalahan yang dimaksud adalah sembrono dalam memforward email ke milis (tidak memeriksa dulu kebenaran isinya), maka BS saya lihat sudah mengakuinya dan menyesalinya (di jawaban somasi), dan ini sudah sesuai dengan tuntutan Sidik point ke-1(lihat: Detik). Jika kesalahan yang dimaksud adalah me-mediamassa-kan, maka wajar kalau BS tidak bisa mengakuinya, karena dia tidak merasa mengirimkan email SK tsb. ke media massa.

    Ketiga:
    “Memforward sesuatu ke publim itu tindakan bodoh, tapi tdk mengakui perbuatan tsb merupakan tindakan bodoh dan *pengecut*.”

    Anda melakukan false generalization. “Memforward sesuatu ke publik” itu bisa dikatakan tindakan bodoh bisa pula dikatakan pintar, tergantung konteksnya (apa yang diforward, kapan, di mana, dsb.) Jadi, pernyataan anda “Memforward sesuatu ke publik itu tindakan bodoh” adalah kurang tepat, demikian pula halnya dengan kalimat kedua.

    BTW, Bagaimana dengan tindakan: “Mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak dilakukannya”, menurut Anda, apakah tindakan tersebut bodoh atau pintar? :-)

    — Zen —

  36. #41:

    Abah, meneruskan fitnah adalah perbuatan yang kurang baik. Persoalannya, sebelum seseorang (misal: abah) bisa dikatakan meneruskan fitnah, maka syarat-syarat logis sbb. perlu dipenuhi:
    1. Abah tahu bahwa berita yang akan abah sebarkan adalah fitnah, dan
    2. Abah dengan sadar menyebarkan berita (yang sudah abah ketahui adalah fitnah) tsb. ke publik.

    Tidaklah bisa disebut “abah menyebarkan fitnah” apabila:
    1. Abah tidak tahu kalau berita yang akan abah sebarkan adalah fitnah
    2. Abah tidak sadar pada saat menyebarkannya (misal: mengigau)

    Jadi, jika pada saat abah menyiarkan suatu cerita/berita kepada orang lain abah tidak tahu itu fitnah, maka belum bisa dikatakan abah menyebarkan fitnah. Mungkin lebih tepat jika abah dikatakan menyebarkan gossip, dan bisa dijuluki “Abah Tukang Gossip” :))

    Setahu saya, menyebarkan gossip seperti yang dilakukan banyak media massa infotainment di Indonesia bukanlah tindak kejahatan (CMIIW).

    –Zen–

  37. #46 dan #49

    Kalau saya amati, sejak komentar #1 di halaman ini, tidak pernah ada yang menyebut inisial RS. Andalah yang pertama kali menyebutkan inisial tsb. dalam komentar Anda.

    Saya ingin kejelasan, siapakah oknum yang anda maksud dengan RS (apakah Roy Suryo, atau Ratih Sanggarwati, atau Raja Singa, atau apa ?) yang telah anda singgung dalam kalimat-kalimat sbb.:

    1. “…regardless of sikap RS yg kekanak-kanakan..”
    2. “Apakah ada bukti bahwa RS merupakan spy dr detik?”

    Selain itu, tolong (for the sake of my curiousity) dijelaskan pula apa latar belakang anda menuliskan dua frasa/kalimat di atas.

    Thx sebelumnya.

    –Zen–

  38. wow..
    e-mail dari BS emang poll..

    brarti skarang yang jadi masalahnya adalaaahhh.. *ini opini pribadi*.. syapakah sang OKNUM yang tidak bertanggung jawab itu?? seharusnya OKNUM itu lah yang harus dicari dan bertanggung jawab atas smua kekacauan ini.. tapii.. mo digimanain lagih.. klo ga ada yang ngaku.. kita bisa apa dong? ya sperti itulah fenomena yang sering terjadi di skitar kita.. selalu ada provokator.. jadinya di adu domba dehh..

    yaahh.. smoga aja permasalahan ini ga berlarut-larut.. dan tidak melibatkan lebih banyak orang lagi..


  39. Pada saat menerima email-email tsb. kondisi saya adalah:
    – Tidak mengetahui siapa SK
    – Tidak mengetahui kebenaran dari isi email SK
    – Tidak mengetahui maksud dan tujuan SK
    Dalam kondisi seperti itu, saya memforward email SK tersebut ke forum milis tertutup itb@itb.ac.id (selanjutnya disebut: milis ITB) dan itb75@itb.ac.id (selanjutnya disebut: milis ITB75), dengan tujuan mendapatkan umpan balik dalam bentuk komentar atau informasi lain dari rekan-rekan di forum milis ITB dan ITB75 yang isinya bisa mengklarifikasi isi dari email SK….

    +++++
    Comment: Saya ingin comment ttg etikanya.
    Nurut saya sih, emang lebih baek kalo BSD melakukan klarifikasi dulu ke Kompas soal tuduhan itu atau ke Obursman. Kalo ngebaca 3 email yg diterusin sama BSD itu, kan isinya ttg borok2 KPU, ya. (Juga terkesan tendensius: nyerang anggota KPU lain, kecuali Chusnul Mar’iyah –bosnya BSD di KPU). Nurut saya, alangkah sopannya kalo email2 semacam itu (asalnya ndak jelas juntrungannya) disimpan saja sama BSD, tidak diforward ke mana pun. Mau klarifikasi? Pertanyaan usilnya: “orang dalam” (kpu) kok klarifikasi ke luar (kpu)? silakan komentar… ;)
    Satu lagi, nurut saya, BSD agak teledor, karena arsip milis ini bisa diakses dari luar. BSD nggak jaga-jaga sih dengan pasang tulisan “DO NOT FORWARD” di awal postingnya (ato itu udah embedded di budaya milis?). Tulisan “hey teman2, saya terima surat ini, menurut pendapat teman2 gimana?” spt ditulis #23 juga ndak ada tuh di postingnya BSD (ato itu udah embedded di budaya milis?).
    anyway, mudah2an BSD ngerti juga kalo ada risiko spt itu yg harus dia tanggung, at least sbg forwarder sekalipun. ndak perlu nyalahin orang lain yg belum tentu salah, wong semua juga tau kalo yg forward pertama BSD; ntar malah bisa2 ngurangi simpati orang ke kita. ini pelajaran berharga buat kita semua. Kalopun ini sampe pengadilan, ya ikuti aja prosesnya, itu juga bagian dari risiko “perjuangan” sbg forwarder, mungkin. ;)
    siapa pun emang berhak ngebela diri, ya. Sarannya emang satu sih: hati2 dg apa yg kita sampaikan, Dg kata lain: sampaikan apa yg kita ketahui, ketahuilah apa yg kita sampaikan. Kalo gitu, aman, deh… dunia+akhirat :)>-
    Boleh nambah comment lagi? udah aja ya, mau ma’em dulu… dadah semuanya…:)

  40. #56:

    Tulisan “hey teman2, saya terima surat ini, menurut pendapat teman2 gimana?” spt ditulis #23 juga ndak ada tuh di postingnya BSD (ato itu udah embedded di budaya milis?).

    betul, hal tersebut sudah implisit di dunia milis. apalagi ada kutipan pengirim asli dari email tersebut.

  41. Gini lho masalahnya: Basuki merasa perlu melempar email dr SK ke milis ITB dan ITB 75 dengan harapan kebenaran atau ketidakbenaran berita tsb bisa muncul dari hasil diskusi. Nah sekrg pertanyaannya, betul enggak Dik itu seperti yang diberitakan oleh surat SK? harus ada yg berani mengaudit hartanya Dik dong…atau Dik bisa tidak membuktikan ke khalayak bahwa tabungannya memang tidak terkait dengan “gaji” dari KPU dan berbagai macam tuduhan seperti suratnya SK? Kalau gak mampu membuktikan ya jangan protes2, opo meneh menuntut Basuki…

    Buat saya sih biar ini juga jadi bahan pelajaran buat para WARTAWAN, agar juga tidak ngomong seenaknya, tanpa bukti, trus kalau diprotes bilangnya: itu hak kami utk tidak membuka identitas narasumber…atau: ya pakai HAK JAWAB dooonggg…

    Ini saya kasih tau ya mas2 WARTAWAN: yang namanya harga diri itu gak cukup ditebus pake HAK JAWAB… yg namanya harga diri yg dipermalukan di depan orang banyak itu seringkali cuman bisa ditebus dgn: TAK PATENI KOWE!!

    Nah sekrg wartawan KOMPAS dipermalukan oleh wartawan DETIK.COM tapi yg dipersalahkan BASUKI… trus sudah diberikan HAK JAWAB masih mau menuntut, baru pada tahu tho Mas kalau HAK JAWAB itu tidak memuaskan??

  42. #28
    wah, Zen menjurus, tuh…. (provokasi)

    buat BS & dik : kemungkinan adu domba macam itu harus diperhitungkan juga lho….
    bicarakan lagi deh scr baik2….
    :)>-

  43. #28
    wah, Zen menjurus, tuh…. (provokasi)

    buat BS & dik : kemungkinan adu domba macam itu harus diperhitungkan juga lho….
    bicarakan lagi deh scr baik2….
    :)>-

  44. Ada satu aspek yang kayaknya belum dibahas.

    Seorang alumni ITB, seperti BS, mestinya memiliki kebiasaan untuk memeriksa sumber berita. Sekalipun dia tidak menambahkan komentar, tetap aja sumbernya harus jelas. Kalau perlu, dia konfirmasi dulu sebelum meneruskan. Dan hal ini mestinya menjadi kebiasaan setiap orang, bukan hanya BS, khususnya dalam mailing list di kalangan seperti ITB.

    Banyak analogi yang disebutkan sebelumnya yang tidak relevan. Tindakan BS tidak sama dengan wartawan yang meneruskan dugaan atau pendapat, dari sumber dia tahu secara jelas (sekalipun identitas sumbernya dirahasiakan, namun diketahui). Sumber BS, seperti yang dia katakan sendiri, tidak jelas. Apakah berita yang tidak jelas sumbernya harus diteruskan? BS, yang sudah lama aktif dalam kegiatan semacam ini, mestinya mengerti. Bahkan, justru karena dia mestinya mengerti, forward tsb mungkin bisa dianggap kesengajaan.

  45. Ini informasi saja untuk menilai siapa BS: aku cukup kenal siapa BS:
    BS suka blunder,contoh :IT KPU,anti hacker ternyata…?
    -Mengaku pakar IT ITB padahal di ITB tidak diakui Pakar IT, wong basicnya kimia, cuma hobi Internet.Tapi bicara internet sih sekarang sih semuanya juga bisa.Sebelum di IT KPU orangnya kurang PD, waktu masuk ITB jurusan Kimia (dari alumni SMA cuma 1 masuk ITB )pas liburan ngaku ke alumni SMA masuk TEKNIK KIMIA.Setelah di IT KPU mendadak dia mendadak menjadi ahli semuanya termasuk juga ahli AMDAL(lihat komentarnya di ML).
    Pas di IT KPU sering ngaku punya jabatan di ITB padahal saat belum menjabat di ITB, hanya di CNRG (tanpa ITB ) sebagai informasi CRNG bukanlah lembaga/bagian struktural di ITB, CNRG mengelola jaringan internet di ITB sebagai konpensasi CNRG bisa bertindak sebagai provider untuk umum walau pakai sarana dan prasarana ITB.Tapi yang mengherankan BS sering menginformasikan CNRG dengan CNRG-ITB.Sebagai informasi CNRG dibidani oleh Pak Onno waktu itu Pak Onno masih di ITB&CRNG, BS hanyalah seorang sukarelawan dari sekian banyak mahasiswa yang magang.Setelah Pak Onno hengkang di ITB barulah BS pegang CNRG.Tapi setelah BS di IT KPU koq bilang udah rekan sejawat (apakah maksudnya selevel ?),wah terlalu jauuuh kemampuan dan karya anda dibanding Pak Onno.
    Nah..sudah tahu kira2 bagaimana kira2 BS, ya begitulah sejak di IT KPU orangnya Over dan suka nyari sensasi (lihat komentar di ML-ML).Yang jadi pertanyaan saya apa pertimbangan KPU ( Chusnul M)memilih BS sebagai IT KPU apakah sama arek2?

Leave a Reply to ulie Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *